27.5 C
Jakarta

Konsistensi dalam Menulis, Kenapa Tidak?

Artikel Trending

KhazanahLiterasiKonsistensi dalam Menulis, Kenapa Tidak?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ada sebuah kontradiksi yang terkadang membuat seorang penulis tidak mampu mengembangkan bakatnya sebagai penulis. Seakan sebuah bayang-bayang distopia bagi kebanyakan penulis, bagaimana kalau akhirnya gagal menjadi penulis? Penulis di sini diartikan sebagai penulis yang berkecimpung dan bergiat di dunia penulisan, yang akhirnya memiliki sebuah tujuan yang jelas; penulis profesional. Sebab, dalam konteks umum, bisa jadi seorang menjadi penulis hanya untuk kepuasan hati dan pikirannya.

Maka penelahaan sebab-akibat menjadi titik penting untuk mencapai tingkat kematangan dan keberhasilan seseorang menjadi penulis. Seyogianya, sebuah hasil karya tulis mampu memberikan wawasan dan cakrawala baru bagi pembacanya. Bukan hanya sekedar untuk mengisi waktu luang, yang membuat pembaca tidak fokus pada bacaannya dan membuat pikiran pembaca pada sebuah simpulan yang diartikan sebagai bacaan sia-sia.

Bahwa tidak dapat dipungkiri, kini dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, posisi buku yang beberapa tahun lalu menjadi sumber bacaan untuk mendapatkan wawasan referensi keilmuan, sedikit demi sedikit sudah ditinggalkan oleh konsumen, dan beralih pada bacaan digital yang bersifat praktis dan lebih sederhana.

Cara ini tentunya memberikan dampak bagi wawasan pembaca dalam menyerap bahan bacaan, bermutu atau tidak? Karena dibutuhkan pembaca yang punya kemampuan akurat, untuk membedakan apakah tulisan tersebut sebuah fakta ilmu atau rekayasa hoaks.

Tidak dapat dihindari, dalam membentuk karakter dan peningkatan kualitas seorang penulis, harus menguasai aspek dasar dalam teori kepenulisan. Penguasaan khasanah literasi dan sumber-sumber literatur bahasa, menjadi modal dasar untuk mengembangkan bakat seorang penulis.

Di samping referensi bahasa dalam bentuk direktori bacaan untuk meningkatkan keterampilan dan cara-cara menyusun kalimat yang benar. Serta masih banyak kemampuan dasar yang harus dikuasai, termasuk kemampuan psikologi dalam menyampaikan ide serta gagasan.

Menelisik lebih dalam pada aspek psikologis, bahwa seorang penulis juga harus memiliki mental yang kuat, karena dunia kepenulisan juga memiliki tantangan yang berat dan harus dihadapi. Seorang penulis untuk mencapai keberhasilan, harus siap dengan kritik yang bisa datang dari mana saja.

Ketika sebuah karya tulis yang telah dipublikasikan, maka secara otomatis menjadi milik publik yang membuat pembaca tertarik atau tidak. Tetapi seyogianya, artikel apa pun memiliki latar belakang karakter penulisnya. Ini tentunya tidak terlepas dari cara penyajian kalimat dalam artikel tersebut.

Semua penulis, tentunya berharap agar tulisannya memberikan wawasan baru dan bermanfaat bagi pembaca. Dalam perspektif kepenulisan, artikel yang disuguhkan oleh penulis kepada pembaca, tentunya lebih disukai yang bersifat aktual. Jadi, seorang penulis juga harus mampu memiliki wawasan dan kompetensi dalam pengembangan bacaan yang disuguhkan. Maka harus ada indikator yang jelas, meski selera pembaca adalah sebuah subjektivitas yang begitu dinamis dan berubah-ubah.

Nah, bagaimana penulis itu mampu mengukur hasil tulisannya agar tersampaikan kepada pembaca secara umum? Karena tulisan atau artikel apa pun itu diharapkan tersampaikan kepada pembaca, maka sangat dianjurkan seorang penulis melewati fase seleksi alam. Salah satu cara untuk mengetahui apakah artikel itu layak atau tidak dibaca oleh masyarakat luas, maka harus dikurasi oleh orang lain. Minimal oleh redaktur, yang sudah jelas punya kriteria terukur, apakah artikel itu layak atau tidak untuk dipublikasikan.

Pada titik ini, terkadang seorang penulis berada pada pertentangan yang menjadikannya ragu untuk melewati meja redaksi. Karena tidak dapat dipungkiri, seorang penulis lebih berkecenderungan untuk memberikan penilaian sepihak, bahwa artikelnya bagus menurut versinya sendiri.

Tetapi tulisan itu harus memiliki kualitas dalam versi pembaca. Konflik pribadi penulis semacam ini, lebih memilih jalan pintas, yang mungkin hanya untuk memuaskan kebutuhan batinnya dalam menulis. Jalan yang dipilih dengan cara pintas, lewat blog atau platform tanpa kurasi ketat.

BACA JUGA  Menulislah, Ide Itu Begitu Berharga

Untuk menghasilkan karya tulis yang berkualitas, seorang penulis harus mengasah kemampuan dan keterampilannya secara konsisten. Keseimbangan antara menulis dan membaca, sangat berpengaruh dalam mencapai keberhasilan seorang penulis. Keterlibatan imajinasi pikiran sangat berpengaruh untuk mendapatkan ide dan gagasan yang dituangkan dalam karya tulis. Inilah yang sering disebut sebagai faktor emosional penulis, sehingga sebuah karya tulis sebagai simbol perilaku dan karakteristik penulis.

Kadang muncul pertanyaan, kenapa seorang penulis harus mengetahui siapa dirinya? Ini mungkin sebuah konteks pragmatis yang sangat erat dengan sifat-sifat manusia yang berorientasi pada entitas manusia. Kenapa diperlukan pendekatan-pendekatan yang sifatnya karakteristik. Karena, penulis, adalah makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Lebih lanjut, sifat-sifat  yang terdapat pada manusia memerlukan cara berpikir yang lebih jauh jangkauannya dari apa yang dimungkinkan oleh metode-metode eksperimental dan analitis yang digunakan oleh ilmu-ilmu pengetahuan, baik alam maupun sosial. Ini sebuah konsep yang terkadang tanpa disadari, seorang penulis mampu mencapai tingkatan yang lebih tinggi, daripada apa yang tidak dipikirkannya. Dan ini sangat membantu bagi konsistensinya dalam menulis.

Meski terkadang ini dianggap sebagai retorika atau istilah yang tidak populis, tetapi bisa jadi “pembakar semangat” bagi penulis. Sebuah kalimat bijak yang cukup filosofis. Di Indonesia sekarang ini ada banyak sastrawan menulis hanya karena ingin menulis. Padahal, tidak ada yang ingin disampaikan melalui tulisan itu. Mereka menulis karena hanya ingin disebut sastrawan.

Sebagaimana disampaikan di atas, bahwa penelaahan dalam menulis adalah sebuah cakrawala pengetahuan bagi pembaca. Maka diharapkan bagi penulis selalu meningkatkan keterampilan olah kata dalam membuat artikel atau naskah apa saja. Sebuah cakrawala yang membuka dimensi ilmu dan pengetahuan.

Hal yang terkadang jadi penghambat dan kegagalan seorang penulis untuk tetap konsisten dalam penulisan, salah satunya adalah rasa cepat puas dan tenggelam dalam euforia yang berlebih-lebihan. Terutama pada penulis yang masih pemula. Ini kadang membuat penulis lupa, bahwa setiap keberhasilan sebuah naskah yang terbit di ruang publik atau media, akan berbanding lurus dengan sebuah kegagalan yang mengintainya setiap saat.

Dalam mengasah keterampilan menulis untuk menuju penulis yang konsisten dan berkualitas, tentu banyak cara yang dapat dilakukan. Antara lain: melakukan interaksi sosial dengan penulis-penulis yang sudah mapan dalam kekaryaannya. Harus banyak membaca, untuk memperoleh informasi pengetahuan dan belajar menganalisa sebab-akibat dalam dunia kepenulisan, karena ini sebuah dimensi fase yang harus dilalui.

Dorongan kuat untuk dapat menulis hanya ada pada diri sendiri, bukan menunggu kesempatan atau karena tidak mood.harus berani membangun pikiran-pikiran positif untuk menghasilkan karya tulis yang bagus.

Konsistensi dalam menulis bisa jadi teramat mudah, tetapi bisa jadi sangat sulit. Pada tulisan ini, penulis ingin membagi pengalaman, bahwa kita harus berlatih fokus pada tekstual artikel yang harus diselesaikan. Ada kalanya, kita ingin segera menyudahi beberapa konsep naskah/artikel, yang akhirnya membuat tulisan menjadi amburadul dan tidak bisa dinikmati oleh pembaca. Gunakan bahasa-bahasa sederhana yang mudah ditangkap dan dipahami oleh pembaca. Segmen pembaca tentunya harus dilihat.

Akhirnya, sebuah simpulan yang tidak harus menjadi perspektif teori. Bahwa menulis itu, sebuah perpaduan antara kondisi fiksi dan kondisi realis, maka gabungkanlah ide-ide dan imajinasi kuat yang ada di pikiran, kemudian mengolah kata-kata sesuai selera pembaca. Menulis itu bukan hanya untuk memuaskan batin penulisnya, tetapi juga mampu memberikan nilai kepuasan bagi pembaca.

Vito Prasetyo
Vito Prasetyo
Pegiat sastra dan peminat budaya. Mukim di Malang, Jawa Timur.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru