31.5 C
Jakarta

Bahaya Islam Transnasional dan Kewajiban Masyarakat untuk Memeranginya

Artikel Trending

KhazanahPerspektifBahaya Islam Transnasional dan Kewajiban Masyarakat untuk Memeranginya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia memiliki sejarah menarik untuk selalu ditelusuri. Pada tataran perkembangan, banyak pemikiran dan gerakan yang mewarnai proses keberagamaan masyarakat. Salah satu gerakan yang masuk dan kemudian diaplikasikan oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah gerakan Islam transnasional.

Disadari atau tidak, gerakan ini telah menjamur di pelosok negeri. Ini dibuktikan dengan adanya basis mereka yang mendakwahkan alirannya di berbagai wilayah. Kemudian diperjelas oleh minat masyarakat yang baik pada salah satu aliran.

Namun sebelum melangkah lebih jauh, sebenarnya gerakan Islam transnasional itu apa? Maksud dan tujuan mereka seperti apa? Serta bagaimana peredarannya di Indonesia?

Islam Transnasional

Menurut beberapa ahli, gerakan ini merupakan sebuah himpunan organisasi yang melintasi wilayah teritori suatu negara. Gerakan ini bukan lagi berkutat pada ranah nasional tetapi juga internasional, gerakan ini bergerak pada landasan ideologi dengan maksud dan tujuan tertentu. Gerakan ini memiliki beraneka ragam, salah satu yang familiar adalah jemaah tabligh.

Perspektif terhadap aliran ini mengalami pro-kontra. Ada yang meyakini bahwa aliran ini sesat, karena memiliki metode dakwah yang berbeda. Sebagian yang lain beranggapan bahwa ajaran ini baik, kerena sesuai dengan metode Nabi dalam berislam.

Terlepas dari label baik dan buruk, aliran ini tetap mendapatkan peminat di berbagai penjuru. Mengesampingkan dari contoh yang dipaparkan penulis pada pembahasan di atas, masih terdapat beberapa contoh lain dari gerakan tersebut.

Perlu diketahui, untuk melebarkan penyebaran mereka, terdapat beberapa ciri yang dilakukan. Pertama, menciptakan sejumlah titik di berbagai negara, termasuk negara sekuler dan maju. Kedua, ideologi gerakan mereka tidak bertumpu lagi pada konsep nation-state, melainkan konsep kesejahteraan umat di tingkat global.

Ketiga, secara parsial mereka mengadaptasi gagasan dan instrumen modern seperti, metode perjuangan politik, partai, hingga penggunaan teknologi informasi, serta adanya penggunaan persenjaatan modern. Bergerilyanya gerakan transnasional melintasi penjuru dunia kerap kali memberikan pertanyaan kepada kita, sebenarnya apa yang diharapkan dari penyebarannya di berbagai negara: mendirikan negara khilafah, menyebarkan ideologinya, atau mencari massa sebanyak-banyaknya?

Mesti setiap individu memiliki cara pandang berbeda dalam melihat pergumulan ini. Jika digali lebih dalam, dapat dipastikan hanya sebagian masyarakat yang mengerti istilah Islam transnasional.

Barangkali mereka hanya mengetahui salah satu contoh dari gerakan ini, semisal jemaah tabligh, Wahabi, atau HTI. Lalu sejauh mana masyarakat Indonesia merespons kehadiran mereka dengan segala problem, cara pandang, dan pro-kontra terhadap gerakan ini.

Dinamika Gerakan Transnasional

Menurut Kholid Novianto, salah seorang pakar yang mendalami perkembangan gerakan transnasional Islam, latar belakang sejarah gerakan dan proses penyebarannya hingga sampai ke Indonesia cukup penting.

Ia memaparkan bahwa, gerakan ini muncul pada akhir abad ke-20 dengan mengkonsolidasikan ijtihad para pemikir Islam menjelang jatuhnya Turki Utsmani, sebagai respons untuk mencegah keterpurukan menghadapi agresivitas kapitalisme-liberalisme Barat.

Faktor yang memengaruhi metamorfosis gerakan Islam menjadi gerakan transnasional ialah adanya hegemoni neo-liberalisme dan ekspansi Barat pasca hancurnya komunisme yang berusaha menguasai ekonomi dunia.

Selain itu, keterbukaan Barat terhadap imigran dari negara Muslim, dan adanya perang Afghanistan yang menyatukan gerakan Islam nasional dari berbagai penjuru untuk bergerak dalam satu front melawan hegemoni Barat, serta beberapa faktor lainnya.

Pada tataran transformasi, setidaknya terdapat enam gerakan Islam yang bersifat transnasional. Gerakan tersebut adalah Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Salafi, Syi’ah, dan jemaah tabligh. Pergumulan ini terus mengepakkan sayapnya ke berbagai negara dengan beragam metode, sistem, agenda, dan ideologi.

BACA JUGA  Mengonstruksi Ruang Digital yang Steril dari Ekstremisme-Terorisme

Peredaran gerakan Islam transnasional di Indonesia masih akan terus berkembang luas di masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi adanya dukungan jaringan internasional serta agresivitas penyebarannya. Lebih dari itu, adanya kemungkinan untuk menggerogoti basis-basis gerakan Islam lokal yang ada.

Setiap gerakan transnasional memiliki kecenderungan ke arah mana mereka menggerogoti gerakan lokal. Basis Muhammadiyah di perkotaan misalnya, saat ini sedang digerogoti oleh jemaah Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Begitu juga gerakan Salafi berusaha untuk mengambil jemaah NU puritan dengan pendekatan pesantren.

Meskipun memiliki basis yang sama sebagai jaringan internasional di Indonesia, ternyata di antara mereka kerap terjadi ketegangan yang begitu tinggi. Seperti jemaah Ikhwan yang tidak ingin bertemu Hizbut Tahrir, dan terdapat pula jemaah Salafi yang mengecam gerakan Ikhwan, Hizbut Tahrir, dan jemaah tabligh.

Walaupun terjadi persaingan yang serius, semua gerakan tersebut memiliki sebuah keinginan untuk terwujudnya pemerintahan Islam, kecuali jemaah Salafi dakwah dan jemaah tabligh yang sementara waktu bersikap apolitis.

Respons Masyarakat Transnasionalisme

Seperti yang telah dipaparkan di atas, paradigma masyarakat mengenai kehadiran gerakan transnasional cukup beragam. Pro-kontra, sentimen, dan simpati mewarnai sikap masyarakat atas penjamahan mereka ke daerah-daerah. Pergerakan masif yang dilakukan kelompok ini, mampu mendoktrin masyarakat untuk tergabung dengan jemaahnya.

Metode yang diterapkan cukup ampuh untuk menarik simpatisan dengan jumlah yang tidak sedikit. Pendekatan yang dilakukan terbilang stabil dan konsisten. Hal ini dilihat dengan eksekusi lapangan secara continue tanpa rasa lelah dan jenuh.

Dapat diakui bahwa gerakan ini tidak main-main dalam menjalankan misinya. Tidak heran, jika ini menimbulkan pertanyaan kepada kita, sebenarnya landasan dasar apa yang mereka miliki hingga mampu berikhtiar segetol itu.

Masyarakat sebagai objek massa untuk tercapainya tujuan dari pergumulan ini, memiliki respons dengan beragam stigma. Utamanya saat menanggapi kedatangan kelompok tersebut di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

Sentimen menjadi stigma yang banyak beredar terhadap gerakan transnasional, hampir tiap masyarakat yang terlibat interaksi dengan jemaah ini, memiliki pandangan tak sepaham yang berujung pada konotasi negatif.

Namun tak jarang, mereka yang berkomunikasi memiliki simpati baik dari obrolan yang dilangsungkan, hingga akhirnya beberapa dari mereka masuk menjadi bagian jemaah tersebut. Ini mengindikasikan bahwa respons masyarakat terhadap gerakan ini bersifat subjektif. Masing-masing individu yang berdialog dengan kumpulan ini, memiliki cara pandang tertentu untuk mendeskripsikan baik dan buruk dari peredaran gerakan transnasional ini.

Lalu bagaimana sikap ideal yang harus diterapkan masyarakat untuk merespons peredaran gerakan ini? Sebagai negara plural yang memiliki berbagai jenis etnis, ras, budaya, bahasa, dan agama, tanggapan yang ditimbulkan masyarakat atas kehadiran gerakan transnasional bersifat moderat.

Namun perlu digarisbawahi bahwa gerakan yang sampai ke Indonesia tidak semuanya baik. Perlu adanya penekanan untuk memilah mana gerakan transnasional yang dapat diterima atau tidak.

Jemaah jihadis contohnya, gerakan yang memiliki ideologi dan arah gerak untuk selalu jihad atau berperang melawan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan arah kebenaran mereka. Perlunya pemilahan yang jelas terhadap peredaran gerakan, agar masyarakat tidak terjerumus pada hal yang merugikan.

Keberadaan mereka di belahan dunia, dan khusunya di Indonesia telah banyak memakan korban jiwa. Hal tersebut tentunya menjadi perhatian kita untuk menolak kehadiran mereka. Permasalahan yang mereka timbulkan bukan lagi mengenai keagamaan tetapi kemanusiaan.

Maka dari itu, dengan segala kebijaksanaan, masyarakat harus kompak memerangi Islam transnasional yang mengancam kedaulatan. Satu kata, perangi!

Arya Ramadhan
Arya Ramadhan
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru