26.5 C
Jakarta

Moderasi Perguruan Tinggi dalam Rangka Kontra-Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifModerasi Perguruan Tinggi dalam Rangka Kontra-Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sebelum saya menikmati bangku kuliah, saya hanya seorang pemuda yang kurang begitu memperhatikan tentang berbagai paham kehidupan yang tersebar di Indonesia maupun belahan dunia lain.

Sebelum memasuki bangku perkuliahan, saya sama sekali tak pernah memperhatikan kontradiksi berbaga paham yang bersebaran di dunia nyata maupun jagat maya. Begitu memasuki dunia perkuliahan dan dunia organisasi pergerakan saya mulai membaca dan mulai mengerti akan fenomena yang saat ini terjadi, yaitu tentang perkembangan paham radikalis atau ektremis teroris, liberalis dan fundamentalis.

Dewasa ini, perkembangan paham di Indonesia maupun dunia mengalami gejolak yang cukup mengkhawatirkan dimana perlahan paham-paham menyimpang tersebut terus menunjukkan taringnya dalam upaya mewujudkan ambisi politik atas nama kepentingan rakyat, agama, hingga atas nama Tuhan.

Oleh karena itu penting transformasi dalam lingkup khazanah keilmuan berprinsip kearifan lokal serta ditunjang dengan pergerakan dari pihak perguruan tinggi Islam sebagai wadah transmisi khazanah keilmuan meliputi ideologi Islam moderat untuk terus digemakan.

Sejarah telah mencatat bahwa para ulama telah mewanti-wanti pentingnya sikap moderat yaitu, sikap menjunjung tinggi nilai keadilan di tengah-tengah kehidupan bersama, di mana tidak condong ke arah paham ekstrem kiri maupun ekstremis kanan.

Moderasi Perguruan Tinggi

Singkat cerita, saya pernah menjatuhkan pilihan kepada Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung sebagai tempat pengembaraan ilmu setelah boyong dari pesantren. Dalam kampus hijau ini saya menggambarkan bahwa INISNU dapat digambarkan sebagai lembaga pendidikan tinggi yang dapat menangkal paham radikalisme lewat ideologi Islam moderat.

Mengapa saya beranggapan demikian? Karena dalam lembaga pendidikan tinggi tersebut telah diajarkan nilai tawasuth dalam beragam fenomena yang ada dalam kehidupan. Kampus INISNU di bawah naungan Nahdlatul Ulama di mana nilai sikap moderat atau tengah tak perlu diragukan kembali.

Teringat sebuah kisah yang pernah saya baca di media massa online, pada sebuah acara pendidikan kader IPNU di Jember, ada kisah yang menyayat hati. Kisah itu bermula dari seorang kiai yang mengisi materi Aswaja. “Kita tahu, nilai Aswaja itu salah satunya tawasuth. Kita semua tahu juga, tawasuth itu artinya sikap agama yang mengambil jalan tengah. Tengah-tengah. Kata orang Jakarta, tawasuth itu moderat. NU itu tawasuth,” tegas kiai itu.

Kita mengenal bahwa Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah yang menjunjung paham Aswaja dalam menentukan sikap akan sebuah fenomena maupun arah politik yang mengedepankan poros tengah atau yang lebih dikenal dengan moderasi.

Dalam artikelnya Muchlishon Rochmat yang mengacu dalam buku Moderasi Islam menyampaikan setidaknya ada enam ciri bersikap moderat dalam berislam, yaitu:

BACA JUGA  Mengonstruksi Ruang Digital yang Steril dari Ekstremisme-Terorisme

Pertama, memahami realitas. Dikemukakan bahwa Islam itu relevan untuk setiap zaman dan waktu (shalih li kulli zaman wa makan).

Kedua, memahami fikih prioritas. Umat Islam yang bersikap moderat sudah semestinya mampu memahami mana-mana saja ajaran Islam yang wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram.

Ketiga, memberikan kemudahan kepada orang lain dalam beragama. Ada istilah bahwa agama itu mudah, tapi jangan dipermudah.

Keempat, memahami teks keagamaan secara komprehensif. Perlu dipahami bahwa satu teks dengan yang lainnya itu saling terkait, terutama teks-teks tentang jihad misalnya. Ini yang biasanya dipahami separuh-separuh, tidak utuh, sehingga jihad hanya diartikan perang saja. Padahal makna jihad sangat beragam sesuai dengan konteksnya.

Kelima, bersikap toleran. Umat Islam yang bersikap moderat adalah mereka yang bersikap toleran, menghargai pendapat lain yang berbeda, selama pendapat tersebut tidak sampai pada jalur penyimpangan. Keenam, memahami sunnatullah dalam penciptaan. Allah menciptakan segala sesuatu melalui proses, meski dalam Al-Qur’an disebutkan kalau Allah mau maka tinggal kun fayakun.

Kampus Moderat

Kampus sebagai aktualisasi pergerakan mahasiswa haruslah terus mengalami transformasi bukan hanya dalam bidang ilmu pengetahuan namun lebih daripada itu, perguruan tinggi wajib turut andil pula dalam upaya membendung paham radikalis-ektremis dan paham-paham intoleran lainnya yang telah dirasa membahayakan negeri ini.

Pada periode ini, INISNU, misalnya, memiliki perbedaan karena mengusung dan menerapkan paradigma keilmuan integrasi-kolaborasi, collaboration of science, atau takatuf al-‘ulum dengan metafora ketupat ilmu yang digagas Hamidulloh Ibda melalui buku Membangun Paradigma Keilmuan Ketupat Ilmu: Integrasi-Kolaborasi: Collaboration of Science, Takatuful Ulum, dan Kolaborasi Ilmu.

Penulis merasa transformasi yang dialami oleh INISNU Temanggung menggambarkan bahwa INISNU Temanggung bukan hanya menjadi perguruan tinggi formal seperti pada umumnya, akan tetapi INISNU kini telah bertransformasi menjadi semacam pesantren pergerakan modern yang aktif dalam khazanah ilmu pengetahuan, keagamaan hingga kearifan lokal.

Sebagaimana telah disebutkan integrasi dan kolaborasi ilmu pengetahuan dengan khas kearifan bangsa telah menggambarkan bahwa INISNU Temanggung telah bertransformasi dan menyeimbangkan antara aspek ilmu pengetahuan dengan keagamaan.

Kedua aspek tersebut akan menciptakan sumber daya manusia atau lulusan yang mengetahui betul kebutuhan dan tantangan zaman dan dapat menyaring paham intoleran dan radikalisme yang berusaha memecah-belah persatuan bangsa. Jadi apa tujuan moderasi kampus, tidak lain adalah untuk melawan radikalisme dan mengonternya secara holistis dan konsisten.

Hilal Mulki Putra
Hilal Mulki Putra
Bernama Hilal Mulki Putra, lahir pada 10 Juni 2020, pernah nyantri di Pondok Pesantren Chasanah Tlogopucang (2013-2016) asuhan KH. Abdul Jalil kemudian melanjutkan nyantri kembali di Pondok Pesantren Sunan Plumbon Krajan, Tembarak Temanggung (2016-2019) asuhan KH. M. Abdul Hakim Cholil, S.Ag. Saat ini penulis merupakan seorang mahasiswa di Institut Agama Islam Nahdhatul Ulama (INISNU) Temanggung dan aktif sebagai tenaga wiyata kependidikan di MI Ma’arif 2 Tlogopucang. Di sela-sela kesibukan aktif menulis berbagai jenis artikel di beberapa media.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru