32.5 C
Jakarta

Terorisme di Indonesia dan Filipina: Perang Melawan Penghancur Dunia

Artikel Trending

KhazanahTelaahTerorisme di Indonesia dan Filipina: Perang Melawan Penghancur Dunia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com-Indonesia dan Filipina merupakan dua negara yang menjadi ladang kelompok teroris. Penting sekali melihat bagaimana dua negara ini menangani kasus terorisme mengingat bahwa Indonesia dan Filipina memiliki kemiripan yang cukup mendasar. Persamaan yang terlihat sejak awal adalah letak daerah Filipina maupun Indonesia yang terletak jauh dari pusat pemerintahan, yang dijadikan tempat untuk perencanaan dan pelatihan teror.

Di Filipina ada Mandanao yang menjadi tempat menjamurnya para kelompok teroris. Ini mirip dengan Poso, di Indonesia. Kelompok terorisme di Filipina memiliki markas atau basecamp bagi para kelompok teror, sedangkan di Indonesia, sulit membuat wilayah khusus yang menjadikan basecamp para teroris. Kalaupun di Poso banyak teroris, di daerah lain juga tidak bisa diprediksi karena begitu banyaknya kelompok yang menyebar, dengan berbagai organisasi yang menjadi payungnya.

Berdasarkan data, Institute for Economics and Peace (IEP) menghimpun sekor indeks terorisme global (global terrorism index/GTI) di negara-negara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Filipina termasuk negara kedua tertinggi setelah Myanmar dengan skor 6,328 poin. Meskipun tetap menjadi negara kedua, Filipina mencatat tingkat terorisme terendah sejak awal penghitungan GTI. Setelah Filipina yakni Indonesia dengan skor 5,502 poin. Menurut IEP, Indonesia telah mencatat jumlah serangan terendah sejak 2014, dengan tujuh serangan mengakibatkan 25 kematian.

Kedua negara ini, menunjukkan kemiripan dalam persoalan terorisme. Sehingga sangat menarik untuk ditelisik. Jika melihat permulaan terjadinya, terorisme di Filipina Selatan terjadi akibat adanya konflik Moro yang merupakan pemberontakan dil wilayah Mindanao di Filipina Selatan. Konflik Moro terjadi akibat faktor masalah di masa lampau yakni marginalisasi yang disebabkan kebijakan sangat memaksa disertai wilayah Mindanao dan Sulu ke wilayah dan persemakmuran Filipina pada tahun 1935. Akibat konflik ini, suhu politik makin meninggi dan menyebabkan lahirnya konflik antara pemberontak Bangsamoro dengan pemerintah Filipina.

Di Indonesia, persoalan terorisme di mulai dari masa DI/TII di era 1949, kelompok yang memiliki semangat perubahan sangat tinggi untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Gerakan ini dipimpin oleh Kahar muzakar di Sulawesi, Kartosuwiryo di Jawa Barat, dan Daud Bireuh di Aceh. Tren terorisme berubah seiring berjalannya waktu dengan kehadiran Jamaah Islamiyah yang dimulai pada tahun 1983. Kelompok ini menyebarkan paham melalui pondok pesantren dan menjadi bibit yang sangat ampuh dalam penyebaran ideologi kepada anak muda untuk menjadi militan dalam melakukan gerakan perubahan, sesuai dengan arah gerakan ideologinya.

BACA JUGA  Belajar dari Keberhasilan Fatayat NU Jawa Barat dalam Penanggulangan Radikalisme

Meskipun masalah terorisme dimulai sudah lama, namun sampai hari ini, hantu yang membayangi kedua negara ini, masih terus menjadi virus yang menggorogoti keamanan kedua negara ini. Baik Indonesia ataupun Filipina, berupaya keras untuk melawan terorisme sejak awal.

Filipina melakukan berbagai strategi, seperti: pertama, upaya represif. Strategi ini menggunakan militer Filipina untuk menanggulangi tindak pidana terorisme. Para militer melakukan pertempuran dengan kelompok terorisme. Manajemen untuk melakukan perlawanan menjadi sesuatu yang wajib yang ditegakkan untuk melawan kelompok terorisme.

Kedua, upaya preventif. Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi terorisme. Hal ini dilakukan dengan berbagai hal seperti: penegakan hukum secara terorganisir, mengamankan target yang dianggap potensial agar tidak terjerat ideologi hingga memperhatian kelompok sosial rentan agar tidak mudah dibujuk dan dirayu kelompok teroris.

Ketiga, upaya preemtif di mana yang dilakukan oleh pemerintah adalah menggunakan budaya dan agama sebagai alat untuk melawan terorisme. Ketika perlawanan di Filipina salah satu faktornya adalah marginalisasi umat Muslim, pemerintah Filipina mulai memberikan kuota bagi para umat Muslim untuk masuk dalam militer sehingga tidak ada lagi termarginalkan atau terdiskriminasi.

Strategi ini sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya melawan teroris. Meski begitu, gerakan tidak mati. Mereka bereinkarnasi dengan berbagai acara untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah dan membentuk negara Islam.

Sama-sama Negara Berkembang

Indonesia dan Filipina adalah sama-sama negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara. Peristiwa pengeboman yang terjadi pada sebuah gym di sebuah gym kampus di Filipina Selatan, Universitas Negeri Mindanao, saat misa Katolik, beberapa waktu lalu, membuka tabir bahwa, Marawi adalah wilayah yang berbatasan Provinsi Sulawesi Utara (Indonesia).

Keterkaitan para teroris di Filipina dan Indonesia, mengharuskan kita untuk terus menggali informasi, bagaimana penegakan kebijakan terkait teroris di kedua negara ini. Penting bagi kita, masyarakat Indonesia mengetahui bahwa, pergerakan teroris yang dilakukan di kedua negara ini. Hal ini juga menjadi alasan kita untuk terus mengantisipasi terjadinya teror. Selain itu, agar masyarakat memiliki awareness yang tinggi terhadap teror, sehingga tidak membebankan masalah ini, kepada pemerintah semata. Akan tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama sebagai masyarakat Indonesia. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru