27.6 C
Jakarta

Ulama dan Amanat Berantas Politik Identitas

Artikel Trending

KhazanahOpiniUlama dan Amanat Berantas Politik Identitas
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Jelang tahun politik keberadaan ulama atau agamwan yang merupakan perpanjangan pemerintah di Kementerian Agama sangat penting dalam melakukan pencegahan politik identitas berbasis agama yang berefek timbulnya kegaduhan dalam masyarakat.

Masyarakat Indonesia diminta untuk waspada dengan penggunaan politik identitas bernuansa keagamaan yang kembali marak akhir-akhir ini.

Keberadaan politik identitas dengan memanfaatkan simbol-simbol agama rawan memecah-belah umat. Bahkan, membahayakan keutuhan bangsa. Memasuki tahun politik, banyak aktor politik yang berpikiran sempit demi memuluskan kepentingannya.

Sekali lagi, politik identitas dengan memanfaatkan simbol-simbol agama rawan memecah-belah umat. Bahkan, membahayakan keutuhan bangsa. Memasuki tahun politik, banyak aktor politik yang berpikiran sempit demi memuluskan kepentingannya.

Menag Yaqut mengatakan, bangsa Indonesia dibangun di atas perjuangan berat para pendiri untuk menyatukan berbagai perbedaan yang ada seperti agama, suku, ras, golongan, bahasa, dan lain sebagainya. Persatuan yang telah terbina kuat hingga saat ini sudah seharusnya terus dirawat dan dijaga karena Indonesia terbukti menjadi rumah bersama.

Posisi ulama sangat sentral karena ditempatkan seperti ulama, rahib, biksu, pastur, sebagai teladan. Di antara tugas profetik ulama adalah, pertama, mengajarkan ilmu, menyemarakkan tarbiah, khususnya berkaitan dengan wisdom. Tugas ini dilakukan dalam bentuk bimbingan kepada masyarakat binaannya agar memiliki wawasan keagamaan dan kebangsaan.

Kedua, menyempurnakan akal. Kemampuan rasional umat perlu didorong agar mampu menemukan kualitas hidup yang bertumpu pada pilar-pilar ilmu pengetahuan. Ulama harus mampu mentransfer ilmu kepada masyarakat yang dibutuhkan agar tidak mudah dipermaikan secara politik. Ketiga, menegakkan keadilan secara lebih luas.

Tugas ini mungkin telah melekat pada profesi lain, seperti hakim, pejabat publik, atau lainnya. Namun, ulama juga harus bisa menunjukkan perilaku adil sehingga menjadi teladan bagi umatnya, khususnya dalam urusan politik praktis. Selanjutnya menyelamatkan manusia dari kegelapan dan mengajak pada kehidupan yang lebih baik.

Tugas ini ditekankan pada aspek pengembangan moral agar umat memedomani nilai-nilai universal agama. Agama jangan hanya dimainkan di luarnya tanpa memperhatikan substansi ajarannya.

Jika dilihat faktanya, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Selain itu Indonesia tercipta sebagai bangsa yang mencintai kedamaian dan rukun dalam bingkai kemajemukan. Ini merupakan anugerah Tuhan yang amat besar yang patut disyukuri, agar mesyarakat terus menjaganya dan tidak boleh terpecah belah. Jangan hanya karena perbedaan politik lalu bermusuhan.

Amanat ulama adalah selalu mengingatkan masyarakat untuk tidak lalai atas nikmat-nikmat yang Tuhan diberikan. Selain itu, membebaskan manusia dari sikap dan perilaku destruktif. Ada kecenderungan sebagian masyarakat yang mengarah pada sikap dan perilaku merusak dalam semua sendi kehidupan, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, perilaku seksual menyimpang, dan lainnya.

Ulama hadir untuk membebaskan masyarakat agar terhindar dari situasi tersebut agar tidak merusak tatanan sosial yang sudah mapan dan baik. Dari tugas ini, ulama mesti dapat mencairkan suasana yang panas, melembutkan yang keras, dan mendamaikan yang bertikai sehingga eksistensinya benar-benar dirasakan masyarakat.

Saatnya ulama berperan secara lebih optimal, dan semua pihak juga memberikan perhatian lebih agar mereka tetap berdiri dengan kepala tegak, mendapat kesejahteraan yang layak, dan tentu saja dapat hidup bahagia dunia dan akhirat.

Menag Yaqut mengingatkan, kita wajib mengantisipasi kondisi sosial keagamaan di tahun politik ini. Menurutnya, kontestasi Pemilu di Indonesia berpotensi memunculkan kampanye politik identitas yang menjadikan agama sebagai modal sosial. Ia menyambung, konsolidasi politik akan banyak dilakukan di tempat-tempat ibadah.

BACA JUGA  Rekonsiliasi Pasca-Pemilu: Jalan Menjaga Solidaritas Kebangsaan

Kita menghadapi tahun-tahun politik, di mana rumah ibadah sangat rawan dijadikan tempat politisasi agama. Indonesia sebagai negara demokrasi tidak dapat menghindari dan menghilangkan politik identitas. Namun, hal itu dapat diantisipasi, misalnya, dengan menyusun program moderasi beragama berbasis rumah ibadah.

Di negara demokrasi, politik identitas tidak mungkin dihindari dan dihilangkan, yang paling mungkin adalah melakukan minimalisasi, misalnya melalui program MPMB atau Masjid Pelopor Moderasi Beragama. Itu menjadi sangat signifikan. Kita harus sama-sama membaca situasi dan menetapkan langkah awal yang paling tepat untuk menghadapi hal-hal yang mungkin terjadi di tahun politik.

Upaya penanganan politik identitas destruktif menurut Elsa Kristina Hutapea dkk tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara Pemilu namun juga seluruh pihak yang berkaitan dengan Pemilu seperti pemerintah, masyarakat, dan partai politik, juga ulama.

Strategi yang dapat dilakukan elemen ulama atau agamawan adalah melalui penyuluhan pendidikan politik berbasis agama yang menyasar kepada seluruh lapisan elemen masyarakat. Pendidikan politik berbasis agama ini pada dasarnya lahir akibat banyaknya permasalahan dan perbedaan memaknai politik oleh masyarakat Indonesia.

Kondisi ini juga relevan karena diterapkannya Pemilu yang bersifat langsung dan dilakukan oleh masyarakat tanpa keterwakilan. Hal tersebut memaksa pendidikan politik bagi setiap individu penting untuk dilakukan.

Melihat dari pendidikan politik dan permasalah yang ada ada beberapa hal yang mendasari mengapa adanya perbedaan memaknai politik karena disatu sisi masih adanya masyarakat yang tidak merasa adanya manfaat kehadiran partai politik untuk kemajuan dan kesejahteraan mereka.

Masyarakat selama ini tidak memahami fungsi partai politik dalam bernegara. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya keterlibatan struktur partai maupun kaderkadernya di semua tingkatan untuk memberikan pendidikan politik. Masyarakat tentu bisa merasakan kehadiran partai politik jika partai politik menyelesaikan masalah-masalah nyata mereka, sehingga masyarakat terbuka akan kesadaran politiknya.

Dari hal tersebut juga masyarakat memahami bahwa dari semua partai politik merasakan dan mendapatkan makna baru terhadap partai politik yang berkompetensi (Daryanto, 2019).

Pendidikan politik berbasis agama ini melalui ulama atau agamawan diharapkan dapat mencegah praktik politik identitas destruktif yang terjadi dalam kancah Pemilu. Hal ini didukung melalui nilai kognitif dan afektif yang ditanamkan kepada masyarakat yang didalamnya terdapat aspek yang mampu mereduksi dampak politik identitas destruktif.

Adapun nilai pendidikan politik yang dapat ditanamkan dalam masyarakat yang terkait dengan politik identitas destruktif adalah toleransi dan pluralisme. Sehubungan dengan pendidikan politik peneliti menyadari perlu ditekankan dalam hal ini kesadaran politik secara bersama warga negara.

Keadaan yang dibangun di pendidikan politik yaitu kesadaran kritis dimana nantinya warga negara Indonesia kompetitif dan kuat. Pendidikan politik dapat dibagi menjadi dua pendidikan yaitu pendidikan politik formal dan pendidikan politik informal (Jurdi, 2020).

Pendidikan politik berbasis agama baik formal dan non-formal dapat dilakukan dengan melakukan dan pelatihan dan pendidikan secara terus menerus ini dimulai agar masyarakat sadar bahwa toleransi dibutuhkan dan keadaan pluralisme di Indonesia tidak bisa dihindari.

Sedangkan pendidikan politik informal dengan transparansi akan fungsi dan tugas yang akan diselenggarakan, tidak membuat kebohongan politik, meminta adanya evaluasi jika fungsi dan tugas telah dilakukan. Tujuannya, masyarakat nantinya paham dan tidak terpengaruh akan keadaan yang bisa memecah persatuan dan kesatuan Indonesia.

Berdasarkan dari paparan di atas, ulama atau agamawan dalam mencegah politik identitas memilki peran yang urgen mensosialisasikan efek negatif di balik politik identitas. Politik identitas harus dilawan karena bahayakan bangsa dan negeri ini.

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru