29.5 C
Jakarta

Harmoni Ramadhan: Antara Saleh Ritual dan Saleh Sosial

Artikel Trending

KhazanahOpiniHarmoni Ramadhan: Antara Saleh Ritual dan Saleh Sosial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Saleh ritual memberikan penjelasan makna tentang kebatinan, bagaimana menentukan keimanan, kualitas ibadah. Sedangkan saleh sosial memberikan suatu pemahaman bagaimana kualitas akhlak seseorang dalam bersosial. Bagaimana saleh ritual dan saleh sosial menciptakan harmoni di bulan Ramadhan?

Puasa menjadi titik balik dari kedua hal tersebut, bisa sebagai menjaga kesalehan ritual dan tentunya bisa dioptimalkan dalam mengembangkan saleh sosial pada dirinya sendiri. Dua hal ini akan melahirkan suatu kebaikan untuk orang lain dan juga dirinya sendiri. Yang kemudian akan melahirkan fitrah kemanusiaannya.

Dengan kata lain, melalui pendekatan saleh ritual seseorang bisa mengoptimalkan bagaimana kualitas keimanannya, dan dengan pendekatan saleh sosial dirinya bisa menjaga akhlaknya ketika bertindak atau berlaku dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Hal ini sesuai dengan penjabaran puasa yang mengharuskan seseorang untuk mengendalikan diri dan mengendalikan nafsunya. Karena Ramadan adalah bulan menahan nafsu kebinatangan dan kesetanan seperti syirik, sombong, dengki, brutal, kekerasan, dan vandalisme yang seringkali merusak fitrah kemanusiaan.

Fitrah manusia tercermin dalam tindakan berpuasa seperti menahan diri, bekerja sama, saling berbagi, menyebarkan kebaikan. Dapat dikatakan semangat Ramadan harus menjadikan manusia kembali pada fitrah kemanusiaan dan fitrah kebangsaan sebagai warga negara yang mencintai perdamaian, gotong-royong, dan mengukuhkan persatuan.

Kesalehan ritual dan kesalehan sosial menjadi jalan pintas untuk menuju kualitas keimanan seseorang dalam berpuasa. Selain hal ini akan menjaga dirinya pada kebaikan dalam keimanannya, puasa juga akan menjadi kebaikan pula untuk bertingkah laku dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Banyak aspek positif ketika menjumpai bulan Ramadhan. Misalnya shalat berjamaah, pembayaran zakat, ataupun ibadah puasa. Secara sadar seharusnya hal ini merangkum dimensi ritual dan sosial. Di mana dengan membayar zakat kita sudah melakukan kebaikan ritual, tapi di sisi lain juga sudah berinteraksi atau bersosial dengan santun.

Maka sejatinya, ibadah Ramadhan merupakan pengingat bagi semua orang, khususnya bagi umat Islam untuk senantiasa menjadi insan yang peduli dan senantiasa mengedepankan aspek kemanusiaan dengan pendekatan berbagi dan tolong-menolong.

BACA JUGA  Manifesto Perbedaan Hari Raya Idulfitri, Masih Perlukah Penetapan?

Dengan kesalehan ritual orang akan mengerti tentang bermunajat kepada Allah. Manusia yang dibekali akal dan pikiran yang sehat tidak akan menemukan kualitas ritual dan sosialnya apabila tidak pernah merenungkan keadaan dirinya dalam bersembahyang.

Selain itu, ini adalah salah satu pendekatan yang diajukan ke umat Islam untuk mengenal dirinya lebih dekat dan lebih jauh lagi tentang kualitas keimanannya. Selain itu saleh sosial juga akan menjadi penguat dan akan memberikan sebuah pemahaman tentang bergaul bersama.

Komunikasi, kedekatan dengan sesama menjadi salah satu yang menarik untuk bercengkerama. Seperti misalnya berdiskusi untuk mencari kualitas dalam dirinya sendiri, yang kemudian akan menjadi jembatan untuk manusia agar senantiasa merenungkan kualitas ritual dan keimanan dalam dirinya sendiri.

Dalam hal ini puasa bisa kita maknai untuk menggambarkan sebuah perenungan-perenungan keseharian yang sering kita lakukan dalam kehidupan bersosial dan gerak ritual yang sudah menjadi bagian dari kehidupan seseorang. Di sisi lain seseorang juga diajak untuk merenungi setiap tindak-tanduk yang dilakukannya. Dengan tujuan agar menemukan kualitas yang mendamaikan dalam dirinya sendiri.

Untuk itu sudah seharusnya konsep saleh ritual dan saleh sosial ini dijadikan sebagai jembatan untuk membingkai persaudaraan. Karena dengan kualitas ritual kita bisa mendekatkan diri dengan kebaikan-kebaikan. Hingga kemudian dibarengi dengan kualitas sosial, kita bisa menjaga kebersamaan, bagaimana interaksi manusia dengan manusia akan mampu melahirkan kualitas keimanan yang santun dan mendamaikan.

Dalam menjaga keseimbangan berbangsa dan bernegara yang santun, tentunya dua hal ini sangat menarik untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan. Dua hal ini memberikan kualitas yang sangat energik untuk menjaga kerukunan dalam berbangsa.

Sebagaimana orang yang memiliki kualitas ritual dengan benar atau kualitas keimanan yang tinggi, maka ia tidak akan menyalahkan orang lain, Ketika kualitas keimanan ini dibarengi dengan tindakan sosial yang memadai, maka lengkap sudah, bahwa kerukunan akan senantiasa terjaga di muka bumi. Kita bisa saling gotong-royong dan menghargai orang lain di Indonesia yang plural.

Suroso, S.Ag
Suroso, S.Ag
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru