33.5 C
Jakarta

Terorisme Melandai, BNPT Mau Ngapain Lagi?

Artikel Trending

Milenial IslamTerorisme Melandai, BNPT Mau Ngapain Lagi?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Komjen Pol. Prof. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel mengonfirmasi turunnya ancaman terorisme di Indonesia. Menurutnya, penurunan tersebut disebabkan adanya perubahan pola pergerakan sel teroris di satu sisi dan masifnya penindakan aparat penegak hukum di sisi lainnya. Pertanyaannya, kalau terorisme melandai, BNPT mau ngapain lagi ke depan?

Tunggu. Tidak bisa begitu. Terorisme itu tidak pernah mati. Ia hanya menurun secara indeks. Persentase ancamannya melandai. Namun demikian, para teroris masih bisa bangun lagi kapan saja mereka mau. Yang mesti ditanya bukanlah apa tugas BNPT ke depan—tentu saja mereka harus kerja seoptimal mungkin. Yang harus ditanyakan adalah, pada saat-saat melandai seperti sekarang, itu teroris dan eks-teroris berbuat apa saja? Jual minyak jelantah? Sepertinya mustahil.

Pasti ada yang mereka lakukan, yang tengah mereka rencanakan untuk eksistensi jangka panjang. Teroris tidak akan pernah mundur. Perjuangan mereka dibasiskan pada Islam. Selama mereka merasa Muslim, mereka pasti merasa punya beban moral untuk berjihad. Jihad dalam tafsiran para jihadis, tentunya. Itulah yang harus diungkap ke publik. Jadi, BNPT masih banyak tugas. Sebagai otoritas terkait kontra-terorisme, BNPT tidak boleh kerja main-main saja.

Untuk diketahui, BNPT dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010. Sebelumnya cikal bakal lembaga ini adalah Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT). Tugas utamanya ialah penanggulangan terorisme. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BNPT dikoordinasikan Menko Polhukam. Sejak pendiriannya hingga sekarang, BNPT telah banyak berkiprah dalam menangani terorisme di Indonesia. Dalam aspek deradikalisasi, utamanya.

BNPT dan Kontra-Terorisme

Secara garis besar, BNPT punya tiga tugas. Pertama, deradikalisasi. Program ini menargetkan individu yang terlibat dalam aktivitas terorisme, baik sebagai tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, eks-napiter, maupun orang atau kelompok foreign terrorist fighters (FTF). Karena itu, program ini berjalan di Lapas. Tahapannya mencakup identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial. Dalam tahap identifikasi, faktor-faktor pendorong napiter dipelajari.

Setelah itu, mereka menjalani program rehabilitasi dan reedukasi yang bertujuan untuk mengubah pemikiran dan sikap mereka menjadi lebih moderat, menolak ekstremisme, dan menentang terorisme. Ketika itu selesai, mereka akan tanda tangan ikrar NKRI. Tahap berikutnya ialah reintegrasi sosial, yang melibatkan pemulihan eks-napiter ke masyarakat dengan membangun kembali hubungan positif dan memfasilitasi mereka kesempatan kehidupan yang lebih baik.

Kedua, kontra-radikalisasi, yang didasarkan pada Pasal 43C UU No. 5 Tahun 2018. Kontra-radikalisasi meliputi upaya untuk kontra-narasi, kontra-propaganda, dan kontra-ideologi kelompok teroris. BNPT bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Densus 88 dan BIN, untuk menyusun narasi kontra-radikal-terorisme, melawan propaganda yang digunakan kelompok teroris, dan menentang ideologi yang mendorong tindakan kekerasan.

BACA JUGA  Khilafah di Indonesia: Antara Ghirah Keislaman dan Kecemasan Berbangsa-Bernegara

Karena itu, program ini berlangsung di luar Lapas. Tahapannya mencakup pembinaan wawasan kebangsaan, keagamaan, dan kewirausahaan. Pembinaan wawasan kebangsaan bertujuan untuk memperkuat nasionalisme dan mengajarkan Pancasila sebagai ideologi negara. Pembinaan wawasan keagamaan fokus membangun pemahaman yang benar tentang agama damaian, toleran, dan saling menghormati. Sementara itu, kewirausahaan mendampingi eks-napiter dalam penyejahteraan finansial.

Ketiga, kesiapsiagaan nasional, yang didasarkan pada Pasal 43B UU No. 5 Tahun 2018. BNPT berupaya untuk memperkuat masyarakat, meningkatkan kemampuan aparat perlindungan, dan meningkatkan sarana dan prasarana dalam menghadapi ancaman terorisme. Program ini mencakup pengembangan kajian tentang terorisme, pemetaan wilayah rawan terorisme, dan peningkatan kesadaran serta keterampilan masyarakat dalam mengenali dan melaporkan tanda potensi terorisme.

Mau Ngapain Lagi?

Berdasarkan tiga tugas tersebut, BNPT punya misi besar dalam terorisme demi memastikan keamanan masyarakat. Hingga kini, BNPT terus berupaya melibatkan berbagai pihak, baik dari pemerintah, masyarakat, agama, dan lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kerja sama yang kuat, Indonesia diproyeksikan dapat melawan paham radikal, membangun harmoni masyarakat, dan mencegah aksi terorisme di masa depan.

Lalu, jika deradikalisasi dan kontra-radikalisasi sudah kelar, mau ngapain lagi? Jawabannya adalah optimalisasi program ketiga tadi, yakni kesiapsiagaan nasional. Kepala BNPT, Rycko Amelza benar ketika mengatakan bahwa seiring melandainya terorisme, para teroris atau pun eks-teroris yang belum sembuh total tengah mengubah strategi mereka. Mereka tengah mendaur ulang, meregenerasi teroris, untuk tujuan keberlangsungan terorisme di masa yang akan datang.

Dalam konteks itulah, ke depan, kesiapsiagaan nasional perlu menjadi program prioritas. Adalah naif jika sekelas BNPT kecolongan. Tiba-tiba, misalnya, sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang, terorisme semarak kembali sebagaimana semaraknya terorisme dua dekade terakhir. Melandainya terorisme hanyalah jeda, bukan titik. Teroris tidak benar-benar berhenti, sekadar menyiapkan diri. Jadi kalau BNPT mau ngapain lagi, jawabannya adalah kerja untuk kesiapsiagaan nasional.

Kesiapsiagaan yang dimaksud itu bagaimana? Untuk hal itu, BNPT pasti lebih tahu apa yang perlu mereka rencanakan ke depan. Yang jelas, kesiapsiagaan nasional tidak seperti program menanam jagung ke daerah-daerah terpadu Nusantara. Eh.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru