33.2 C
Jakarta

HEADLINE: Mengapa Jokowi Harus Mundur?

Artikel Trending

EditorialIndonesiaHEADLINE: Mengapa Jokowi Harus Mundur?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tagar #BapakPresidenMenyerahlah di Twitter menjadi trending teratas dengan jumlah cuitan di atas angka dua puluh ribu. Artinya, puluhan ribu orang menginginkan Presiden Jokowi lengser. Entah siapa suksesornya, yang jelas rakyat tidak puas dengan kinerja pemerintah. PPKM yang berlangsung hingga Hari Iduladha nanti juga dipelesetkan menjadi Pak Presiden Kapan Mundur?

Namun perlu ditanyakan secara kritis, apakah narasi pemakzulan tersebut lahir pure karena menganggap Jokowi gagal atau terprovokasi oleh narasi-narasi di media sosial tentang kegagaltotalan kepemimpinan Jokowi?

Alasan pemakzulan terhadap Jokowi selalu bergema dengan sejumlah alasan personal. Padahal, bagi seorang presiden, setiap keputusan bukanlah keputusan individu, melainkan berdasar mufakat. Maka jika ada yang berbeda antara ucapan dan kenyataan, itu murni karena dinamika politik, bukan karena inkonsistensi Jokowi.

Karena dinamika politik, maka jika pun Jokowi mundur, cita-cita perbaikan yang para oposan tawarkan akan tetap menjadi wacana belaka. Tagar #IndonesiaKolaps mengabaikan kebenaran bahwa Covid-19 yang menggila adalah masalah besar, tidak bisa terkendali dengan menyalahkan satu orang dan tidak selesai hanya dengan cuit dan meme sarkastis.

Misal, BEM UI melabeli Jokowi sebagai King of Lip Service, dan yang terbaru meme BEM KM UNNES yang malabeli KH Ma’ruf Amin sebagai King of Silent dan Puan Maharani sebagai Queen of Ghosting. Setelah Jokowi menyikapi BEM UI dengan keterbukaan, kritik serupa dari mahasiswa lain yang masih tidak jelas arahnya, dan cenderung hanya ingin viral saja.

Namun, bagaimana jika Jokowi benar-benar mundur?

Iklim demokrasi di Indonesia, yang oleh Hadiz (2019) disebut demokrasi illiberal, memungkinkan semua hal buruk terjadi. Kritik yang terus menerus terhadap pemerintah satu sisi akan memantik respons represif, tetapi pada saat yang bersamaan kepercayaan terhadap Reformasi semakin tergerus. Jika di kalangan oposan, Jokowi dianggap komunis, maka di kalangan mahasiswa ia dianggap otoriter.

Maka jika Jokowi benar-benar mundur, alih-alih menyelesaikan masalah yang ada, kita justru akan masuk ke masalah yang lain. Masalah barunya adalah suksesi kepemimpinan dan reorientasi program kerja. Pesta demokrasi bukan sesuatu yang mudah, butuh biaya yang tak sedikit, dan belum tentu penggantinya lebih baik dari yang sekarang.

Presiden yang baru bahkan akan memiliki program kerja prioritas yang berbeda. Dengan kata lain, perjuangan pemerintah selama ini boleh jadi tidak lagi berguna, dan pemerintahan fokus ke program yang lain. Misalnya, program deradikalisasi. Bagaimana jika ternyata nanti justru yang ada di tampuk kepemimpinan adalah mereka yang afiliasi transnasional, PKS misalnya?

Mahasiswa tidak punya kuasa untuk berada di puncak eksekutif, dengan hanya mengandalkan aspirasi di tataran akar rumput. Mereka yang hari ini lantang mengkritik bahkan menghina presiden masih memiliki ruang bebas, hal berbeda yang akan mereka dapatkan jika transnasionalis memimpin. Aspirasi hanya menjadi arsip dan kebebasan yang para mahasiswa idamkan tidak ketemu hasilnya.

Jadi, jika demikian, mengapa Jokowi harus mundur?

Mengkritik pemerintah karena ketidakpuasan merupakan warisan Reformasi. Tetapi kritik yang dimaksud harus proporsional dan tepat sasaran. Para pembuat meme sarkastis yang mengolok-olok presiden dengan dalih demokrasi jelas menyalahgunakan demokrasi itu sendiri.

Kesal terhadap buzzer yang meresahkan hukumnya boleh-boleh saja, bahkan harus. Tetapi kalau mau menyerang balik, kita harus menyerang narasi yang mereka dengan argumentasi logis, tidak dengan menyerang personal Jokowi. Selain tidak bermanfaat, nanti bisa terjerat pasal penghinaan dan UU ITE.

Jika Jokowi tercitrakan buruk di mata mahasiswa karena kewalahan pemerintah menghadapi Covid-19, apakah lantas ia wajib turun? Siapa yang menjamin bahwa penggantinya akan menjadi representasi para mahasiswa maupun warganet, juga siapa yang menjami bahwa para mahasiswa—jika Jokowi mundur—masih akan bebas mengkritik presiden seradikal meme sarkastis dan tagar pembangkangan di Twitter?

Jika tidak ada yang menjamin, mengapa Jokowi harus mundur?

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru