26.1 C
Jakarta

Penutupan Masjid Saat PPKM: Kemanusiaan Lebih Penting di Atas Apapun

Artikel Trending

KhazanahTelaahPenutupan Masjid Saat PPKM: Kemanusiaan Lebih Penting di Atas Apapun
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Lagi-lagi persoalan kebijakan pemerintah terkait PPKM Jawa yang berlangsung pada 3-20 Juli 2021 tentang penutupan “Tempat ibadah seperti masjid, mushala, gereja, pura, wihara, dan kelenteng, serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah ditutup sementara.” Menuai pro-kontra sangat massif dari berbagai kalangan.

Komentar ini datang tidak lepas dari latar belakang politik yang marak menuduh bahwa rezim ini anti terhadap agama. Alih-alih komentar yang datang pada saat penutupan masjid ini sangat beragam dan menimbulkan kekacauan pikiran masyarakat serta keraguann yang tiada henti, bahkan lebih dari itu membuat gusar. Sebab yang bicara tidak hanya orang awam, tokoh publik yang disegani masyarakatpun ikut menyuarakan tentang kebijakan penutupan masjid ini.

Belum lagi dengan disusulnya edaran Menteri Agama No SE 17 tahun 2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Salat Iduladha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kurban Tahun 1442 H/2021 M di Wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat semakin membuat panas para kelompok yang anti pemerintah, bahkan kelompok Islamis semakin kebakaran jenggot hingga menuai berbagai komentar peda.

Fenomena ini macam endorse produk saja, sebab yang bicara soal penolakan penutupan masjid ini adalah orang-orang yang memiliki followers banyak, dan mampu memberikan pengaruh terhadap masyarakat muslim yang sedang mengalami kegalauan pandemi covid-19. Kondisi galau seharusnya membuat tenang masyarakat, justru sebaliknya. Masyarakat dihantui dengan kemarahan Tuhan akibat ditutupnya masjid, belum lagi narasi yang lain, seolah-olah mengambil otoritas Tuhan saja.

Komentar Para Tokoh Sangat Diperlukan

“Jangan hanya jadi shaleh/shaleha (baik) dengan beriabdah. Jangan memandang orang salih itu ibadahnya di masjid, mengabaikan wabah. Jadilah Muslih/Muslihah, orang yang membawa kebaikan. Beribadahlah di rumah, karena ingin #salingjaga sesama warga #PrayFromHome” sebuah cuitan yang ditulis oleh Alissa Wahid pada 07-07-2021.

“Kenapa masjid ditutup sementara pasar boleh buka dg prokes? Hukum shalat jamaah di masjid menurut jumhur ulama itu sunnah, bukan wajib. Ente masih bisa shalat di rumah Kalau pasar ditutup, ente mau mati kelaparan? Makanya mikir dong mana perkara yg kategori wajib dan yg tidak!” cuitan yang ditulis oleh Khazanah GNH pada 07-07-2021.

BACA JUGA  Pendidikan Demokrasi di Lembaga Pendidikan Islam: Upaya Preventif Penyebaran Khilafahisme untuk Anak Muda

Setidaknya dari 2 cuitan yang diambil sebagai contoh oleh penulis menjadi narasi pembanding ditengah maraknya narasi liar yang menyebar dimasyarakat tentang penolakan penutupan masjid. Sebab pada dua cuitan diatasm beribu-beribu retweet yang muncul dari cuitan diatas dengan banyaknya pembaca, sedikitnya bisa menjangkau masyarakat untuk sejenak berpikir dan memfilter kebijakan pemerintah, yang tidak lain untuk melindungi masyarakat serta menekan laju penyebaran covid-19.

Logika yang dilontarkan pada cuitan diatas tidak hanya sekedar fokus pada narasi yang tersebar, akan tetapi kedua sosok yang menyampaikan adalah tokoh publik. Secara keilmuan agama memiliki kredibilitas yang mumpuni, tidak hanya itu, keduanya memiliki kemampuan sosial yang cukup bagus. Sehingga melihat fenomena yang terjadi sekarang, tidak sekedar dilihat dari satu sisi saja.

Dengan artian, saleh ritual dan sosial menjadi pertimbangan yang cukup serius dan landasan pada setiap kalimat yang disebarkan untuk mengkounter fenomena kurang menyenangkan, apalagi persoalan semacam ini membawa nama agama.

Kita membutuhkan banyak konten-konten semacam ini. mudah dimenegrti oleh masyarakat awam, tidak perlu dalil yang harus dihafalkan dan diingat oleh pembaca, sebab hanya cukup memakai logika sederhana, kemudian bisa menerima kebijakan penutupan masjid pada saat PPKM.

Islam Tidak Mempersulit

Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai bila keringanan yang diberikan oleh-Nya dilaksanakan, sebagaimana Dia membenci kemaksiatan kepada-Nya.” (HR Ahmad).

Salah satu hadis ini barangkali sangat cukup untuk dijadikan landasan kepada kita sebagai umat muslim bahwa tidak apa-apa, masjid ditutup sementara demi kemashlahatan bersmaa untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Apakah hanya hadis ini yang dijadikan landasan kita? Tidak, masih banyak sekali yang cukup memperkuat alasan. Intinya, Islam tidak pernah mempersulit umatnya, apalagi membahayakan umatnya.

Sebab beribadah kepada Allah, bisa dilaksanakan dimana saja, tidak mengurangi kekhusyukan dan tidak mengganggu relasi manusia kepada Allah. Saat ini kita berjuang demi kemanusiaan, semata-mata untuk menyelamatkan sesama. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru