29.9 C
Jakarta

Ketika Al-Qur’an Melindungi Kehormatan Perempuan

Artikel Trending

KhazanahPerempuanKetika Al-Qur’an Melindungi Kehormatan Perempuan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kezaliman dan pelecehan terhadap perempuan di era modern ini tidak lain merupakan pengulangan sejarah dari berbagai peristiwa yang pernah terjadi di masa jahiliah. Jadi, tidak heran jika era modern ini juga disebut sebagai neo-jahiliahisme atau jaman edan.

Perempuan pada masa jahiliah sama sekali tak memiliki hak asasi dan hak kebebasan. Mereka terkungkung dalam kekuasaan laki-laki yang bertindak sewenang-wenang. Bangsa Arab jahiliah memandang perempuan hanyalah sebagai pelayan laki-laki, alat pemuas nafsu dan alat memperoleh keuntungan material (perbudakan/human trafficking).

Perempuan kala itu sama sekali tak memperoleh hak waris, bahkan perempuan itu sendiri dijadikan sebagai barang warisan. Istri orang yang telah meninggal akan diwariskan secara paksa kepada ahli waris. Gadis yatim masa jahiliah sering kali mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari orang yang mengasuhnya. Gadis yatim kadang dilarang untuk menikah oleh orang tua angkatnya. Pasalnya, mereka ingin terus memanfaatkan harta kekayaan gadis yatim yang mereka asuh.

Seorang lelaki bisa menikah dengan puluhan bahkan ratusan perempuan tanpa mempedulikan beban tanggung jawabnya. Tidak hanya itu, lelaki dengan seenaknya menceraikan istrinya berkali-kali dan merujuknya berkali-kali. Selain itu, lelaki pada umumnya cenderung memberikan perhatian yang lebih besar pada istri yang sangat dicintainya, sementara istri yang lain tergantungkan cintanya.

Hal ini tentunya dapat menyakiti perasaan perempuan. Intinya, kaum lelaki kala itu menikahi perempuan hanyalah karena tergiur pada harta kekayaan dan kecantikannya. Tak lama kemudian ia akan menelantarkannya setelah bosan dan tak membutuhkannya lagi. Habis manis sepah dibuang.

Islam Mengangkat Perempuan

Ketika Islam datang, maka secara berangsur-angsur Al-Qur’an turun melepaskan jerat kezaliman, melindungi kaum lemah dan mengangkat martabat perempuan.

Di antaranya turunlah ayat-ayat perlindungan hak perempuan dalam pernikahan, rumah tangga dan kepemilikan harta. Perempuan berhak memperoleh mahar dalam pernikahan pada ayat 4 dan 24 surah al-Nisa’:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا  [النساء : 4]

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” [QS. an-Nisa: 4]

Perempuan juga berhak memeroleh harta waris sebagaimana lelaki dalam ayat 7 surah al-Nisa’:

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا [النساء : 7]

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” [QS. an-Nisa: 7]

Perlindungan hak istri untuk hidup bebas, tidak boleh diwariskan secara paksa, juga hak untuk memiliki dan mengelola hartanya sendiri dalam ayat 19-21 surah al-Nisa’:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ .وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا.  وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا [النساء : 19 – 21]

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan cara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” [QS. an-Nisa: 19-21]

BACA JUGA  Terabaikan dan Teralienasi: Peran Pemuda dan Perempuan dalam Kontra-Ekstremisme

Perlindungan hak istri. Pembatasan jumlah talak suami agar suami tak sewenang-wenang bermain-main dengan perceraian serta hak istri menggugat perceraian (khulu’) dalam ayat 229-230 surah al-Baqarah:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ. فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ [البقرة : 229 ، 230]

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” [QS. Al-Baqarah: 229-230]

Kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan, meskipun masing-masing memiliki kelebihan yang berbeda. Masing-masing akan memperoleh bagian sesuai dengan usahanya, dalam ayat 32 dan 124 surah al-Nisa’:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا [النساء : 32]

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. an-Nisa’: 32]

Demikianlah di antara cara Al-Qur’an menjaga kehormatan dan mengangkat martabat perempuan, hingga perempuan dapat memiliki kehidupannya sendiri secara utuh tanpa terbelenggu dalam otoritas laki-laki. Namun, perempuan tetaplah harus menyadari fitrahnya sebagai kaum hawa, tetap menjaga diri dengan akhlak Qur’ani. Kebebasan tetap berada di bawah pantauan syariat.

Zainal Abidin Bondowoso
Zainal Abidin Bondowoso
Intelektual Muda

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru