31.2 C
Jakarta

Kalang Kabut Moderasi Pendidikan dan Radikalisme yang Mengisinya

Artikel Trending

Milenial IslamKalang Kabut Moderasi Pendidikan dan Radikalisme yang Mengisinya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia.

Melihat data di atas, jelas menunjukkan bahwa pendidikan Indonesia tidak baik-baik saja. Lembaga pendidikan yang diandaikan menjadi proses yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia, sudah runtuh seketika. Pendidikan yang diandaikan menjadi harapan untuk mencetak kader terbaik untuk kemajuan peradaban dari suatu bangsa, pupus tak bermakna.

Pendidikan Kalang Kabut

Sebab, melihat hasil penelitian di atas, menjadi bukti tersendiri bahwa Pendidikan hari ini memang menjadi tempat suburnya radikalisme. Pendidikan malah menjadi pabrik ajaran-ajaran radikalisme. Pendidikan menjadi tempat pengenderan paham-paham radikalisme.

Hingga akhirnya, banyak masyarakat khawatir, kendati pendidikan sudah hilang arah dan rapuh atas tujuan utamanya. Ajaran-ajaran yang diadopsi di pendidikan baik dari tinggat dasar hingga perguruan tinggi tumbuh subur oleh kurikulum radikal. Dengan demikian, maka tidak heran jika pendidikan juga yang justru merapuhkkan pilar-pilar kebangsaan, dan menjadi peluru penghancur keindonesiaan.

Mengapa demikian? Sejarah pendidikan Indonesia adalah sejarah kerapuhan. Ajaran, kurikulum, dan norma-norma yang diberlakukan di pendidikan Indonesia berasal dari kerapuhan. Selalu saja berubah-ubah dan selalu tiba pada kesalahan, kendanti hilang arah masa depan dan tujuan. Ini problem akut yang terjadi pada pendikan di bangsa ini.

Masalah-masalah Pendidikan

Mengapa ini terjadi? Masalahnya adalah, segala program Pendidikan Indonesia bersandar pada hasil proyek tahunan. Pertahun gonta-ganti, copot-pasang, bak kartu rekening di taller bank. Ini adalah problem akut, yang hingga saat ini masih terus berjalan.

Selain itu pula, mereka tidak sadar bahwa Pendidikan memang menjadi target utama ideologi-ajaran keagamaan transnasional. Sehingga, radikalisme di pendidikan sudah menjadi ajaran yang tidak perlu dipersoalkan, meski sangat tampak wujud dan praktiknya. Latar belakang ini yang menjadikan gerakan terorisme yang selalu membayangi dan menjadi permasalahan yang kini dihadapi oleh negara Indonesia.

BACA JUGA  Kaum Radikal-Ekstremis Lakukan Propaganda "Hijrah", Hati-hati!

Persoalan kedua adalah, pendidikan Indonesia masih terkungkung pada pelajaran-pelajaran yang tidak penting namun masih diajarkan di sekolah. Demikian tersebut, sebab musababnya terjadi karena guru-guru yang malas, kurang kreatif, kurang onovatif, bahkan sudah tidak mampu berpikir lagi untuk memajukan pendidikan, bangsa, dan negara Indonesia. Apa yang diharapkan oleh guru dan pendidikan semacam ini?

Ketiga, karena problem sosial, ekonomi, lingkungan, politik. Dari sini pendidikan hanya bisa membebek atas fakta yang terjadi di tengah masyarakat, kemudian meninggalkannya. Bahkan pelajaran-pelajaran di sekolah tidak diarahkan ke sana, bagaimana melihat masalah tersebut, dan kemudian peserta didik menjawab, merespons, dan berargumen tentangnya.

Hal Penting di Pendidikan

Di satu sisi, ada pengendapan dalam pendidikan di Indonesia. Di sisi lainnya, meraka kewalahan untuh mengejar ketertinggalan bahkan sekadar untuk menjawab persoalan yang terjadi di sekitarnya. Hingga akhirnya, kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh gerombolan kelompok radikal. Dan sekarang merekalah yang mengisinya.

Di situasi pendidikan yang tidak kreatif, kosong program yang bagus, terjadinya ajaran pendidikan yang sempit, peserta yang memiliki perasaan tertekan, terhegemoni, tidak aman secara psikososial, serta ketidakadilan dalam pembejaran-bantuan-apreasiasi, menjadikan pendidikan tidak berguna dan memunculkan paham lain: radikalisme.

Pendidikan sebagai salah satu proses yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia, karena menjadi menyediakan investasi jangka panjang bagi semua bangsa, kini sangat menakutkan. Orang menganggap, bahwa bibit radikalisme agama muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik dalam lembaga pendidikan.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Tidak ada lain, selain lembaga pendidikan sendiri dan merupakan salah satu pencegahan pertama dalam menangkal radikalisme, harus berbenah. Selanjutnya, pendidikan harus juga ikut terlibat menjadi lembaga pertama yang melakukan pencegahan dengan memberikan pengalaman belajar agama berbasis anti radikalisme. Itu!

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru