28.4 C
Jakarta

Mengenal Karakteristik Kejahatan Siber dengan Memahami Literasi Digital

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMengenal Karakteristik Kejahatan Siber dengan Memahami Literasi Digital
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sebagian besar masyarakat kita memiliki persepsi bahwa literasi itu hanya sebuah kegiatan tulis-menulis atau hanya berhubungan dengan kegiatan membaca dan menulis. Sementara dalam teknologi informasi dan komunikasi, literasi menjadi salah satu pengetahuan yang harus dipahami. Keberadaan teknologi informasi digital membuat literasi tumbuh begitu pesat.

Dalam edukasi literasi, terminologi literasi diartikan sebagai kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan menganalisis kosakata yang digunakan. Ini sebuah proses yang terus berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Tetapi apakah semua masyarakat mampu berliterasi secara baik dan benar?

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan perubahan literasi mengalami kemajuan pesat, khususnya dalam literasi digital. Bahasa yang menjadi instrumen untuk medium apa pun, tentu memiliki karakteristik yang seyogianya dianalisis dengan keilmuan dan kemampuan seseorang. Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih rendah memahami analisis sebab-akibat yang berkaitan dengan digitalisasi.

Pertanyaannya, apakah penting untuk memahami karakteristik literasi digital? Ada baiknya kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terbaru, yakni KBBI VI. Literasi digital adalah kemampuan untuk memahami informasi berbasis komputer. Seyogianya, perangkat gawai atau HP Android secara sistematik memiliki kesamaan fungsi dengan perangkat komputer, yang kelihatan lebih disederhanakan.

Dalam konteks sosial, gawai atau Android dianalogikan sebagai perangkat lunak untuk informasi dan komunikasi. Karena umumnya (bagi sebagian besar masyarakat) menganggap lebih sederhana dan praktis ketimbang mempelajari perangkat komputer. Sayangnya, para pengguna gawai atau Android sangat kurang dalam pemahaman analisis sebab-akibat dari alat komunikasi yang dikatakan sebagai smartphone.

Kemajuan teknologi ini telah menimbulkan implikasi terhadap tumbuhnya berbagai kejahatan siber. Tidak terhitung betapa banyaknya kejahatan siber berupa modus penipuan melalui informasi dan komunikasi lewat gawai atau Android. Sistem keamanan yang berada pada perangkat mobile seharusnya mampu menangkal adanya indikasi spam. Tetapi tentunya kejahatan siber juga berkembang sangat pesat seiring kemajuan ilmu dan teknologi.

Kejahatan siber yang berkembang melalui perangkat lunak teknologi, umumnya dengan cara peretasan data-data pribadi. Pengguna smartphone sering terjebak dengan pemahaman literasi digital yang sangat minim. Sebagai konsumen, masyarakat lebih cenderung tergiur oleh informasi baru, dan tanpa sadar mencoba aplikasi yang menggiurkan, yang di dalamnya terhubung dengan modus-modus kejahatan siber, seolah-olah itu adalah pesan server yang harus diperhatikan (phising).

Maka, betapa pentingnya bagi masyarakat untuk sekedar mempelajari literasi berbasis jaringan internet, yang prinsipnya bisa terhubung satu sama lainnya dan digunakan secara global, karena terhubung dengan server yang menyimpan pelbagai jenis data sesuai kebutuhan. Meski dilindungi data-data yang sifatnya privasi dengan sistem keamanan lokal, tetapi tidak ada jaminan bahwa data tidak akan dapat diretas pihak ketiga.

Pada umumnya, semua perangkat teknologi menggunakan kata kunci atau pin untuk melindungi pencurian data-data pribadi. Tetapi tentunya sistem ini juga memiliki celah bagi pelaku kejahatan siber, yang tentunya punya keahlian teknologi untuk melacak data-data pribadi dengan membaca karakter kata kunci. Umumnya pelaku kejahatan siber menggunakan karakter literasi numerik untuk melacak data-data yang dijadikan sasaran.

BACA JUGA  Telaah Literasi Kita: Indonesia Darurat Membaca?

Literasi numerik adalah kemampuan untuk menggunakan angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis serta kemampuan untuk menganalisis informasi yang disampaikan dalam grafik, tabel, bagan, dan sebagainya. Hasilnya digunakan untuk memprediksi dan mengambil keputusan.

Sebagai dasar teori dalam dunia digital yang perlu diketahui adalah:

Yang pertama digital skill adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak, serta operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Yang kedua digital ethics adalah kemampuan menyadari, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata-kelola etika digital (nettiqutte) dalam kehidupan sehari-hari.

Yang ketiga digital safety adalah kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital.

Seiring kemajuan teknologi, maka secara tidak langsung masyarakat juga harus belajar memahami karakteristik kecepatan teknologi, yang kini dikembangkan dengan cara menggunakan robot pintar AI (kecerdasan buatan). Alat ini mampu menjawab pertanyaan dengan efektivitas yang tinggi.

Kehadiran AI, apakah dianggap terobosan teknologi informasi maju, atau sebaliknya, menjadi ancaman dalam kehidupan sehari-hari yang terlalu bergantung pada perangkat teknologi? Tentu sangat dilematis, karena masih rendahnya tingkat pemahaman sebagian besar masyarakat dalam penguasaan literasi digital.

Kejahatan siber yang keberadaannya sudah sejak lama tentunya juga berkembang dengan trik-trik baru, yang memanfaatkan kecepatan dan keakuratan teknologi. Kejahatan siber yang sering digunakan umumnya dengan cara penipuan daring.

Pertanyaannya, apakah literasi juga tumbuh dengan pesat, khususnya literasi digital? Maka, dalam perspektif keilmuan dan pengetahuan, literasi seyogianya bukan hanya sekedar menulis, membaca dan berhitung. Diperlukan juga kemampuan analisis sebab-akibat untuk mengukur tingkat kemajuan teknologi. Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih pada posisi sebagai konsumen dalam pemanfaatan perangkat teknologi.

Sebagai bahan referensi untuk mengenali ciri-ciri penipuan online, umumnya pelaku melakukan cara-cara sebagai berikut:

  1. Menggunakan link phising
  2. Transaksi keuangan di luar platform
  3. Meminta informasi pribadi
  4. Pembaruan dokumen secara online
  5. Mengirim file “apk”
  6. Pemberitahuan melalui ponsel dari akun tidak resmi
  7. Memanipulasi secara psikologis (social engineering)
  8. Penggunaan tata bahasa yang sangat buruk
  9. Peretasan data pribadi karena koneksi GPS

Maka pentingnya mempelajari literasi digital agar tidak mudah diperdayai oleh modus-modus penipuan yang dilakukan melalui alat teknologi (gawai, Android, laptop, dan sejenisnya). Minimal dengan memahami cara kerja dan karakteristik literasi digital, dapat mempersempit celah dan ruang gerak kejahatan siber.

Vito Prasetyo
Vito Prasetyo
Pegiat sastra dan peminat budaya. Mukim di Malang, Jawa Timur.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru