29.5 C
Jakarta

Media Keislaman dan Tugas Dasar Mencegah Radikalisme di Media Sosial

Artikel Trending

KhazanahTelaahMedia Keislaman dan Tugas Dasar Mencegah Radikalisme di Media Sosial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com Sebagaimana dimafhumi, Harold D. Laswell pernah menyatakan bahwa kunci komunikasi efektif atau dalam bahasa kita bisa disebut dakwah efektif, di antaranya tidak lepas dari unsur “Who Says What Which Channel, Media and What Effects”.

Pernyataan Laswell, bisa dilihat relevan untuk direnungkan kembali dalam memahami, memilah, dan memilih ideologi media keislaman di Indonesia sebagai rujukan sekaligus konsumsi bacaan dan kajian keislaman.

Media keislaman di Indonesia, semakin banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, seiring perkembangan teknologi dan banyaknya pengguna media sosial. Hadirnya media keislaman harus pula kita ketahui berdasarkan macam-macamnya, yakni: pertama, jurnalisme profetik.

Kedua, jurnalisme provokatif. Tipe yang pertama mengarah pada idealisme bahwa model jurnalisme profetik merupakan jurnalisme kenabian yang mengupayakan penyebaran informasi dan berita dengan penggunaan bahasa yang lebih ramah, santun, damai, menyejukkan, dan dialogis.

Hadirnya media keislaman tipe pertama, diharapkan umat lebih menemukan pencerahan, pendidikan, kedamaian dan keterbukaan hati pikiran untuk memahami substansi Islam secara esensial.

Dalam konteks ini, isi kualitas berita lebih ditonjolkan ketimbang soal isu ideologi islamisme semata. Tipe ini juga muaranya pada penciptaan perdamaian (peace building-oriented), anti kekerasan dan anti-konflik.

Namun, tipe yang kedua sebaliknya. Penggunaan bahasa dan penyajian berita dilakukan dengan cenderung ke arah provokatif, intimidatif hinga anti dialogis. Media ini lawan dari profetik. Karakter dari media keislaman semacam ini mengundang konflik dan permusuhan antar kelompok karena penyajian narasi cenderung menutup ruang pemahaman yang berbeda.

Melihat karakteristik di atas, kita dapat memilah media apa saja yang termasuk junalisme profetik atau jurnalisme provokatif. Meski setiap media memiliki kepentingan yang berbeda-beda, namun kita harus mengetahui bagaimana cara media keislaman menyajikan narasi yang selama ini dilakukan.

Gemakan Wacana Islam Ramah

Tugas dasar hadirnya media keislaman seharusnya mempromosikan nilai-nilai keislaman yang ramah. Media keislaman harus mampu menjawab kegelisahan yang dialami oleh masyarakat dengan wacana Islam yang ramah. Tentu, yang dimaksud dalam tulisan ini adalah wacana keagamaan yang tidak menjatuhkan kelompok lain atau menyebar kebencian terhadap kelompok lain.

BACA JUGA  Belajar dari Keberhasilan Fatayat NU Jawa Barat dalam Penanggulangan Radikalisme

Media keislaman yang menggemakan wacana keislaman dengan provokatif, dan berpotensi untuk menciptakan segregasi antar kelompok, tidak bisa dikatakan sebagai media keislaman yang ramah. Mereka justru tidak menciptakan ruang berefleksi bahwa agama membawa kedamaian dan persatuan bagi seluruh umatnya, akan tetapi sebaliknya.

Bagi para pengelola media keislaman, penting untuk memahami persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat, utamanya yang sedang hype di media sosial, dengan melihat melalui kaca mata Islam. Masyarakat Muslim di Indonesia, pasti menggunakan media sosial. Oleh karena itu, wacana keislaman yang dihadirkan di media sosial, pasti akan memiliki pembaca yang menjadikannnya sebagai rujukan.

Setiap pengelola media keislaman harus mampu melihat tantangan yang berasal dari media lain, termasuk media keislaman yang menyebarkan narasi keagamaan yang memuat kalimat provokatif utamanya mengatasnamakan Islam.

Artinya, perang wacana keislaman yang dihadirkan melalui media, menjadi sebuah kenyataan baru bahwa, perbedaan paham keagamaan yang dibawa oleh masing-masing media keislaman, akan dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Fakta di atas yang harus dipahami oleh kita semua sebagai umat Muslim. Jika kita memahami latar belakang media keislaman yang sedang menyebarkan narasi keagamaan, lebih mudah untuk melihat wacana yang dibawa ke mana dan seperti apa.

Dengan demikian, paham radikalisme yang disebarkan melalui media sosial, bisa dicegah dengan baik apabila kita semua mengetahui banyak ragam yang terdapat pada media keislaman.

Sekali lagi, pengelola media keislaman wajib untuk menyebarkan narasi agama Islam yang ramah dan damai tanpa menyebar kebencian. Wacana keagamaan yang diusung oleh media keislaman, akan berpengaruh terhadap kondisi sosial keagamaan masyarakat Muslim. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru