26.6 C
Jakarta

Muhammadiyah dan Sikap Tidak Berlebihan Menghadapi Taliban

Artikel Trending

KhazanahOpiniMuhammadiyah dan Sikap Tidak Berlebihan Menghadapi Taliban
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuan.com – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyampaikan himbauan kepada warga Muhammadiyah untuk tidak bersikap berlebihan menanggapi kemenangan Taliban. Disampaikan melalui YouTube TvMu Channel, Abdul Mu’ti menyampaikan himbauannya. Beliau menginstruksikan agar menjadi pengamat atas situasi yang terjadi. Jangan sampai termakan berita bohong, dan tetap berpegang pada informasi yang dibagikan oleh pemerintah.

Tidak diragukan lagi, era disrupsi informasi, pemberitaan mengenai Taliban sangat mudah ditemukan. Terlebih pemberitaan yang mengacu kepada propaganda dan provokasi. Dikutip dari web kominfo.go.id, setidaknya ada 800.000 situs di Indonesia yang telah terkonfirmasi menyebarkan berita kebohongan. Motif penyebaran berita bohong tersebut adalah untuk mencari keuntungan dari keresahan dan kekacauan yang timbul di masyarakat.

Jumlah yang cukup besar untuk menyebabkan kekacauan terstruktur di tengah masyarakat. Dengan kalkulasi akses ribuan masyarakat pada satu situs, sudah menyebabkan bencana yang sulit dihentikan. Antar masyarakat akan saling berdebat untuk membuktikan kebenaran satu sama lain. Kemudian condong bersikap saling tuding untuk memperoleh kebenaran dirinya.

Maka benar seperti yang dikatakan oleh Abdul Mu’ti bahwa selektif terhadap informasi menjadi kunci atas permasalahan keagamaan seperti Taliban. Apabila kesulitan untuk melakukan sikap selektif, cukuplah dengan menyimak informasi yang dibagikan secara resmi oleh pemerintah. Dengan begitu, perseteruan informasi dari situs-situs bodong milik pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bisa dihindari.

Menilik sejarah, ada banyak kekacauan yang disebabkan oleh salah menerima informasi. Misalnya obat-obatan tanpa sertifikasi yang diinformasikan bisa mencegah penularan Covid-19, kemudian berita tentang pernyataan beberapa pakar yang diubah dan disesuaikan dengan kepentingan tiap pribadinya, meskipun konteksnya jauh berbeda. Pemberitaan semacam itu, sempat menjadi pusat perhatian dan meraup kekecewaan dari masyarakat yang terkena tipuan.

Potensi pandemi yang kini kian mengakrabkan manusia dengan jaringan digital, harusnya menjadi alarm penting untuk segenap masyarakat untuk lebih berhati-hati menggunakan media. Dengan nilai fokus yang terus diarahkan pada media digital, para pelaku penyebar berita hoaks juga akan lebih memfokuskan untuk memproduksi lebih banyak pemberitaan melalui dunia digital.

Apalagi permasalahan yang sedang dihadapi adalah kasus ideologi yang sangat krusial bagi negara. Di mana permasalahan ideologi ini menjadi titik berdiri bagi suatu bangsa melampaui masa yang sangat panjang. Segala bentuk persoalan akan dihadapkan pada satu ideologi yang tegak menjadi simbol suatu bangsa. Tidak lebih dan tidak kurang, suatu ideologi harus dijaga dan dipertahankan.

Mengutip dari kilas balik Taliban, ideologi yang mereka gunakan lebih difokuskan pada kekerasan. Sudah banyak saksi dari para korban yang tinggal di Afghanistan. Misalnya anak-anak yang bermain tiba-tiba ditembak mati, cara eksekusi orang yang mengerikan, dan banyak kekerasan lain di luar nalar yang dilakukan. Bahkan seorang wali kota perempuan di Afganistan, Zarifa Ghafari mengaku putus asa dan tinggal menunggu kematian dirinya dan keluarganya.

BACA JUGA  Harmoni Ramadhan: Antara Saleh Ritual dan Saleh Sosial

Oleh karena itu, permasalahan ideologi seperti ini bukanlah sesuatu yang remeh untuk dihadapi. Dibutuhkan pemikiran-pemikiran kritis dan tidak terpancing oleh keadaan ataupun berita bohong yang sengaja disebarkan. Iqra (bacalah), sebuah seruan untuk membaca konteks secara keseluruhan. Bukan hanya konteks yang disajikan secara tersurat, namun juga harus menyelami makna-makna yang tersirat dalam konteks tersebut.

Sebagai salah satu organisasi terbesar di Indonesia, Muhammadiyah mempunyai peran penting dalam meluruskan isu-isu yang terjadi sekarang ini. Tidak terkecuali terhadap isu Taliban yang kini kian ramai diperbincangkan. Sikap Sekretaris Umum Muhammadiyah di atas, sekaligus menjadi pedoman agar warga Indonesia menjadi cerdas dalam menilai suatu permasalahan. Melakukan riset terlebih dahulu, menilik suasana atau pun kondisi yang ada, dan tidak mudah terpancing oleh pihak-pihak yang menjadi provokator.

Dalam mencegah adanya berita hoaks, Muhammadiyah sudah mempunyai acuan yang diberi judul “Akhlaqul Sosmediyah Warga Muhammadiyah”. Berisi tentang bagaimana tata cara yang baik dan benar untuk menyebarkan informasi melalui internet. Meskipun panduan tersebut ditujukan untuk warga Muhammadiyah, namun bisa diterapkan oleh siapa saja agar tidak kecolongan dalam memainkan media.

Salah satu poin penting yang ada dalam pedoman tersebut adalah warga Muhammadiyah harus mempunyai kepentingan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan hikmah dan mauizhah hasanah. Maksudnya, warga Muhammadiyah dalam berdakwah di media sosial harus dengan tutur kata yang lembut dan baik. Tidak boleh mencela ataupun menyakiti orang lain.

Dengan bersikap seperti itu, gelombang provokasi bisa diredam. Berita-berita hoaks yang sengaja disebar oleh para provokator tidak akan berefek apa-apa karena ketenangan dalam bersikap dan tidak membawa amarah dalam bertindak. Pun diiringi dengan sikap tersebut, pengguna internet akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Mempunyai minat yang lebih untuk menyelesaikan persoalan dengan tenang.

Benar jika ketenangan menjadi poin penting dalam bersosial media. Karena dengan bersikap tenang, seseorang tetap bisa menjaga dirinya untuk bersikap cerdas. Apabila seseorang sudah dikuasai amarah, maka yang menguasai dirinya hanyalah nafsu ingin menang. Lebih unggul dari siapa pun dan akan melakukan apa pun untuk mencapai apa yang dituju. Semoga permasalahan Taliban bisa diselesaikan secara tenang. Tidak menggunakan amarah atau pun merayakannya dengan perayaan yang berlebihan.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru