28.4 C
Jakarta

Kontra-Radikalisme: Memberantas Fenomena Taklid Buta yang Berbahaya

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKontra-Radikalisme: Memberantas Fenomena Taklid Buta yang Berbahaya
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Radikalisme agama merupakan fenomena yang sangat sulit diatasi bahkan sampai saat ini. Fenomena taklid buta dalam beragama yang masih dilakukan oleh beberapa kelompok umat Islam ternyata menyumbang peran besar dalam arus penyebaran radikalisme dan ekstremisme dalam menjalankan ajaran agama.

Bagaikan penyakit yang terus menjamur, kasus-kasus radikalisme yang menggunakan nama agama terus saja bermunculan dan menimbulkan kekacauan dan pertikaian yang tiada henti.

Khususnya, ketika membicarakan kelompok yang mengaku membela sebuah agama dan menolak untuk hidup berdampingan dengan agama lain. Kelompok-kelompok radikal yang mendasarkan aksi-aksi mereka pada interpretasi yang sempit dan ekstrem sering kali menimbulkan konflik dan ketegangan antaragama.

Memang cara pandang dalam beragama memiliki peran penting dalam membentuk kualitas kehidupan dan intelektualitas seorang Muslim. Bagaimana pola tindakan dan pemikiran seorang Muslim dalam menginterpretasikan ajaran agama dalam hidupnya juga dapat dipengaruhi dengan bagaimana cara mereka memahami ajaran agama Islam itu sendiri.

Kekuatan akal dan pikiran menjadi salah satu faktor penentu bagaimana seorang Muslim menjalankan ajaran agama sesuai apa yang mereka pahami. Dalam Islam, akal memang dipandang sebagai anugerah Allah yang harus digunakan dengan bijak untuk memahami ajaran agama.

Seorang Muslim dianjurkan untuk menggunakan akal mereka untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mencari pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam. Dengan demikian, pandangan mereka terhadap agama tidaklah statis, melainkan berkembang seiring dengan upaya mereka untuk terus belajar.

Salah satu penyebab munculnya pemahaman radikal ialah beberapa individu yang memiliki pemahaman dangkal atau kurang mendapat pendidikan tentang ajaran Islam. Mereka memilih untuk menafsirkan ajaran Islam secara sempit dengan mengabaikan berbagai konteks pendukung lainnya seperti aspek historis, budaya, dan sosial yang relevan.

Dengan pemahaman yang sempit tersebut akhirnya muncullah beberapa kelompok Islam yang memiliki interpretasi yang sempit, kaku, serta tidak toleran. Ini terjadi karena mereka memandang ajaran agama dari sudut pandang mereka sendiri tanpa konteks pendukung lainnya seperti aspek historis, budaya, dan sosial yang relevan.

Kelompok ini akhirnya berusaha untuk menegakkan interpretasi keras atau ekstrem yang mereka pahami dengan jalan ekstrem pula seperti menyerang dan menghancurkan kelompok yang tidak sejalan dengan pemahaman mereka. Bahkan jika sesama umat Islam ataupun dari umat agama lain semua dibabat. Sebab, yang mereka lihat semuanya adalah penghalang bagi kepentingan dan ajaran agama mereka.

Sebuah masalah baru lagi ketika kelompok radikal dan Islam garis keras berusaha menyebarkan dogma-dogma radikal mereka secara intensif. Tujuannya, agar diikuti oleh semua umat Islam di dunia. Mereka merasa pemahaman merekalah yang paling benar dan umat Islam lain harus mengikuti mereka apa pun caranya, tidak peduli sekalipun harus memakai jalan radikal dan teror.

Korelasi Taklid dengan Radikalisme

Permasalahan selanjutnya adalah ketika kelompok ekstremis dan radikalis gencar memperluas pengaruh keras mereka. Ironisnya, justru banyak umat Islam yang  terpengaruh dengan paham-paham radikal tersebut. Tanpa menelaah lebih lanjut, masih banyak Muslim justru mendukung kelompok-kelompok radikal mewujudkan tujuan mereka.

Padahal, secara nyata hal tersebut membawa dampak buruk bagi umat Islam sendiri dan juga kemanusiaan secara umum. Lantas, apa penyebab mereka mudah terpengaruh?

Kurangnya akses pendidikan untuk lebih mendalami nilai-nilai agama Islam membuat sebagian umat Islam kehilangan kemampuan untuk menggunakan akalnya untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mencari pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama. Pada akhirnya banyak umat Islam yang terjebak dalam fenomena taklid buta atau hanya mengikuti pandangan orang lain dalam menjalankan agama tanpa mampu unuk mendalami kebenaran dan dasar hukum.

Secara umum taklid memang diartikan dengan suatu sikap di mana seseorang mengambil tindakan atau mengikuti pendapat orang lain tanpa memahami atau mengevaluasi dasar hukum atau dalil yang mendasarinya. Tindakan itu bisa mencakup berbagai aspek, termasuk dalam konteks hukum, keyakinan, atau amalan agama. Dalam Islam, taklid sering kali berhubungan dengan mengikuti pandangan ulama atau ahli hukum dalam masalah hukum dan agama.

Mengenai hukum taklid ini, Khairul Umam dan Achyar Aminudin dalam buku Ushul Fiqih II membaginya menjadi dua macam, yaitu taklid yang diperbolehkan dan taklid yang dilarang atau haram. Khairul Umam menerangkan, hukum taklid bisa dipandang mubah bagi orang-orang awam yang belum sampai pada tingkatan sanggup mengkaji dalil hukum syariat. Pendapat ini juga diamini oleh Hasan al-Banna yang membolehkan taklid bagi orang awam.

BACA JUGA  Merawat Kesinambungan Spirit Kebaikan-kebaikan Ramadan

Yang tidak diperbolehkan adalah sikap taklid buta dalam menjalankan syariat agama. Kenapa taklid buta dilarang? Alasannya karena taklid buta membuat seseorang mengikuti tindakan dan pendapat orang lain dalam beragama secara membabi-buta tanpa mempertimbangkan ajaran Al-Qur’an dan hadis.

Taklid buta secara jelas sangat membahayakan karena dapat membuat muqallid (orang yang taklid) tidak lagi mempedulikan siapa yang diikutinya walaupun mereka bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai Al-Qur’an dan hadis. Bahkan, lebih parahnya lagi justru menggunakan Al-Qur’an dan hadis untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau kelompok.

Hal ini serupa dengan Firman Allah Swt., “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab: ‘Kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. al-Baqarah [2]: 170).

Ada beberapa penyebab kenapa umat Islam masih banyak yang terjebak dalam sikap taklid buta. Misalnya, banyak umat Islam tidak memiliki akses atau kesempatan untuk mendapatkan pendidikan Islam yang mendalam.

Ketika mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup akibatnya mereka merasa tidak yakin atau ragu-ragu dalam menafsirkan ajaran agama sendiri. Sebagai akibatnya, mereka memilih untuk mengandalkan pandangan suatu kelompok untuk menentukan apa yang benar dan salah khususnya dalam menjalankan nilai-nilai agama.

Lawan Taklid Buta!

Taklid buta dalam beragama merupakan tindakan yang tidak dibenarkan Islam karena memiliki banyak dampak yang sangat berbahaya di belakangnya. Tindakan mengikuti pandangan dan persepsi orang lain tanpa mempertanyakan kebenarannya akan menjadikan seorang Muslim berpikir sempit dan kehilangan sebuah kesempatan untuk berpengetahuan.

Umat Islam akan terlena dengan apa yang disampaikan oleh orang lain tanpa melakukan upaya untuk memahami dan memperdalam ajaran agama secara langsung. Hal itu bisa membawa kita pada kesalahan pemahaman yang berbahaya.

Ketika seseorang hanya mengikuti pandangan keagamaan tanpa memahami atau merenungkan sendiri prinsip-prinsip agama, mereka cenderung tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran-ajaran tersebut.

Kekurangan pemahaman tersebut bisa menyebabkan mereka lebih rentan terhadap pengaruh ekstremis atau penafsiran ajaran yang sempit serta menciptakan ruang bagi fanatisme radikal untuk berkembang. Sebab, individu-individu ini cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh agitasi, retorika ekstrem, atau eksklusivisme.

Seperti penjelasan di atas, penyebab menjamurnya radikalisme agama salah satunya adalah kurangnya pengetahuan serta pendidikan dari umat Islam sendiri. Maka penting sekali untuk meningkatkan kualitas Muslim dengan cara memperkuat literasi mereka terhadap ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama yang benar.

Dengan memperkuat literasi umat Islam maka secara otomatis dapat memicu mereka untuk membuat benteng pertahanan dari dogma-dogma radikal dan negatif yang datang kepada mereka.

Memperkuat pengetahuan mereka tentang ajaran Islam yang benar maka artinya mengajari umat Islam agar dapat menganalisis dan mencari pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama secara mandiri. Selain itu, juga dapat mengajari untuk menelaah ada tidaknya tujuan tertentu yang menggunakan nama agama untuk kepentingan kelompok.

Penguatan literasi dapat dilakukan dengan beragam cara. Salah satunya adalah mendidik umat Islam lewat dunia digital dan sosial media sesuai perkembangan zaman. Para pakar agama yang terjamin kualitasnya harus mampu mengikuti perkembangan zaman dengan cara membuat dan memperbanyak konten-konten yang menunjukkan nilai-nilai Islam yang sejati kepada umat Islam, khususnya pengguna media digital.

Dengan menyebarnya informasi tentang ajaran-ajaran Islam yang positif, media digital dapat membuat seorang Muslim yang kurang mendapatkan kesempatan untuk mendalami ilmu agama Islam dengan benar. Selain itu, juga dapat membentuk nalar kritis umat Islam tentang cara menyikapi informasi yang datang kepada mereka, khususnya terkait ajaran Islam.

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru