31.5 C
Jakarta

Pendidikan Toleransi, Mengapa Begitu Penting untuk Anak?

Artikel Trending

KhazanahTelaahPendidikan Toleransi, Mengapa Begitu Penting untuk Anak?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com-Menolak berkomunikasi dengan orang berbeda agama, berteman, bahkan belajar kepada orang berbeda agama, adalah sebuah awal untuk mengetahui sikap keberagamaan yang dimiliki oleh anak-anak. Barangkali kita perlu sepakat untuk tidak merasa istimewa ketika melihat foto seorang anak perempuan yang menggunakan jilbab bersama dengan anak lain yang menggunakan kalung salib. Sebab pada dasarnya, hubungan semacam itu sudah mengakar dalam diri kita sehingga tidak perlu memberikan sebuah gelar istimewa. Ketidakistimewaan yang dimaksud bukan berarti menganggap foto tersebut tidak mulia. Akan tetapi, sudah seyogyanya hubungan antar umat beragama terpotret demikian.

 Kalau kita refleksikan dalam kehidupan di masa silam ketika menjadi anak-anak, prasangka tentang ketidakbolehan untuk berhubungan dengan orang yang berbeda agama sangat tinggi. Pada masa SMA, setidaknya saya memiliki guru yang dalam penjelasannya selalu menyudutkan kelompok Barat dan menyeru siswanya untuk tidak berhubungan dengan manusia berbeda agama. Di samping itu, ia juga melarang untuk pergi ke gereja atau mengunjungi rumah ibadah selain masjid. Alasannya sederhana, nanti kafir.  Saya yakin bahwa pengalaman semacam ini dirasakan oleh sebagian besar orang. Salah satu faktornya adalah pengetahuan tentang toleransi tidak diajarkan sejak dini. Utamanya di sekolah, ataupun dalam lingkungan keluarga.

Seiring berjalannya waktu, dengan berbagai proses kehidupan seperti bertemu dengan banyak orang yang memiliki latar belakang berbeda, pemahaman tentang sikap toleransi yang kita miliki akan meningkat dan sampai pada pemahaman bahwa, sikap ini sangat penting untuk merajut hubungan dengan baik. Artinya, kita sudah tidak perlu lagi untuk bertanya latar belakang agama kepada seseorang ketika berbuat baik atau melakukan kegiatan sosial bersama, bahkan belajar bersama.

Sikap toleransi kepada anak sebenarnya tidak diberikan materi, akan tetapi melalui pembiasaan sikap yang dilihatnya setiap hari sebagai bentuk keteladanan yang paling baik untuk diajarkan. Apabila di sekolah, guru memberikan contoh langsung sehingga praktik yang diterapkan oleh anak, bisa dicontoh dengan baik. Di sekolah, guru juga seharusnye membiasakan untuk melakukan interaksi sekitar sebagai salah satu contoh kepada anak bahwa, berinteraksi dan berkomunikasi dengan siapapun, tidak terbatas pada kelompok yang berbeda. Lingkungan sekitar yang sangat beragam, menjadi refleksi bagi anak bahwa sikap baik kepada lingkungan sekitar perlu diterapkan.

Aktualisasi Sikap Toleransi pada Anak

Jika toleransi adalah harmoni perbedaan, maka semestinya toleransi merupakan sikap kesediaan yang dimiliki oleh seseorang/masyarakat hidup dalam aturan yang sudah ditentukan. Penentuan aturan yang dimaksud adalah memberikan rasa hormat, penerimaan, dan apresiasi terhadap keragaman yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat, Indonesia misalnya. Sikap ini adalah sikap dasar yang perlu dimiliki oleh setiap orang, yang menyadari bahwa hidup ini penuh dengan berbagai perbedaan di dalamnya.

Sikap toleransi wajib ditanamkan kepada anak/sejak dini agar tidak memiliki pemahaman bahwa, hubungan baik hanya perlu ditanamkan kepada orang yang memiliki agama/keyakinan yang sama. Dalam ruang lingkup sekolah, ada beberapa aktualisasi sikap toleransi yang perlu dibiasakan dalam lembaga pendidikan.

Pertama, sikap tolong menolong. Sikap saling tolong-menolong merupakan sebuah tindakan sosial yang sering dijumpai di masyarakat sekitar baik itu saat kita bekerja, dalam bermasyarakat. Islam mengajarkan untuk saling membantu orang yang sedang membutuhkan bantuan, kultur gotong royong itu sendiri sudah menjadi tradisi di suatu desa, kecamatan dan negara republik Indonesia. Dalam contoh sederhana, anak-anak di sekolah dibekali dalam praktik piket membersihkan kelas di mana, masing-masing tanggung kelompok kecil tersebut mengedepankan saling tolong serta kerja sama.

Kedua, rasa kasih sayang. Rasa cinta kasih sayang ada di setiap individu manusia tidak terkecuali pada anak usia dini, anak yang baru lahir bisa merasakan kasih sayang dekapan seorang ibu yang melahirkannya terlebih lagi orang dewasa, setiap makhluk ciptaan Allah memilki rasa cinta pada orang tersayang. Salah satu contohnya ketika anak menangis karena terjatuh anak tidak membutuhkan materi namun perhatian terhadap dirinya yang dibutuhkannya Seperti dalam hadis “ siapa yang tak menyayang maka tidak disayang” HR (Bukhori dan Muslim).

Ketiga, menghargai orang saat beribadah.  menghargai teman saat beribadah menjaga ketenangan dan ketertiban saat berada melaksanakan sholat merupakan sikap toleransi yang perlu perlu diterapkan sejak anak berada di usia belia salah satu contohnya pendidikan aktivitas kegiatan yang bisa dijadikan contoh yang baik dalam mendidik anak salah satu analoginya seperti: ketika orang tua saat melaksanakan sholat, anak diberi pemahaman bahwa anak menjaga pembicaraan, tidak boleh bersuara terlalu keras dan hening selama orang tersebut melaksanakan ibadah sholat. Aktivitas di atas, adalah upaya pembiasaan yang diterapkan di sekolah dalam memberikan pendidikan toleransi kepada anak.  Wallahu A’lam.

Pendidikan Toleransi, Mengapa Begitu Penting untuk Anak?

BACA JUGA  Tips Agar Tidak Terjebak pada Propaganda Khilafah

Harakatuna.com-Menolak berkomunikasi dengan orang berbeda agama, berteman, bahkan belajar kepada orang berbeda agama, adalah sebuah awal untuk mengetahui sikap keberagamaan yang dimiliki oleh anak-anak. Barangkali kita perlu sepakat untuk tidak merasa istimewa ketika melihat foto seorang anak perempuan yang menggunakan jilbab bersama dengan anak lain yang menggunakan kalung salib. Sebab pada dasarnya, hubungan semacam itu sudah mengakar dalam diri kita sehingga tidak perlu memberikan sebuah gelar istimewa. Ketidakistimewaan yang dimaksud bukan berarti menganggap foto tersebut tidak mulia. Akan tetapi, sudah seyogyanya hubungan antar umat beragama terpotret demikian.

 Kalau kita refleksikan dalam kehidupan di masa silam ketika menjadi anak-anak, prasangka tentang ketidakbolehan untuk berhubungan dengan orang yang berbeda agama sangat tinggi. Pada masa SMA, setidaknya saya memiliki guru yang dalam penjelasannya selalu menyudutkan kelompok Barat dan menyeru siswanya untuk tidak berhubungan dengan manusia berbeda agama. Di samping itu, ia juga melarang untuk pergi ke gereja atau mengunjungi rumah ibadah selain masjid. Alasannya sederhana, nanti kafir.  Saya yakin bahwa pengalaman semacam ini dirasakan oleh sebagian besar orang. Salah satu faktornya adalah pengetahuan tentang toleransi tidak diajarkan sejak dini. Utamanya di sekolah, ataupun dalam lingkungan keluarga.

Seiring berjalannya waktu, dengan berbagai proses kehidupan seperti bertemu dengan banyak orang yang memiliki latar belakang berbeda, pemahaman tentang sikap toleransi yang kita miliki akan meningkat dan sampai pada pemahaman bahwa, sikap ini sangat penting untuk merajut hubungan dengan baik. Artinya, kita sudah tidak perlu lagi untuk bertanya latar belakang agama kepada seseorang ketika berbuat baik atau melakukan kegiatan sosial bersama, bahkan belajar bersama.

Sikap toleransi kepada anak sebenarnya tidak diberikan materi, akan tetapi melalui pembiasaan sikap yang dilihatnya setiap hari sebagai bentuk keteladanan yang paling baik untuk diajarkan. Apabila di sekolah, guru memberikan contoh langsung sehingga praktik yang diterapkan oleh anak, bisa dicontoh dengan baik. Di sekolah, guru juga seharusnye membiasakan untuk melakukan interaksi sekitar sebagai salah satu contoh kepada anak bahwa, berinteraksi dan berkomunikasi dengan siapapun, tidak terbatas pada kelompok yang berbeda. Lingkungan sekitar yang sangat beragam, menjadi refleksi bagi anak bahwa sikap baik kepada lingkungan sekitar perlu diterapkan.

Aktualisasi Sikap Toleransi pada Anak

Jika toleransi adalah harmoni perbedaan, maka semestinya toleransi merupakan sikap kesediaan yang dimiliki oleh seseorang/masyarakat hidup dalam aturan yang sudah ditentukan. Penentuan aturan yang dimaksud adalah memberikan rasa hormat, penerimaan, dan apresiasi terhadap keragaman yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat, Indonesia misalnya. Sikap ini adalah sikap dasar yang perlu dimiliki oleh setiap orang, yang menyadari bahwa hidup ini penuh dengan berbagai perbedaan di dalamnya.

Sikap toleransi wajib ditanamkan kepada anak/sejak dini agar tidak memiliki pemahaman bahwa, hubungan baik hanya perlu ditanamkan kepada orang yang memiliki agama/keyakinan yang sama. Dalam ruang lingkup sekolah, ada beberapa aktualisasi sikap toleransi yang perlu dibiasakan dalam lembaga pendidikan.

Pertama, sikap tolong menolong. Sikap saling tolong-menolong merupakan sebuah tindakan sosial yang sering dijumpai di masyarakat sekitar baik itu saat kita bekerja, dalam bermasyarakat. Islam mengajarkan untuk saling membantu orang yang sedang membutuhkan bantuan, kultur gotong royong itu sendiri sudah menjadi tradisi di suatu desa, kecamatan dan negara republik Indonesia. Dalam contoh sederhana, anak-anak di sekolah dibekali dalam praktik piket membersihkan kelas di mana, masing-masing tanggung kelompok kecil tersebut mengedepankan saling tolong serta kerja sama.

Kedua, rasa kasih sayang. Rasa cinta kasih sayang ada di setiap individu manusia tidak terkecuali pada anak usia dini, anak yang baru lahir bisa merasakan kasih sayang dekapan seorang ibu yang melahirkannya terlebih lagi orang dewasa, setiap makhluk ciptaan Allah memilki rasa cinta pada orang tersayang. Salah satu contohnya ketika anak menangis karena terjatuh anak tidak membutuhkan materi namun perhatian terhadap dirinya yang dibutuhkannya Seperti dalam hadis “ siapa yang tak menyayang maka tidak disayang” HR (Bukhori dan Muslim).

Ketiga, menghargai orang saat beribadah.  menghargai teman saat beribadah menjaga ketenangan dan ketertiban saat berada melaksanakan sholat merupakan sikap toleransi yang perlu perlu diterapkan sejak anak berada di usia belia salah satu contohnya pendidikan aktivitas kegiatan yang bisa dijadikan contoh yang baik dalam mendidik anak salah satu analoginya seperti: ketika orang tua saat melaksanakan sholat, anak diberi pemahaman bahwa anak menjaga pembicaraan, tidak boleh bersuara terlalu keras dan hening selama orang tersebut melaksanakan ibadah sholat. Aktivitas di atas, adalah upaya pembiasaan yang diterapkan di sekolah dalam memberikan pendidikan toleransi kepada anak.  Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru