26.6 C
Jakarta

Menyikapi Hasil Keputusan MK: Mari Belajar Bernegara dengan Bijak

Artikel Trending

KhazanahTelaahMenyikapi Hasil Keputusan MK: Mari Belajar Bernegara dengan Bijak
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Jalan panjang proses Pemilu 2024 dengan segala permasalahan sengketanya sudah selesai. Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan sengketa Pilpres. Ini artinya, pasangan Prabowo-Gibran terpilih secara sah menjadi Presiden RI 2024-2029. Pengesahan tersebut dilakukan oleh KPU pada Rabu (24/4). Semua masyarakat Indonesia turut berbahagia karena kita sudah memiliki Presiden-Wakil Presiden dengan berbagai proses panjang yang sudah terjadi.

Salah satu potret yang tidak kalah menarik adalah hadirnya pasangan Anies-Muhaimin, sebagai salah satu lawan politik pada Pilpres lalu, hadir menyaksikan penetapan tersebut. Mengapa momentum ini sangat penting bagi bangsa Indonesia? Tentu, potret tersebut akan menemukan banyak statement dari pihak kontra dengan alasan, kehadiran Anies dan Muhaimin, tidak lebih dari sekedar untuk mencari panggung atau bahkan ingin bergabung dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Namun, jika kita memaknai lebih dalam arti pentingnya kehadiran Anies-Muhaimin, ialah tatacara menjadi bangsa yang bijak dalam menyikapi persoalan sengketa yang sudah selesai. Seperti yang disampaikan oleh Anies Baswedan dalam Special Dialogue melalui akun Youtube Metro TV dengan tajuk “Anies Belum Habis”, Anies menyampaikan bahwa kehadirannya dalam penetapan tersebut adalah bagian dari cara bernegara. Sebab sejak awal dirinya mendaftarkan sebagai Calon Presiden-Wakil Presiden di KPU. Artinya, ia harus menyelesaikan dengan hadir pada penetapan tersebut, sebagai cara mengakhiri proses Pemilu 2024.

Kabinet Prabowo-Gibran memiliki banyak PR untuk menjalankan roda pemerintahan pada waktu 5 tahun yang akan datang. Melalui sengketa Pilpres 2024, setidaknya ada banyak catatan yang harus dibenahi oleh pemerintah Prabowo-Gibran, utamanya netralitas yang perlu dikedepankan agar bisa menciptakan proses Pemilu yang lebih bersih di masa yang akan datang. PR tersebut akan banyak, ditambah lagi dengan harapan rakyat terhadap pemerintah baru agar benar-benar menciptakan proses demokrasi yang berperadaban.

Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Masih ingatkah kita ketika beberapa bulan sebelum Pemilu 2024 dilaksanakan? Di media sosial, berbagai hujatan, kritik ataupun saling menyerang satu sama lain karena perbedaan pilihan sangat banyak. Baik di TikTok, Twitter, Facebook, bahkan di Instagram, dipenuhi dengan berbagai konten terhadap dukungan kepada pasangan calon tertentu. Pada fase tersebut, fanatisme terhadap calon tertentu, mengantarkan kita terhadap sikap tidak bijak, bahkan saling mencaci satu sama lain kepada orang yang berbeda dukungan dengan kita.

BACA JUGA  Feminis Leadership: Melihat Keberhasilan Pemimpin Perempuan dalam Pencegahan Radikalisme

Setelah Pemilu 2024 dilaksanakan pada Februari lalu, babak baru yang dihadapi oleh rakyat Indonesia adalah sengketa Pilpres 2024. Segala bentuk dukungan dari para relawan masing-masing pasangan calon, untuk terlibat dalam proses sengketa tersebut begitu panjang. Segala kecacatan dan kekurangan yang terjadi proses Pemilu 2024 terkuat, mulai dari penyalahgunaan kekuasaan Presiden Joko Widodo, penyalahgunaan fasilitas pemerintahan untuk dukungan suatu calon, serta kecurangan-kecurangan lain.

Sengketa Pilpres 2024 tidaklah dimaknai untuk mengajukan banding agar yang kalah bisa menang atau sebaliknya. Namun, melihat proses yang sudah dilalui oleh bangsa Indonesia, untuk menciptakan demokrasi yang sehat. Dugaan dari sengketa tersebut ditolak oleh MK. Namun, hal tersebut menjadi catatan tebal untuk kabinet Prabowo-Gibran.

Atas dasar proses panjang tersebut? Apa yang bisa pelajari sebagai bangsa Indonesia? Jika kita melihat hasil dari seorang pendukung, tentu ekspekstasi pendukung adalah agar yang didukung menang. Namun, itu bukanlah sebuah tujuan. Akan tetapi bagaimana memaknai proses panjang itu sebagai ruang kritis, ruang kita bernegara dengan bijak.

Dalam konteks Anies-Muhaimin, kehadiran mereka adalah salah satu momentum yang bisa dilihat oleh bangsa Indonesia, bahwa dari segala proses panjang yang sudah dilakukan, perlu bersikap bijak atas hasil yang sudah ditetapkan oleh KPU. Semua orang terlibat dalam proses sengketa Pilpres 2024, bahkan hampir seluruh elemen pemerintahan menjadi bagian dari proses tersebut. Artinya, mari hargai keputusan yang sudah memiliki proses panjang tersebut dengan sikap bijak.

Artinya, pemimpin yang sudah ditetapkan (Prabowo-Gibran), adalah sosok yang disahkan oleh institusi dan bukan terpilih dengan percuma. Mereka juga adalah orang yang mengikuti proses panjang tersebut. Maka yang bisa kita berikan adalah menanamkan optimisme dan memberikan kepercayaan kepada pemimpin yang terpilih untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru