31.2 C
Jakarta

Kaum Muda, Mengapa Jadi Target Paham Radikal?

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKaum Muda, Mengapa Jadi Target Paham Radikal?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Setelah bangsa ini lepas dari cengkeraman Orde Baru, Indonesia mengalami perubahan besar-besaran dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara atau yang biasa disebut era Reformasi. Salah satu yang menjadi ciri era Reformasi adalah dengan keterbukaan dan memberikan hak kebebasan selebar-lebarnya kepada rakyat, kaum muda juga termasuk di dalamnya.

Di era keterbukaan seperti ini, bangsa ini dihadapkan dengan tantangan dan benturan ideologis yang sangat tajam. Salah satunya adalah ideologi agama, yang diekspresikan dalam banyak bentuk. Tak jarang disertai dalam bentuk kekerasan dan bentuk ekspresi emosional lainnya (Herdi Sahrasad & Al Chaidar, 2017). Dewasa ini, Ideologi Islam di Indonesia terus mengalami perubahan dengan berbagai macam varian.

Belakangan, ideologi Islam ini muncul dalam bentuknya yang lumayan keras yaitu radikal. Uniknya paham radikal ini sudah banyak menjangkit kaum muda atau generasi milenial bangsa ini. Padahal, paham seperti ini sangat fatalistik dalam upaya menjaga bangsa Indonesia agar tetap menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan pluralisme.

Kerentanan Kaum Muda Terhadap Paham Radikal

Menurut Noorhaidi Hasan (2018), keberhasilan gerakan Islam garis keras menyusupi kaum muda dalam hal ini mereka para pelajar dan mahasiswa sangat erat kaitannya dengan kekhawatiran mereka menghadapi berbagai macam problem struktural dan ketidakpastian akan masa depan mereka.

Problem mereka menjadi semakin kompleks di era serba digital ini dengan adanya gempuran teknologi dan masalah-masalah sosial lainnya seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan, sulitnya mendapatkan jodoh dan tingginya angka pengangguran. Kaum muda dengan masalah yang semakin rumit ini, tidak sedikit mengantarkan mereka pada jurang frustasi atau dalam istilah Noorhaidi Hasan “Kepanikan Moral”.

Di tengah kegamangan akan masa depan mereka, para radikalis benar-benar menjadikan momentum ini sebagai wadah untuk menyusupkan paham atau ideologi yang sedang mereka perjuangkan. Selain itu, untuk mencari agen-agen ideologi mereka, para radikalis melancarkan perjuangan mereka lewat gerakan-gerakan yang berbasis di kampus-kampus dan lembaga pendidikan semacamnya.

Pada dasarnya, alasan mereka menjadikan kampus sebagai salah satu basis gerakan mereka sangat mudah dipahami,  karena para mahasiswa yang sedang belajar di kampus masih dalam proses belajar dan diindentikkan sebagai era pencarian jati diri dengan mengenal banyak hal dengan berbagai problem kehidupan yang sedang dihadapinya. Sehingga mereka menjadi sasaran yang paling strategis untuk memperkuat gerakan paham keagamaan mereka.

Terlebih lagi, posisi strategis mahasiswa dan siswa yang mempunyai jangkauan pergaulan luas dan relatif otonom, dianggap oleh gerakan radikal sebagai sarana yang paling pas dan mudah untuk memproliferasi paham-paham radikal yang mereka perjuangkan (Ahmad Fuad Fanani, 2013).

Maraknya gerakan-gerakan di kampus yang terafiliasi dengan lembaga atau ormas yang berideologi paham radikal benar-benar nyata. Virus ini tidak hanya menjangkiti kampus-kampus kita, tetapi bahkan sudah lama menjangkiti lembaga-lembaga pendidikan sekolah di negeri kita.

BACA JUGA  Metamorfoshow: Titik Tolak Kontra-Propaganda Khilafah

Berbagai penelitian telah mengungkap fenomena ini dan hasilnya cukup mencengangkan dengan banyaknya generasi kaum muda yang terpapar paham radikal ini. Untuk menyikapi laju perkembangan paham radikal kaum muda dalam dunia pendidikan seperti kampus dan sekolah, maka pelaku pendidikan perlu untuk memikirkan formulasi sebagai penangkal serta membumikan kembali nilai-nilai islam yang rahmatan lilalamin di kalangan anak muda.

Mengajarkan kepada mereka tentang Islam yang damai, universal dan penuh kasih sayang. Nilai-nilai demikian perlu untuk diinternalisasikan kepada mereka, sebagai benteng masa depan kaum muda dari paham radikal.

Peran Institusi Pendidikan Dalam Menangkal Paham Radikalisme

Menurut temuan PPIM UIN Jakarta (2018), salah satu pintu tumbuh kembangnya gagasan intoleransi dalam lingkungan sekolah adalah karena pintu sekolah yang terbuka untuk siapa saja. Temuan ini tentu cukup beralasan mengingat hampir semua lembaga pendidikan membuka pintu kepada siapa saja yang datang kepada mereka.

Fenomena ini bukan hanya terjadi pada lembaga sekolah saja, akan tetapi fenomena ini terjadi juga pada kampus, bahkan kampus jauh lebih terbuka dan tidak membatasi dengan siapa mereka bekerja sama dan lainnya. Ke depan, lembaga pendidikan diharapkan lebih selektif dalam hal ini, termasuk dengan siapa mereka harus bekerja sama. Sehingga mereka mampu berkolaborasi dengan pihak-pihak yang sevisi, dan memiliki tujuan yang sama.

Selain itu, lembaga pendidikan baik sekolah maupun kampus harus mampu menghadirkan dan merumuskan kurikulum pendidikan Islam yang mampu mencetak generasi yang inklusif, toleran, tidak berpaham keras, dan tidak mudah menyalahkan orang yang berbeda pendapat dengannya. Hal ini penting untuk dilakukan agar arah pendidikan kita tetap sejalan dengan konsep keberagaman, “Bhinneka Tunggal Ika”.

Selain itu,  faktor yang perlu diperhatikan adalah mengecek dan memperhatikan kembali literatur-literatur keislaman yang baik dan sehat untuk generasi kaum muda kita, mengingat saat ini terjadi pergeseran literasi keagamaan cukup signifikan di kalangan kaum muda. Menurut Hilman Latief (2010), saat ini kaum muda cukup menggemari literatur Salafi-Puritan, kemudian disusul literatur keagamaan secara umum dan ketiga adalah literatur keislaman yang berorientasi politis.

Problem kaum muda seperti ini harus benar-benar dimengerti oleh para pelaku pendidikan dalam setiap institusi pendidikan, kemudian disikapi secara serius. Apalagi jika melihat tingkat kemungkinan terpapar paham radikal oleh kaum muda jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa karena mereka masih berada pada fase pertumbuhan dengan kondisi jiwa yang masih sangat labil, sehingga kecenderungan mereka terhadap gagasan baru yang datang kepada mereka sangatlah besar.

Khairul Huda, M.A
Khairul Huda, M.A
Alumni Magister Interdisciplinary Islamic Studies Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dosen di STAI Al-Furqan Makassar.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru