28.4 C
Jakarta

Wahabi: Khawarij Kontemporer yang Harus Dilenyapkan dari Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamWahabi: Khawarij Kontemporer yang Harus Dilenyapkan dari Indonesia
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Debat kusir tentang musik semakin meresahkan. Para dedengkot Wahabi pada turun gunung menghina Ustaz Adi Hidayat (UAH) sebagai ahli syubhat, ahli bid’ah, dan caci-makian lainnya. Hanya sekali hentak, UAH ibarat berhasil membakar lumbung tikus “Wahabi”. Tidak terbayang jika para kiai NU juga ikut menanggapi, pasti orang-orang Wahabi akan semakin beringas. Jangankan menghina, mengkafirkan saja mereka sudah biasa.

Wahabi itu kalau tidak menjelek-jelekkan sesama Muslim, “cungur”-nya gatal. Betapa seringnya ulama-ulama Aswaja dianggap sesat, menyimpang, bid’ah, dan kafir sembari mengeklaim diri mereka sebagai ‘yang suci’, ‘yang paling Islam’, ‘yang paling dekat dengan Allah’, dan ‘yang punya kunci surga’. Dan untuk menangkis perlawanan atas mereka, Wahabi punya satu jurus pamungkas, yaitu “menuduhnya Syiah”.

Yang terakhir ini mirip dengan strategi “kill the messenger”, bunuh si pembawa pesan, sehingga pesan-pesan yang dibawakan secara otomatis tertolak. Sebagai contoh, misalnya Gus Baha menanggapi Wahabi tentang musik, sebagaimana yang sedang viral, maka Gus Baha akan dituduh Syiah. Syiah, dalam doktrin mereka, bukan Islam. Artinya, Gus Baha bagi mereka tidak valid karena Syiah. Brutal, bukan?

Namun tidak hanya itu. Bersamaan dengan kesukaan mereka membid’ahkan, men-Syiah-kan, dan mengkafirkan orang lain, Wahabi menutupi identitas asli mereka, yakni bahwa mereka sebenarnya adalah Khawarij kontemporer. Wahabi bertopeng dengan label ‘Salafi’, membunuh karakter musuh dengan label ‘Syiah’, dan mengelabui seluruh umat Islam agar tidak menyadari bahwa mereka sejatinya adalah kelompok Khawarij.

Sebagaimana Khawarij di zaman Sayidina Ali bin Abi Thalib, Wahabi sebagai Khawarij kontemporer memiliki doktrin dan sikap keberislaman yang seratus persen sama. Bahkan, Wahabi lebih Khawarij daripada Khawarij itu sendiri. Bayangkan, mereka memusuhi umat Islam dan mengkafirkan siapa pun yang berbeda, sembari berkomplot dengan zionis, kafir Barat, dan berlindung di bawah ketek musuh-musuh Islam.

Wahabi = Khawarij

Sebagaimana disinggung tadi, Wahabi dan Khawarij memiliki beberapa kesamaan yang menarik untuk diamati, baik secara doktrin maupun sikap keberagamaan. Meskipun mereka berasal dari konteks sejarah dan ideologi yang berbeda, keduanya serumpun sebagai perusuh agama Islam. Sedikitnya ada lima hal yang menjadi hujah kuat bahwa Wahabi adalah jelmaan Khawarij yang, bahkan, lebih barbar dari Khawarij itu sendiri.

Pertama, tafsir serampangan (leterlijk). Baik Wahabi maupun Khawarij menganut pendekatan tafsir yang sangat literal terhadap Al-Qur’an maupun hadis. Mereka suka menafsirkan nas secara serampangan, tanpa mempertimbangkan konteks historis atau asbābunnuzul dan asbābulwurūd yang memengaruhi pemahaman kontekstual dan representatif. Mereka anti-mazhab dan menafsirkan sesuai nafsunya sendiri.

Kedua, kekerasan hingga aksi teror. Wahabi, sebagaimana Khawarij, selalu mempraktikkan kekerasan dan teror atas nama Islam. Di masa awal Islam, Khawarij masyhur karena pemberontakan dan pembunuhan terhadap sesama Muslim yang dianggap tidak mengikuti ajaran mereka, sementara hari ini Wahabi sama: mengkafirkan sesama. Bahkan, mayoritas teroris, baik nasional maupun internasional, menganut Wahabisme.

Ketiga, intoleran terhadap pluralitas. Wahabi dan Khawarij menganut doktrin yang terlampau ketat dan tidak toleran terhadap perbedaan pendapat dalam Islam. Mereka suka mengutuk pemikiran dan praktik yang berbeda dari pandangan mereka sendiri, bahkan memandangnya sebagai musuh yang harus dilawan dam dihancurkan. Lihat saja yang sedang viral hari ini: hukum musik. Sekaliber UAH pun dianggap ahli syubhat yang sesat.

BACA JUGA  Anak Indonesia Maju Tanpa Khilafah

Perhatikan postingan kaum radikal Wahabi berikut:

Keempat, resistansi terhadap otoritas tradisional (al-turats dan al-madzhab). Wahabi dan Khawarij menolak otoritas tradisional sekalipun itu ulama atau lembaga keislaman—jika dipandang tidak sesuai doktrin mereka. Mereka mengeklaim diri sebagai “satu-satunya penjaga kebenaran” dan bahwa “otoritas lainnya menyimpang dari ajaran asli Islam”. Naifnya, mereka mengaku sebagai Salafi, tetapi anti ulama salaf. Memalukan!

Kelima, ini yang terparah, konsep pengkafiran sesama (takfīr). Baik Wahabi maupun Khawarij selalu mengkafirkan atau menganggap Muslim lain keluar dari Islam karena perbuatan atau keyakinan tertentu. Konsep takfīr itulah yang menjadi akar doktrin teror, sebab Wahabi punya keyakinan bahwa halal hukumnya membunuh orang lain yang tidak sama dengan mereka. Takfīr menjadi klimaks kebiadaban Wahabi di seluruh dunia.

Perhatikan postingan pengikut Wahabi berikut:

Musnahkan Wahabi!

Kelima kesamaan tersebut menjadi dalil kuat bahwa Wahabi adalah Kawarij kontemporer. Semua doktrin mereka sangat kontras dengan Indonesia yang plural, sehingga Wahabi adalah ancaman terhadap kebhinekaan, pemecah-belah umat Muslim dan antarumat beragama, serta pemantik terorisme. Karena itulah, tidak ada alasan untuk tidak melenyapkan Wahabi dari negara ini. Mereka harus dimusnahkan sepenuhnya.

Kalau Wahabi di Arab Saudi—sebagai anjing peliharaan klan Ibnu Saud—berhasil mengusir para ulama Aswaja, termasuk para ulama Nusantara yang berpengaruh di jazirah Arab pada abad XX, dan menjadikan Saudi sebagai negara berindentitaskan Islam yang paling tidak islami: lebih pro-zionis dan kafir Barat, mengapa Indonesia harus keberatan untuk memusnahkan Wahabi dari tanah air ini?

Tidak ada toleransi terhadap Wahabi. Dalam persentase yang minoritas saja, hari ini, mereka berani mengkafirkan sesama dan bertindak brutal atau bikin gaduh, apalagi ketika nanti persentase mereka semakin banyak. Orang-orang Wahabi harus dibatasi geraknya, dikerangkeng ajarannya, dan dikekang pengajian-pengajiannya. Jangan sampai masyarakat Indonesia terkena virus Wahabisme, atau negara ini akan chaos dan hancur.

Sebagaimana Wahabi di Saudi mengekang ajaran Aswaja yang non-Wahabi, Indonesia harus memiliki ketegasan yang sama. Organisasi keislaman yang mainstream, seperti NU dan Muhammadiyah, harus berada di garda terdepan dalam hal mendorong otoritas pemerintah untuk segera melenyapkan Wahabi hingga tak tersisa. Pilihannya dua: Indonesia memusnahkan mereka atau mereka yang akan melenyapkan Indonesia.

Tentu saja memusnahkan Wahabi itu butuh strategi yang kompleks. Perlu regulasi-regulasi yang relevan untuk itu, yang tidak mencederai kemanusiaan. Intinya, Wahabi wajib dilenyapkan dari negara ini. Khawarij kontemporer tidak boleh dibiarkan eksis di Indonesia dengan keragamannya. Jika pada sesama Muslim saja mereka brutal, maka jangan harap umat Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu diperlakukan lebih baik. Tidak akan pernah.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru