29.9 C
Jakarta

Menjadi Pahlawan Masa Kini: Memberantas Para Perusak Bangsa

Artikel Trending

KhazanahTelaahMenjadi Pahlawan Masa Kini: Memberantas Para Perusak Bangsa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com-Bulan November menjadi bulan yang tidak pernah bisa dilupakan dalam sejarah panjang kemerdekaan Indonesia. Pada bulan ini, hari pahlawan menjadi salah satu pengingat paling penting untuk melihat Indonesia beberapa tahun silam, serta menjadikannya sebagai refleksi bagi anak muda masa kini agar terus bergerak melawan penjajah, khususnya para perusak negeri.

Berkenaan dengan ini, barangkali kita perlu mengingat apa yang disampaikan oleh Soekarno dalam pidatonya pada 10 November 1961, yakni “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Kalimat diatas tentu tidak asing di telinga kita. Sebab pasca Indonesia merdeka, perjuangan tidaklah selesai. Kita senantiasa berperang melawan segala hal yang mengamcam keutuhan NKRI. Dari berbagai sisi, ancaman yang terus mengintai ini selalu ada, khususnya pada persoalan radikalisme dan terorisme.

Kedua persoalan ini menjadi sangat urgent dibicarakan ketika melihat fenomena-fenomena yang terjadi pada beberapa belakangan ini menunjukkan betapa kuatnya kelompok-kelompok tersebut dalam mengkampanyekan berbagai gerakan yang dilakukan, serta menyasar pada anak muda.

Mengapa anak muda harus tahu hari pahlawan?

“Jangan sekali-kali melupakan sejarah”, kalimat ini menjadi acuan utama yang menjadikan bangsa Indonesia untuk melek sejarah. Mengapa hal ini penting? sebab dengan mengetahui sejarah, nasionalisme kita akan terpupuk dengan berbagai pengetahuan kesejarahan yang dimiliki oleh Indonesia.

Hari pahlawan yang kita kenang pada setiap 10 November, menjadi salah satu bukti bahwa anak muda memiliki peran penting terhadap perjalanan Indonesia. Bung Tomo, misalnya. Tokoh muda yang selalu kita lihat pada setiap hari pahlawan, menjadi salah satu dari sekian anak muda yang memiliki semangat berapi-api. Pertempuran yang dilakukan oleh arek-arek Suroboyo melawan pasukan NICA dan sekutu pada saat itu.

Serangan dari berbagai penjuru, seperti serangan darat dan udara, dilakukan di Surabaya, digencarkan pada 10 November 1945 masa silam. Kondisi tersebut memicu perlawanan dari berbagai kelompok. Mulai dari kalangan santri, seperti KH. Hasyim Asy’ari, kaum militer, para masyarakat, serta ada pula yang tercatat seperti: Jenderal Mayor R Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Djonosewojo hingga Kolonel Moestopo.

BACA JUGA  Dakwah di TikTok: Pertarungan Ideologi Salafi-Wahabi yang Berpotensi Merusak Persatuan

Peristiwa 10 November memiliki nilai perjuangan yang begitu kuat yang perlu kita ketahui sebagai anak muda yang akan menjadikannya sebagai refleksi, bahwa negara ini diperjuangkan dengan pengorbanan nyawa, kerugian materi yang tidak terhitung serta berbagai kerugian lainnya.

Bagaimana menjadi pahlawan masa kini?

Mengetahui sejarah, menjadi salah satu ucapan terimakasih yang harus dilakukan oleh anak muda masa kini. Dari sinilah, kita memiliki upaya yang besar untuk mempertahakan NKRI yang sudah diperjuangkan oleh para pahlawan.

Tantangan-tantangan yang nyata demikian semakin jelas kita lihat dengan berbagai penyebaran ideologi radikalisme dan terorisme yang memiliki potensi cukup besar menghancurkan NKRI. Kedua pemahaman ini cukup menjadikannya warning kepada kita semua bahwa tantangan kita begitu berat. Kita tidak boleh lengah, apalagi menganggap ancaman tersebut dengan sangat enteng.

Dalam upaya melawan arus pergerakan yang dapat menghancurkan keutuhan NKRI, kita bisa menjadi pahlawan masa kini dengan berbagai upaya yang bisa dilakukan, diantaranya:

Tidak terlena dengan gerakan-gerakan radikalisme, apalagi sudah terarah pada aksi terorisme. Sebab terkadang tanpa disadari, kita justru sudah terjerumus pada upaya-upaya untuk mendukung gerakan-gerakan radikalisme, berkedok agama, gerakan hijrah syar’i. kenyataan tersebut nyatanya mendapat banyak dukungan dari berbagai anak muda yang merasa haus agama tanpa mengenyam pendidikan pesantren. Akhir perjalanan aksi tersebut berujung pada aksi penolakan Indonesia karena tidak menerapkan Islam secara kaffah.

Ketika sudah sampai pada pemahaman itu, semacam menjadi sebuah ketidakmungkinan untuk merubah haluan pemikiran yang dimiliki. Hal ini karena tujuan utama mereka hendak “mencuri” pemerintah yang sah dengan kedok “tidak agama”. Bukankah hal itu kekejian yang amat nyata? Lagi-lagi makna tersirat semacam itu tidak akan terlihat bagi orang-orang yang sudah menjadika kelompok tersebut sebagai kiblat.

Dengan kondisi demikian, kita bisa menjadi pahlawan masa kini dengan peningkatan literasi keagamaan, literasi digital agar tidak menjadi provokator dalam menyampaikan informasi, serta dijauhi sikap “sok tahu” ketika menyikapi berbagai hal.  Bukanlah tugas kita semua menjadi pahlawan masa kini untuk terus menjagai Indonesia? wallahu a’lam

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru