29.5 C
Jakarta

Melihat Fenomena Takut Menikah, Benarkah Akibat dari Sistem Liberal?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMelihat Fenomena Takut Menikah, Benarkah Akibat dari Sistem Liberal?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.comBerdasarkan rincian data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka pernikahan di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 1.742.049, kemudian pada tahun 2022 menurun menjadi 1.705.348. Pada 2023, angka pernikahan kembali mengalami penurunan menjadi 1.577.255, sampai tahun 2024 dilaporkan masih terus mengalami penurunan.

Penurunan tersebut berbanding terbalik dengan angka perceraian, di mana tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, terdapat 447.743 kasus perceraian. Disusul tahun 2022 sebanyak 516.344 dan tahun 2023, sebanyak 463.654 kasus.

Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan angka penikahan di Indonesia. Di antara faktor-faktor tersebut, yang paling berpengaruh pada fenomena ini adalah faktor ekonomi.

Anak muda pada saat ini, khususnya generasi milenial lebih memilih untuk berkarir dan mempersiapkan ekonomi sebelum menjalankan pernikahan. Di satu sisi, sebenarnya hal ini menunjukkan tingkat kesadaran yang tinggi pada anak muda, mengingat bahwa salah satu faktor perceraian yang terjadi di Indonesia diakibatkan faktor ekonomi.

Angka penurunan ini, menjadi salah satu masalah yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Publik terus menelaah alasan mengapa remaja takut menikah. Akan tetapi, menyimpulkan alasan ketakutan menikah karena sistem liberal, seperti yang disampaikan oleh para aktivis khilafah, rasanya sangat tidak masuk akal.

Narasi tersebut tidak lebih dari narasi propaganda untuk menyudutkan sistem pemerintah yang saat ini sedang mengalami kekacauan. Makanya, sampai pada fenomena takut menikah, aktivis khilafah memanfaatkan masalah ini dengan menyebarkan narasi bohong dan cocoklogi yang ngawur.

Alasan Individual Takut Menikah

Istilah yang bisa disematkan pada fenomena takut menikah adalah gamophobia. Di satu sisi, kita mesti berpikir alasan personal mengapa seseorang takut menikah. Ketakutan seseorang dalam pernikahan, bisa dipengaruhi oleh trauma masa silam, entah dari keluarga, pernah menjalani hubungan yang tidak baik atau berasal dari keluarga yang broken home, di mana hal itu menyebabkan rasa ketakutan dalam diri seseorang untuk menikah. Bahkan ketakutan tersebut bisa datang karena pernah dikecewakan oleh seseorang, di mana hal itu menciptakan rasa sakit yang begitu mendalam.

Gamophobia bisa disembuhkan tergantung dari keinginan kuat dalam diri seseorang, dengan bantuan psikologi, terapi, dalam rangka menciptakan hubungan yang sehat dan komunikasi terbuka dengan pasangan. Selain gamophobia, jika menelaah alasan penurunan pernikahan di atas, setidaknya anak muda bukan takut menikah. Akan tetapi, menunda pernikahan untuk menyiapkan finansial yang stabil sehingga mengurangi angka perceraian karena ekonomi.

BACA JUGA  Feminis Leadership: Melihat Keberhasilan Pemimpin Perempuan dalam Pencegahan Radikalisme

Jika alasan menunda pernikahan adalah dengan menyiapkan mental yang stabil, justru sangat bagus. Hal ini karena, pernikahan bukan hanya persoalan pendek yang akan dijalankan oleh dua orang untuk mengarungi kehidupan bersama. Tidak hanya bekal agama yang harus dimiliki oleh setiap pasangan untuk menjalani rumah tangga.

Akan tetapi juga ekonomi, kematangan dalam berpikir, dan bijak dalam bertindak juga wajib dimiliki oleh setiap orang untuk melalui masalah yang datang dalam sebuah keluarga. Jika dua orang dalam rumah tangga sudah memahami ilmu pernikahan yang cukup, maka tidak akan lagi terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ataupun masalah ekonomi sebagai penyebab perceraian.

Islam dan Pernikahan

Dalam hukum Islam, hukum pernikahan ada lima, di antaranya: pertama, wajib bagi seseorang yang sudah mapan secara finansial, siap lahir dan batin, serta memiliki hasrat seksual yang tinggi dan menghindari terjerumus dalam perzinaan. Kedua, haram apabila seseorang menikah akan mendzalimi pasangannya dan berlaku tidak adil. Ini bisa dilihat juga pada pasangan yang tidak memberikan nafkah lahir dan batin.

Ketiga, sunnah bagi seseorang apabila sudah siap lahir batin, namun tahu bahwa dirinya tidak akan tergelincir pada perbuatan yang dilarang. Keempat, makruh bagi seseorang apabila seorang laki-laki tidak mampu memenuhi kebutuhan lahir batin, akan tetapi calon istrinya rela dan memiliki kecukupan finansial untuk menghidupi kebutuhan keluarga. Kelima, mubah bagi seseorang yang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus pada zina, zalim, atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah.

Berdasarkan penjelasan di atas, agama Islam sudah memberikan penjelasan yang sangat akurat tentang hukum pernikahan. Menikah tidak karena ada yang mau atau menjaga diri dari zina. Akan tetapi perlu bekal finansial, mental yang cukup untuk menjalankan kehidupan dengan orang yang memiliki latar belakang berbeda.

Maka dari itu, fenomena penurunan pernikahan tidak bisa disimpulkan karena sistem liberal. Jika dimaknai bahwa anak muda lebih memilih untuk mempersiapkan ekonomi sehingga menunda pernikahan, maka di masa yang akan datang justru bisa jadi akan mengurangi tingkat perceraian. Karena anak muda yang akan menikah suatu hari nanti, adalah anak muda yang sudah memiliki bekal finansial yang cukup, dan kondisi mental yang sehat. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru