34.8 C
Jakarta

Selamatkan Muslimah Indonesia dari Cengkeraman Khilafah!

Artikel Trending

KhazanahTelaahSelamatkan Muslimah Indonesia dari Cengkeraman Khilafah!
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Bagi para pejuang khilafah, isu perempuan tidak luput dari pembahasan para aktivis khilafah. Narasi yang diagungkan oleh mereka adalah Islam telah memuliakan perempuan, sehingga narasi kesetaraan, ataupun pemberdayaan perempuan yang diusung oleh pemerintah, diartikan sebagai bentuk penindasan terhadap perempuan.

Seperti yang kita ketahui bahwa, muslimah dalam bayang-bayang ideologi khilafah, dipenjara oleh narasi domestifikasi yang menjerat perempuan. Para aktivis khilafah mengkritik pelaksanaan kegiatan Musyawarah Nasional (Munas) Perempuan II yang berlangsung di Balai Budaya Giri Nata Mandala, Kabupaten Badung, Bali, 20/4/2024. Acara yang bertajuk “Perempuan bagi Bumi Pertiwi” tersebut dihadiri oleh 1.500 peserta yang datang dari seluruh Indonesia beserta 11 mitra Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat yang Inklusif atau Inklusi.

Melalui kegiatan ini, semangat dan nilai yang diusung adalah semangat juang yang sudah ditorehkan oleh R.A. Kartini untuk kesetaraan laki-laki dan perempuan. Ada sembilan isu strategis terkait perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal yang menjadi fokus pembahasan pada acara ini. Sembilan isu tersebut di antaranya: soal kemiskinan, pekerja perempuan, pencegahan perkawinan anak, pemberdayaan ekonomi perempuan, kepemimpinan perempuan, kesehatan perempuan, perempuan dan lingkungan hidup, perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, serta kekerasan pada perempuan dan anak.

Isu strategis tersebut merupakan fokus pemerintah, untuk menciptakan ruang yang aman bagi para perempuan untuk terus berdaya dan memaksimalkan potensi yang dimiliki. Namun, program ini secara terbuka dikritik oleh para aktivis khilafah karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi perempuan. Benarkah demikian?

Pandangan Bias Aktivis Khilafah kepada Perempuan

Ada beberapa bias yang dimiliki oleh para aktivis khilafah kepada perempuan, di antaranya: pertama, perempuan yang bekerja/berkarir adalah bentuk demoralisasi perempuan. Dengan alasan ajaran Islam, para aktivis khilafah menyebut bahwa para perempuan tersebut tidak patuh terhadap suami dan tidak menjalankan ajaran Islam. Pandangan ini jelas-jelas misoginis karena menganggap bahwa perempuan sebagai makhluk inferior yang tidak boleh memaksimalkan potensi yang dimiliki sebagai manusia. Bahkan, jika bekerja menjadi sarana kebermanfataan sosial yang seharusnya bisa dilakukan oleh perempuan, dianggap sebagai demoralisasi oleh para aktivis khilafah.

BACA JUGA  Tips Agar Tidak Terjebak pada Propaganda Khilafah

Kedua, domestifikasi perempuan. Domestikasi perempuan sendiri merupakan pengiburumahtanggaan, suatu paham yang menempatkan perempuan sebagai makhluk yang hanya berperan dalam urusan kerumahtanggaan saja. Narasi ini yang dikampanyekan oleh para aktivis khilafah. Sehingga program yang dilakukan pemerintah “kesetaraan dan pemberdayaan” dianggap sebagai bentuk eksploitasi perempuan.

Dua bias di atas, setidaknya menjadi titik perjuangan para aktivis khilafah, mengapa sistem pemerintahan Islam perlu ditegakkan. Berbekal dengan alasan eksploitasi perempuan, para aktivis khilafah mewajibkan para perempuan untuk kembali pada Islam, termasuk penerapan sistem pemerintahan Islam. Sebab bagi mereka, sistem pemerintah liberal/kapital yang diterapkan oleh Indonesia, memberikan dampak buruk terhadap para perempuan di Indonesia.

Alasan di atas sebenarnya sangat mudah kita taklukkan. Kecacatan narasi yang dibawa oleh para aktivis khilafah justru bukan meninggikan posisi perempuan, malah sebaliknya. Kemampuan berpikir kritis dan menelaah setiap narasi peminggiran terhadap perempuan, perlu kita miliki. Jika kita memahami setiap narasi yang disampaikan oleh para aktivis khilafah tentang perempuan, setidaknya kita akan memahami beberapa hal, di antaranya: pertama, aktivis khilafah menjadikan perempuan sebagai makhluk kedua dengan menempatkan posisi perempuan sangat rendah. Dengan alasan pemuliaan dalam Islam, mereka justru menganggap perempuan hanya sebagai mesin reproduksi untuk mencetak anak.

Kedua, aktivis khilafah memandang perempuan sebagai objek, di mana prestasi perempuan di bidang publik, seperti karir politik, ekonomi, ataupun prestasi lain, tidak lebih baik dengan prestasi domestik yang wajib dilakukan. Ini jelas-jelas mematikan karakter perempuan karena marginalisasi yang sudah melekat.

Memahami hal tersebut, kita perlu selamatkan para muslimah Indonesia agar tidak masuk dalam perjuangan para aktivis khilafah, di mana hal tersebut mencederai dirinya sebagai manusia, yang diberi akal untuk berpikir dan bertindak, serta potensi diri yang perlu dimaksimalkan untuk memberikan kebermanfaatan bagi manusia lain. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru