26.6 C
Jakarta

Menyembelih Nafsu Terorisme pada Hari Idhul Adha

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMenyembelih Nafsu Terorisme pada Hari Idhul Adha
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tidak lama lagi kita akan merayakan hari raya agung yang disebut dengan Idul Adha atau yang juga dikenal dengan sebutan Hari Raya Kurban. Disebut demikian karena pada hari itu terdapat penyembelihan hewan kurban, entah berbentuk sapi atau kambing. Kebiasaan ini sebenarnya sudah melegenda semenjak penyembelihan Nabi Isma’il. Kisah ini sudah lama. Masihkah kurban hanya sebatas penyembelihan hewan? Bukankah penyembelihan nafsu yang mendorong berbuat munkar berkedok terorisme?

Bila mengingat penyembelihan hewan kurban sebagai ganti Nabi Isma’il, ada beberapa spirit yang perlu dicamkan dan terus direfleksikan setiap waktu, lebih-lebih saat momen Hari Raya Idul Adha berlangsung. Spirit tersebut salah satunya memurnikan niat, bukan karena hasutan setan yang terkutuk. Benar, dalam proses penyembelihan Nabi Isma’il, ada beberapa fase yang dilalui oleh sang ayah Nabi Ibrahim. Fase pertama adalah Hari Tarwiyah di mana Nabi Ibrahim merenungkan makna takwil mimpi penyembelihan putranya. Fase ini tepat pada tanggal delapan Dzulhijjah. Setelah itu, beliau melalui fase kedua, yaitu Hari Arafah. Pada fase ini beliau mengetahui akan makna takwil mimpinya. Fase kedua bertepatan pada tanggal sembilan Dzulhijjah. Baru fase ketiga, yaitu Hari Nahr yang bertepatan pada tanggal sepuluh Dzulhijjah. Pada fase terakhir ini Nabi Ibrahim melakukan mimpinya berupa penyembelihan Isma’il.

Tahapan fase tersebut memiliki makna yang cukup mendalam bila direnungkan. Dengan tahapan tersebut, Nabi Ibrahim melakukan refleksi dan tabayun sehingga apa yang diperbuatnya benar-benar dikehendaki oleh Allah dan disenangi oleh manusia. Sehingga, apa yang beliau lakukan membuahkan hasil yang gemilang. Karena itu, jejak Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il setiap tahun dikenang dalam momen perayaan yang disebut dengan Hari Raya Idul Adha.

Biarlah kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il telah berlalu, namun maknanya masih tetap kuat sampai sekarang. Makna yang dapat diterapkan di era milenial kini adalah penyembelihan hawa nafsu yang tiada henti mengajak manusia berbuat munkar. Salah satu perbuatan munkar yang menimbulkan mafsadat, baik terhadap sang pelaku maupun terhadap orang lain, adalah terorisme. Terorisme merupakan perbuatan biadab yang merugikan banyak pihak dan sedikit pun tidak ditemukan sisi kemaslahatannya. Karenanya, terorisme harus disembelih atau diperangi sehingga tidak menjadi penyakit kronis yang dapat menyerang mindset banyak orang.

BACA JUGA  Berpuasalah, Agar Kamu Selamat dari Kejahatan Radikalisme

Cara untuk menyembelih nafsu terorisme adalah membumikan Islam yang moderat (wasathiyyah al-Islam). Islam model seperti ini merupakan ajaran yang disenangi oleh Allah Swt. Standar Islam moderat adalah tidak menyalahkan perbedaan dan bersikap lemah lembut, walau tidak sepaham. Allah menyinggung pentingnya moderasi dalam surah al-Baqarah ayat 143: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Yang dimaksud dengan umat yang adil dan pilihan adalah mereka yang bersikap moderat. Karena, adil semakna dengan moderat atau berada di tengah.

Selain itu, nafsu terorisme hendaknya diperangi dan disembelih dengan menghindari fanatisme. Sikap fanatis sesungguhnya sikap yang picik, karena sikap ini menuhankan kebenaran hanya pada satu sisi dan berpihak pada apa yang dipahami sendiri. Sedangkan, apa yang dipahami orang lain diklaim salah dan sesat, bahkan dikafirkan. Karena tertutup melihat luasnya medan kebenaran, maka sikap fanatis mudah mendorong seseorang bersikap menyalahkan perbedaan dan mencegah kemaksiatan dengan tindakan kekerasan. Salah satu bentuk terorisme adalah bom gereja, masjid, kompleks kepolisian, bahkan yang lebih tragis bom bunuh diri. Naudzu billah.

Demikianlah dua cara menyembelih dan memerangi nafsu terorisme pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari yang lain. Mari pahami Idul Adha bukan hanya sebatas menyembelih hewan yang cenderung fisik, tapi juga menyembelih nafsu yang cenderung psikis. Penyembelihan nafsu lebih penting sebagai bentuk menyambut perayaan Idul Adha tahun ini. Selamat Hari Raya Idul Adha, kawan![] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru