28.4 C
Jakarta

Mewaspadai Khilafatul Muslimin dan Perubahan Pola Gerakan Radikal di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMewaspadai Khilafatul Muslimin dan Perubahan Pola Gerakan Radikal di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Konvoi Khilafatul Muslimin di sejumlah daerah beberapa waktu lalu bisa dibaca dari setidaknya dua perspektif. Pertama, konvoi tersebut disengaja untuk menyaingi Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni. Dalam bahasa sederhana, kelompok Khilafatul Muslimin mencuri momen untuk mendapatkan pemberitaan secara masif.

Pola semacam itu sebenarnya sudah menjadi karakter kelompok-kelompok radikal. Mereka mencari panggung dengan mendompleng popularitas elemen lain. Dan harus diakui di titik ini merek cukup berhasil. Terbukti, Khilafatul Muslimin menjadi trending topic pembicaraan publik.

Kedua, konvoi Khilafatul Muslimin ini bisa ditafsirkan sebagai semacam perubahan pola arah dan strategi gerakan kelompok radikal di Indonesia. Berbeda dengan JI, JAT, JAD, atau ISIS yang memperjuangkan khilafah dengan kekerasan dan teror secara langsung, Khilafatul Islamiyyah justru memilih cara-cara persuasif alias non-kekerasan. Mereka menggunakan media kegiatan keagamaan, fokus pada penggalangan dana dan aksi-aksi show of foce seperti konvoi tempo hari.

Meski berbeda pola dan strategi dengan organisasi radikal lain, bukan berarti bahwa Khilafatul Muslim tidak berbahaya. Semua kelompok radikal pada dasanya berbahaya. Pola gerakan yang non-kekerasan pada dasarnya hanyalah fenomena eufemisme alias penghalusan untuk menutupi kedok yang sesungguhnya. Hari ini bisa jadi mereka menempuh cara non-kekerasan.

Namun, siapa yang bisa menggaransi esok hari mereka mengangkat senjata untuk melawan pemerintahan yang sah dengan jalan kekerasan? Tidak ada! Maka, meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan ialah hal mutlak yang wajib kita lakukan.

Mengapa Kelompok Radikal Mengubah Strategi Gerakannya?

Perubahan pola gerakan kelompok radikal dari yang tadinya penuh dengan teror dan kekerasan menjadi lebih persuasif ini tentu ada musababnya. Antara lain, pertama dari sumber daya manusia kini mereka mengalami keterbatasan untuk melakukan aksi teror. Masifnya aparat keamanan dalam memburu jaringan teror mau tidak mau membuat ruang gerak mereka kian sempit.

Kedua, minimnya sumber pendanaan yang juga diakibatkan oleh kinerja aparat yang sigap membongkar dan memutus jalur pendanaan teroris. Selama ini sumber dana teroris berasal dari setidaknya dua jalur yakni internal, yakni penggalangan dana berkedok amal, aksi solidaritas, dan sebagainya. Juga sumber eksternal, yakni aliran dana dari jaringan teroris global seperti ISIS. Dua sumber itu kini sudah nisbi tertutup karena ketatnya pengawasan pemerintah.

Ketiga, aksi-aksi teror kian minim dukungan publik bahkan kerapkali mendapatkan respons negatif dari publik dan media massa. Tujuan aksi teror pada dasarnya ialah menimbulkan kecemasan dan ketakutan publik. Tujuan itu nihil tercapai lantaran masyarakat mulai berpikir rasional. Saban kali aksi teror terjadi, seruan agar tidak takut dan bersatu justru kian kencang menggema.

BACA JUGA  Bulan Ramadan Jadi Sarana Penyebaran Paham Radikal, Waspada!

Ketiga hal itulah yang membuat kelompok radikal mengubah haluan gerakannya. Mereka tidak lagi mengeksploitasi cara-cara kekerasan, namun lebih mengedepankan cara persuasif untuk menarik (kembali) simpati publik. Disinilah kita patut waspada pada perubahan strategi tersebut. Kita tidak boleh terkecoh dengan segala manuver, alibi, dan konspirasi radikal. Apalagi seperti Khilafatul Muslimin yang bahkan secara terbuka mengaku mendukung NKRI dan Pancasila.

Tetap Waspada dan Siaga Melawan Ideologi Anti-Pancasila

Sudah jelas bahwa klaim dukungan itu hanyalah lip service alias bualan belaka. Logikanya, jika mereka setia pada NKRI dan Pancasila mengapa mendeklarasikan pemerintahan khilafah lengkap dengan pemimpin (khalifah) dan para menterinya? Bukankah ini berarti Khilafatul Muslimin mendirikan negara di dalam negara? Dari sini saja kita bisa menilai sekaligus membongkar absurditas pemikiran Khilafatul Muslimin.

Ke depan, kita tidak boleh mengendurkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan, apalagi sampai bersikap permisif pada kelompok radikal. Perubahan arah dan strategi gerakan radikal harus disikapi dengan lebih meningkatkan sistem deteksi dini. Karena ini artinya, kelompok radikal justru bisa bermetamorfosa ke dalam bentuk apa saja, mulai dari ormas keagamaan, lembaga pendidikan, atau institusi dakwah, sosial, dan kemanusiaan. Tidak hanya itu, dengan mengandalkan cara-cara persuasif mereka juga dimungkinkan untuk menyusup kemana saja, mulai dari universitas, kantor pemerintah, dan ranah apa saja.

Disinilah pentingnya pemerintah mengeluarkan regulasi khusus melarang penyebaran ideologi selain Pancasila. Regulasi yang bisa menjadi payung hukum tidak hanya bagi aparat keamanan namun juga seluruh komponen bangsa dalam menghalau ideologi selain Pancasila. Ketiadaan regulasi itulah yang selama ini dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyusup kemana saja dan menebarkan pengaruhnya ke seluruh kelompok-lapisan masyarakat di semua lini kehidupan sosial.

Arkian, perang wacana dan opini dalam menangkal ideologi asing atau transnasional memang diperlukan. Di saat yang sama, kita juga perlu merevitalisasi nilai Pancasila dan mengejawantahkannya dalam kehidupan masyarakat. Namun, tidak kalah penting ialah adanya aturan hukum yang memastikan tidak adanya ruang gerak bagi ideologi selain Pancasila.

Nurrochman
Nurrochman
Alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru