34.7 C
Jakarta

Mengakhiri Propaganda Ajaran Radikal di Medsos

Artikel Trending

Milenial IslamMengakhiri Propaganda Ajaran Radikal di Medsos
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Manusia Indonesia sungguh mengerti bahwa media sosial (medsos) berdampak bagi kehidupan kita. Tak ada manusia (milenial), yang tak menggenggam gawai atau terjangkit media sosial. Medsos adalah sabda kehidupan manusia sekarang. Medsos hadir setiap saat, di jalan, di kantor, di kampus, bahkan sejak dalam pikiran. Semua pihak merasa gelisah tanpanya. Tanpa disadari, praktis kita telah mendelegasi banyak hal kepadanya.

Kini, derap medsos kian pesat. Medsos melukiskan kehidupan yang sangat kompleks tapi tak bisa menerjemahkan realitas nyata. Secara senang orang-orang bergairah berselancar dan memilikinya. Dampaknya, begitu sangat signifikan dalam pola berpikir dan berperilaku dalam dimensi bersosial serta beragama. Masyarakat lebih leluasa dan merasa puas memperoleh kemudahan mengakses konten yang diperlukan serta memberikan informasi secara mudah.

Problem Otoritas

Namun, tanpa disadari kedigdayaan medsos juga mempunyai problem besar. Mulai dari problem otoritas, otensititas, individualitas, dan sakralitas informasi-agama (Abd. Halim: 2018). Di dunia medsos, informasi cepat diterima dan cepat berlalu. Medsos mengubah dunia secara cepat dan radikal. Orang-orang yang tak siap akan hanyut dalam kendangkalan, serba manja, serba praktis, serba artifisial. Dengan semua itu, orang menjadi homodigitalis yang menjelma menjadi brutalis.

Hal demikian terjelaskan bila melihat realitas yang terjadi di Indonesia. Ada banyak orang menjadi radikal dan ekstrem akibat terjebak oleh medsos (BNPT/19/06/2022). Ada banyak orang tak mampu mengatasi situasi pelik yang mengikis hidupnya akibat perilaku zaman digital (J. Sumardianta: 2014). Ada orang tua frustrasi atas perubahan anaknya yang sampai mengalami gangguan jiwa akibat kecanduan permainan di gawai (Kompas, 23 Juli 2018). Ada ilmuwan bingung melihat generasi milenial lebih merasa sengsara bila fakir data-sinyal ketimbang fakir miskin harta dan ilmu (Kompas, 30 April 2018).

Hal lain dari tanda dan efek samping medsos semakin suburnya perpecahan dan tumbuhnya berbagai gerakan kelompok konservatif Islam, yang pada akhirnya menjadi fenomena tumbuhnya paham dan gerakan radikalisme dan terorisme (Ismail Hasani et. al., 2011), serta konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia. Kelompok ini bahu-membahu mengelola keamanan, membantu perbaikan dengan seakan-akan menawarkan layanan-layanan sosial, keagamaan, pendidikan, dan bercita-cita untuk menjadi makmur bersama di atas paham kegamaan radikal dan payung sistem syariat Islam.

Mereka mendaratkan semua cita-cita ini lewat kajian di dalam masjid, di sekolah, di kampus, dan di tengah masyarakat. Klan-klan ini dipolitisasi sedemikian rupa untuk kepentingan politik propagandis dan menjadikannya sebagai alat menyebarkan berbagai hoaks, agitasi, fitnah, kampanye, paham radikal, dan propaganda hitam untuk membenci pilar kebangsaan Indonesia, memecah-belah masyarakat, membuat friksi di masyarakat supaya dapat merekrutnya menjadi bagian dari kelompoknya.

BACA JUGA  Menyelamatkan Demokrasi: Menentang Politik Dinasti dan Khilafahisasi NKRI

Padahal Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menyebut internet menjadi salah satu media penting dalam penyebarluasan radikalisme dan terorisme. Padahal, Kementerian Kominfo selalu melakukan pemblokiran konten yang mengandung radikalisme dan terorisme sebanyak 10.499 konten. Terdiri dari 7.160 konten di Facebook dan Instagram, 1.316 konten di Twitter, 677 konten di Youtube, 502 konten di Telegram, 502 konten di filesharing, dan 292 konten di situs website (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 09/05/2024).

Demagogi Propaganda Ekstremisme

Banyak manusia bingung dan kewalahan dalam arus digital. Demagogi propaganda konten radikal-ekstrem, informasi hoaks dan kebencian-ketidaksukaan tumpah bagaikan air bah. Dunia digital tak mengenal status orang, sebarapa religiusnya orang, agungnya orang, tingginya rating, like, and share dari user. Sabda digital tak mengenal status sosial. Medsos telah mengubah paradigma manusia sangat cepat. Medsos membimbing manusia pada dunia baru: yang serba berpikir cepat, serba padat, serba modern, serba pesona-warna, serba maha canggih, serba sensasi, serba praktis, dan serba pragmatis yang mungkin relevan dengan hasratnya untuk mencari keasyikan, kebenaran, serta keadilan.

Ketika medsos menjadi media pencari jati diri, karakter, dan identitas generasi milenial, saat itulah ancaman-ancaman datang. Seperti, kelompok radikal yang mencoba memanfaatkan peluang dari media sosial dan mereka bakalan gemar melakukan tindakan diskriminatif, manipulatif, propagandis, eskapisme, serta tak memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan. Bila ihkwal itu sering terjadi, maka kepekaan akal sehat akan hilang dan pamer diri gencar dilakukan. Sensasi tak rasional membumbung tinggi, defisit harga diri makin terjadi. Naasnya, ia menjadi homodigitalis yang menjelma budak radikalis dan akhirnya berperilaku brutalis.

Dari sekian kompleksnya ancaman itu, semua pihak perlu secara proaktif ikut menanggulangi potensi radikalisme dan terorisme yang disebarluaskan melalui internet. Salah satunya dengan tak terlalu menaruh lebih pada medsos (sesuai kebutuhan tanpa melampaui substansi kebutuhan), serta berpikir kritis, logis, mendalam, disertai kerja riset wacana-informasi yang bertumpu pada sikap reflektif. Dengan ini, tulisan ini ditulis sebagai upaya pencegahan dan mendeteksi sejak dini radikalisme dan terorisme agama yang sengaja dipropagandakan melalui media digital.

Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa artikel ini perlu ditulis. Pertama, karena fungsi media sosial tempat bersemainya ajaran agama dan berkumpulnya semua orang sehingga mudah dijadikan sebagai obor dan ideologi untuk kepentingan kelompok ekstrem-radikal. Kedua, adalah fungsi media sosial sebagai tempat-fasilitas untuk mencegah umat Islam terjaring dengan konten-konten ekstrem-radikal. Ketiga, fungsi media sosial sebagai jalan alternatif untuk deradikalisasi dan strategi pencegahan dan edukasi masyarakat terhadap konten radikal, moderasi, dan kebangsaan.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru