27.6 C
Jakarta

Mengapa Perempuan Perlu Terlibat Aktif dalam Dunia Politik?

Artikel Trending

KhazanahPerempuanMengapa Perempuan Perlu Terlibat Aktif dalam Dunia Politik?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Isu politik sudah hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat. Baliho-baliho Caleg pun sudah menjamur di jalanan. Ini menandakan bahwa Indonesia sedang bersiap menyongsong Pemilu 2024. Perbincangan tentang perempuan dan kaitannya dengan politik pun terus bergilir. Ini menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di dunia politik adalah isu penting.

Sudah cukup banyak memang perempuan yang terlibat aktif di dunia politik. Angka keterwakilan perempuan dalam politik pun saat ini mengalami peningkatan dibanding dengan masa-masa sebelumnya. Hal ini sejalan dengan data menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan CEIC yang mencatat bahwa tahun 2021 presentase keterlibatan perempuan di parlemen yakni 21,89%, naik sebesar 3,7% dibandingkan tahun sebelumnya.

Akan tetapi, data tersebut menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan belum memenuhi kebijakan afirmatif, yakni memberikan kuota 30% pada perempuan untuk terlibat dalam politik. Banyak faktor yang memengaruhi tak terpenuhinya kuota tersebut. Salah satunya adalah faktor kultur masyarakat Indonesia.

Kultur Masyarakat Indonesia

Kultur masyarakat Indonesia masih erat dengan budaya patriarki, yakni sebuah budaya yang menganggap laki-laki lebih kuat daripada perempuan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan sosial politik. Budaya patriarki melahirkan ketidakadilan gender. Salah satunya yakni adanya pembagian kerja di ranah privat dan publik yang tidak adil. Dikotomi privat dan publik ini merugikan perempuan.

Perempuan dibebankan pada peran domestik (privat), seperti peran mengurus rumah,  pengasuhan anak, dan penjaga moral. Sedangkan laki-laki diberi peran di ranah publik, yakni sebagai kepala rumah tangga yang bekerja di ranah sosial, serta pengambil keputusan.

Pembagian peran inilah yang menghambat perempuan untuk terlibat di dunia politik karena ketika terjun di dunia politik, perempuan dianggap tidak pantas; tidak sesuai dengan kodratnya. Pada akhirnya, beban domestik membuat perempuan tidak bisa memilih jalan hidupnya sendiri.

Di samping itu, ketika ada perempuan yang berkarir di ranah publik, ia akan mengalami double borden atau beban ganda. Perempuan dibebankan pekerjaan yang lebih banyak daripada laki-laki karena selain bekerja di ranah publik juga harus tetap melakukan pekerjaan di ranah domestik. Sehingga tidak sedikit perempuan terpaksa berhenti bekerja di ranah publik, politik, misal, agar tugas domestik tetap dapat dijalankan dan tidak dinilai sebagai perempuan yang melanggar kodrat.

Kultur masyarakat Indonesia yang membatasi peran perempuan di dunia politik tentu sangat menyalahi hak asasi manusia dan UUD 1945. Dalam UUD 1945 telah diatur hak setiap warga negara, termasuk hak dalam berpolitik atau hak untuk ikut serta dalam pemerintahan tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, asal-usul, dan jenis kelamin. Artinya, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk terjun di dunia politik. Tentu, keterwakilan perempuan di dunia politik adalah hal yang penting.

BACA JUGA  Terabaikan dan Teralienasi: Peran Pemuda dan Perempuan dalam Kontra-Ekstremisme

Mengapa Penting?

Dunia politik tidak selalu sebagai dunia yang penuh dengan kegelapan, kepicikan, atau kecurangan. Kata politik sendiri memiliki banyak pengertian dan telah mengalami banyak perkembangan.

Politik dapat diartikan sebagai usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Selain itu, dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum.

Fuch and Hocker (2004) berpendapat, penting bagi perempuan untuk andil dalam dunia politik karena sistem demokrasi menghendaki adanya kesempatan dan hak yang sama untuk semua kelompok dalam berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan. Hal ini dimaksudkan agar setiap kebijakan yang diambil dapat dirasakan secara adil oleh setiap elemen masyarakat.

Selain itu, menurut data Kemendagri 2021, jumlah penduduk perempuan Indonesia yakni 49,5%. Indonesia membutuhkan undang-undang yang secara langsung dapat menerapkan keadilan sosial, pendidikan, maupun ekonomi bagi perempuan. Maka, perempuan terlibat dalam dunia politik adalah untuk mendukung dan merancang undang-undang tersebut.

Politisi perempuan dapat merancang, memprioritaskan, mendukung, atau memilih kebijakan-kebijakan yang adil gender; ramah terhadap perempuan. Kenapa harus perempuan yang menyuarakannya? Karena yang mengerti dan memahami kebutuhan perempuan adalah perempuan itu sendiri, seperti kebutuhan untuk mendapatkan cuti haid, melahirkan, dll. Laki-laki belum tentu memahaminya.

Penulis meyakini masih banyak kebutuhan perempuan yang belum diatur atau disahkan dalam undang-undang atau kebijakan di Indonesia. Contohnya adalah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sampai saat ini belum disahkan. Pekerja rumah tangga yang kebanyakan diisi perempuan sangat rentan menerima tindak kekerasan dan eksploitasi.

Artinya, dukungan untuk segera mengesahkan RUU PPRT ini sangat diperlukan. Tentunya, politisi perempuan menjadi salah satu pihak yang dibutuhkan untuk mendorong secara aktif agar undang-undang segera disahkan.

Selain itu, penulis juga meyakini bahwa masih banyak undang-undang maupun kebijakan daerah yang mendiskriminasi perempuan; tidak adil terhadap perempuan. Oleh karena itu, lagi-lagi politisi perempuan dibutuhkan untuk menjadi pelopor perubahan atau penghapusan kebijakan.

Kebijakan yang adil gender akan membantu menyejahterahkan sekaligus memajukan kehidupan bangsa Indonesia. Perempuan perlu hadir dan terlibat aktif dalam dunia politik untuk memperjuangkan dan membela kepentingan perempuan. Lebih luas lagi, membela dan memperjuangkan setiap warga negara atau kelompok masyarakat yang rentan sekaligus lemah.

Siti Ummul Khoir Saifullah
Siti Ummul Khoir Saifullah
Anggota Puan Menulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru