26.9 C
Jakarta

Mengapa Aktivis Khilafah Menolak Dialog Antar Agama?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMengapa Aktivis Khilafah Menolak Dialog Antar Agama?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dialog antar agama bisa dikatakan sebuah aktivitas yang seringkali digunakan untuk menjelaskan berbagai keterlibatan antara tradisi dan agama yang berbeda. Aktivitas ini sangat sering digunakan sebagai titik temu dari perbedaaan yang ada. Namun, tidak semua kelompok agama menerima kegiatan ini. Aktivis khilafah menolak adanya dialog antaragama karena menganggap menyekutukan Allah.

Salah satu masalah klasik yang dipersoalkan adalah Palestina dengan Israel. Bahkan mereka menyebut solusi atas masalah Palestina adalah mempersatukan umat Islam dan melakukan perang terhadap Zionis Yahudi agar hengkang dari bumi Palestina. Perang dibalas dengan perang, begitu kesimpulan yang disampaikan oleh para aktivis khilafah. Ditambah dengan konflik Iran-Israel, narasi yang disampaikan oleh aktivis khilafah untuk mewujudkan sistem pemerintahan Islam di dunia.

Keberadaan narasi di atas, menunjukkan bahwa mereka anti dialogis dan menghendaki seluruh umat dunia adalah umat Muslim. Padahal, perbedaan pilihan dalam beragama, merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa kita tolak dalam kehidupan sosial.

Meski demikian, kita perlu melihat urgensitas dialog agama, dalam melihat kemajemukan yang dimiliki oleh masyarakat. Khususnya penduduk dunia, upaya yang bisa dilakukan oleh kita sebagai umat Muslim, bukanlah berupaya dengan keukeuh untuk memaksa mereka menjadi Muslim. Lebih dari itu, kita harus memiliki seni agar bisa hidup berdampingan, atas dasar kemanusiaan.

Dialog Agama itu, Apa sih?

Dialog antaragama menjadi salah satu strategi untuk menjembatani kemajemukan kehidupan beragama serta menciptakan kerukunan hidup beragama di Indonesia. Dialog membuat setiap penganut agama harus memahami agamanya dan menyadari pula keragaman dan perbedaan dalam beragama.

Menciptakan diaog agama ini tidak mudah karena harus didasarkan pada sikap saling menghargai, menghormati, keterbukaan, dan kemauan baik (political will) dari semua pihak, mulai dari kelompok akar rumput sampai para pengambil keputusan yang ada di dalam kelompok itu. Setiap komponen yang terlibat dalam dialog ini, menyadari secara penuh pentingnya perdamaian yang harus diupayakan oleh setiap kelompok umat beragama. Artinya, dialog antargama yang dipelopori oleh suatu kelompok, semata-mata sebuah ruang agar setiap kelompok menyadari pentingnya mendorong perdamaian dan kehidupan yang toleran.

BACA JUGA  Pemuda: Sasaran Indoktrinasi Khilafah oleh Aktivis HTI

Mengadakan dialog agama, bukan berarti menanggalkan keislaman, atau keyakinan kita sebagai umat Muslim. Tidak benar jika kita menganggap bahwa, akidah akan buruk ketika melakukan dialog antaragama karena nantinya akan menganggap bahwa semua agama benar. Namun, sebagai manusia, kita meyakini dan sangat sadar bahwa, kehadiran agama yang lain tidak akan menjadi ancaman bagi eksistensinya.

Setiap agama itu unik/khas. Para pemeluk agama, memiliki klaim kebenaran atas agama yang dianutnya. Menyebut bahwa, agama kita paling benar dan menganggap agama orang lain salah, adalah sebuah prinsip dasar beragama yang dimiliki oleh setiap orang. Namun, dalam konteks sosial, kita tidak bisa menghindar dan menghapus keberagaman untuk mencapai homogenitas. Identitas tiap kelompok tetap dipertahankan tanpa membentuk suatu dialektika dalam pergaulan.

Persoalannya adalah bagaimana kita bisa menciptakan kesadaran bersama sebagai suatu bangsa tanpa terkungkung dalam kotak eksklusif. Realitas kemajemukan agama yang ada di Indonesia meniscayakan adanya dialog. Dengan menjalankan dialog, masing-masing penganut agama semakin melangkah menuju ciri khas penghayatan imannya yang lebih menyapa, inklusif (terbuka), dan dialogis.

Jika kita maknai pernyataan para aktivis khilafah yang menolak adanya dialog antaragama, kita bisa menilai bagaimana kondisi kemajemukan di Indonesia tanpa adanya dialog antaragama. Tanpa dialog, tidak ada perdamaian yang akan tercipta karena setiap kelompok agama akan bermusuhan lantaran kebenaran yang diyakininya. Tanpa dialog, setiap kelompok agama akan merasa paling superior di antara yang lain. Mengacu kepada alasan-alasan itu, penting adanya dialog antargama untuk menciptakan perdamaian.

Perdamaian yang dimaksud tidak hanya tentang penyelesaian konflik. Namun, merawat perdamaian juga merupakan menciptakan perdamaian itu sendiri. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru