27.5 C
Jakarta

Palestina, Negara Islam, dan Jurang Kegelapan

Artikel Trending

Milenial IslamPalestina, Negara Islam, dan Jurang Kegelapan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Konflik antara Israel dan Palestina kembali pecah. Hal ini terjadi saat kelompok Hamas yang menguasai Gaza meluncurkan serangan besar-besaran ke wilayah Israel pada Sabtu (7/10/2023). Demikian juga kelompok Israel, menyerbu Palestina dan Hamas secara brutal yang menyebabkan banyak korban jiwa.

Serangan kali ini adalah pertempuran beberapa kalinya pada kedua negara tersebut. Namun kali ini, sepertinya akan berujung kepada konflik berkepanjangan. Hingga saat ini, kedua negara Israel (kalau diakui) dan Palestina masih melakukan serangan skala besar, yang memakan korban jiwa menembus angka ribuan.

Peperangan dan Kekuasaan

Apakah dengan kembali meledaknya dua negara tersebut, jalan penyelesaian bisa terang dan dua negara itu bakal damai? Rasanya jauh dari panggang api. Sebab, dari analisis singkat saja, para akademisi, pakar militer, dan pemimpin dunia menggambarkan konflik Israel-Palestina sebagai konflik yang sulit diselesaikan, rumit, dan menemui jalan buntu.

Mengapa agak pesimistis? Karena konflik dua negara ini sudah terlalu lama dan dibiarkan begitu saja. Sejak 100 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 2 November 1917, kita mengenal Deklarasi Balfour. Deklarasi ini akar dari asal muasal konflik Palestina.

Deklarasi Balfour adalah perjanjian mengikat pemerintah Inggris yang diinisiasi oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour. Seonggok manusia kurang kerjaan itu menulis surat kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris, untuk “mendirikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina” dan memfasilitasi “pencapaian tujuan ini”.

Surat itu yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Balfour hanya singkat, berisi 67 kata. Namun sesingkat-singkatnya surat itu, memberikan dampak yang singkat pula pada keharmonisan dan kedamaian warga dan negara Palestina hingga saat ini.

Mengincar Palestina

Setelah surat itu dilayangkan, Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi, Kemudian terjadilah gelombang kedatangan yang cukup besar di wilayah Palestina. Mereka memang mengincar Palestina, karena sebuah alasan kantrok, yaitu karena Palestina wilayah yang 90% penduduknya adalah penduduk asli Arab Palestina. Kedua, karena Palestina dilihat dari segi ekonomi dan kekuatan sangatlah miskin serta lemah.

Kemudian, oleh Inggris tanah-tanah warga Palestina diserahkan kepada pemukim Yahudi untuk ditinggali. Siapapun yang berani menolak, maka kematian menjadi jawabannya. Ini terjadi ketika gerakan perlawanan petani Palestina, mencoba menolak penggusuran di tanahnya sendiri. Mirip kasus Rempang, Wadas, dan Kulon Progo yang sekarang menjadi bandara bagus tapi punya cerita mengenaskan itu.

BACA JUGA  Menutup Ramadan dengan Spirit Wasatiah Islam

Warga Palestina yang menolak, dibom melalui udara, jam malam diberlakukan, rumah-rumah dihancurkan, dan penahanan administratif serta pembunuhan massal tersebar luas. Untuk sebuah taktik politik dan keamanan, mereka (Inggris dan Yahudi) membentuk kelompok bersenjata bernama “pasukan kontra pemberontakan”. Jika ada warga Palestina menolak untuk diduduki tanahnya, mereka diklaim sebagai pemberontak (teroris) dan siap untuk dibunuh.

Jalan Buntu

Mengapa Palestina sangat lemah dan Israel sangat kuat? Karena Palestina selalu mengalami konflik internal di dalam negara dan tentaranya. Juga Palestina tidak dibantu oleh negara-negara adikuasa yang memiliki senjata kuat. Dukungan untuk Palestina hanya datang dari negara-negara minim energi dan biasa menyuplai dukungan berupa kata-kata mutiara, kata-kata hari ini, pernyataan sikap dan selebihnya adalah hujatan.

Sedangkan Israel, diam-diam mendirikan pabrik senjata, mengajari orang-orang Yahudi untuk bergabung menjadi tentara yang kemudian menjadi inti tentara Israel. Israel juga dapat dukungan dan bantuan dari negara-negara hebat dan memberikan pengaruh yang hebat pula. Ini terbukti sekarang, Israel telah menguasai tanah Palestina hampir 100 persen.

Banyak memang solusi yang diberikan oleh PBB dan negara-nagara lain. Banyak juga serangkaian sejarah dan aksi dilakukan oleh kedua negara ini. Pada 1947, ada Resolusi 181 diinisiasi oleh PBB, pada Desember 1948, PBB mengeluarkan Resolusi 194, yang menyerukan hak untuk kembali bagi pengungsi Palestina, pada April 1948, ada insiden nakba, pada tahun 1950 pasca nakba, pada 5 Juni 1967 terjadi perang 6 hari, pada Desember 1987 terjadi Intifada Pertama, dan pada tahun 1993 terjadi Perjanjian Oslo dan serangkaian aksi sejarah lainnya.

Namun semua itu tidak berarti ketika keadilan tidak tegak dan kedamaian tidak didapatkannya. Hingga kini perang kembali panas. Negara-negara lain menonton baku hantam antara Palestina dan Israel. Lembaga dan ormas keagamaan saling pasang badan dan berlomba-lomba saling memberikan sederet penyataan sikap di tengah robeknya kemanusiaan di Palestina.

Hari ini, di negara Palestina kegelapan dan ketakutan menjadi pengantar tidur. Peradaban mundur. Kebencian melecut tinggi akibat kebengisan dalam diri. Lalu apa solusi terbaik selain perdamaian dan rendah hati?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru