27.8 C
Jakarta

Mengapa Isu Khilafah Terus Mengakar pada Waktu Pemilu?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMengapa Isu Khilafah Terus Mengakar pada Waktu Pemilu?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Pemilu akan segera berlangsung pada Februari mendatang. Seluruh politisi sibuk melakukan kampanye secara langsung ataupun di media sosial. Namun yang tak kalah sibuknya adalah aktivis khilafah yang sedang menyuarakan bangkitnya khilafah di Indonesia. Menjelang Pemilu, mereka sama sibuknya dengan para politisi yang sedang kampanye. Di media sosial, di berbagai platform, mereka sibuk menyiapkan narasi propaganda untuk mendapat dukungan dari masyarakat mengenai tegaknya khilafah di Indonesia.

Melalui platform media online andalan mereka (red; Muslimahnews.net), segala jenis keburukan dan kegagalan pemerintah ditulis. Menjelang Pemilu, narasi tersebut sangat ciamik untuk mendapat dukungan dari masyarakat karena kegagalan pemerintah dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Di platform media sosial, seperti Instagram, misalnya. Postingan mereka juga berbentuk propaganda, seputar tentang pemerintah, Pemilu serta narasi sejenis yang mendiskreditkan pemerintah.

Apakah kita menolak kritik terhadap pemerintah? Sebetulnya tidak. Karena kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah bagian dari demokrasi itu sendiri. Namun, dalam konteks narasi yang dikampanyekan oleh aktivis khilafah, bertujuan untuk mendeklarasikan bangkitnya khilafah di Indonesia. Ini bukan lagi bersifat kritik, namun sejenis hama yang mengganggu demokrasi di Indonesia.

Politik Dinasti Memperkeruh Narasi Khilafah di Indonesia

Politik dinasti yang diciptakan oleh Jokowi dengan kehadiran Gibran sebagai Cawapres dari Capres Prabowo Subianto, menjadi babak baru dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Drama politik ini dimanfaatkan oleh para aktivis khilafah untuk melihat betapa bobroknya demokrasi di Indonesia. Dinasti yang diciptakan oleh Jokowi, di mana sepertinya akan terjadi di masa yang akan datang, dimanfaatkan oleh para aktivis khilafah untuk melakukan propaganda dan menebarkan narasi khilafah di media sosial.

Sama halnya dengan menolak narasi khilafah yang terus berkembang di Indonesia, menolak politik dinasti adalah suatu yang harus bagi kita sebagai bangsa Indonesia. Salah satu cara untuk melawan khilafahisasi di Indonesia yang terus mengakar adalah dengan tidak mendukung politik dinasti yang terjadi Indonesia. Mengapa demikian? Politik dinasti adalah wujud dari menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia. Keberadaan politik dinasti, semakin memberikan lubang besar yang akan diisi oleh aktivis khilafah.

BACA JUGA  Paradoks Toleransi: Kita Tidak Boleh Toleran Terhadap HTI, Perusak NKRI

Narasi kejayaan masa lalu tentang kesejahteraan masyarakat yang diciptakan oleh kepemimpinan di bawah naungan khilafah, adalah narasi memabukkan yang usang. Masyarakat selalu diajak untuk bernostalgia dengan masa lalu karena hari ini, pemerintah belum menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Ini juga menjadi alasan mengapa semakin banyak umat Muslim bergabung dalam kelompok radikal, lantaran janji masa lalu yang dibawa oleh para aktivis khilafah.

Selain itu, di tengah hiruk pikuk persoalan politik yang terjadi di Indonesia, kelompok ekstremis lain, seperti JAD dan ISIS memanfaatkan momentum ini untuk terus bergerilya melakukan penggalangan dana, bergerak di masyarakat untuk Golput dengan alasan bahwa, memilih pemimpin dengan cara yang tidak islami, adalah bentuk kekafiran. Tumbuhnya kelompok ekstremis di Indonesia dengan berbagai wajah organisasi, semakin memperkuat isu khilafah di Indonesia.

Misi mendirikan negara Islam di Indonesia dibawa oleh banyak organisasi di Indonesia, menjadikan isu khilafah tetap mengakar, terutama pada saat Pemilu. Ada kelompok ekstremis yang pro terhadap kekerasan. Mereka membawa kekerasan pada wajah agama. Ada pula kelompok radikal yang memainkan narasi propaganda untuk mengumpulkan suara masyarakat dan menyebarkan kebobrokan pemerintah. Meskipun tidak seperti kelompok pertama, mereka sama bobroknya, karena menginginkan Indonesia hancur digantikan dengan Indonesia islami.

Pemilu adalah momentum yang sangat strategis bagi kelompok radikal atau ekstremis untuk mencari suara bangsa Indonesia dalam upaya menegakkan khilafah di Indonesia. Selain karena gerakan mereka sangat massif di berbagai kesempatan, keberadaan politik dinasti semakin memberi ruang bagi mereka untuk membuktikan bahwa demokrasi di Indonesia sangat bobrok. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru