31.2 C
Jakarta

Fenomena Ghosting Para Teroris

Artikel Trending

KhazanahTelaahFenomena Ghosting Para Teroris
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bahasan yang sedang trend, fenomena ghosting yang baru-baru ini selalu muncul di berbagai website kepenulisan. Istilah ini kembali ramai sesaat masalah Kaesang dan Felicia menjadi trending twitter. Ghosting dimaknai sebagai fenomena hubungan yang dijalani oleh seseorang, secara tiba-tiba salah satu dari dari keduanya lalu menghilang, tanpa kabar, tanpa kejelasan apapun. Setelah waktu yang beberapa saat, kembali datang, memulai percakapan baru dan menjalani hal hubungan yang terjalin.

Dilansir dari Kumparan.com Ghosting terjadi ketika ada salah satu orang yang tiba-tiba menghentikan komunikasi tanpa penjelasan ketika mereka sedang melakukan pendekatan atau kencan.  Tidak terbatas pada pengertian tersebut, ghosting juga bisa terjadi di hubungan pertemanan platonic dan itu tidak kalah menyakitkannya.

Menurut hemat penulis, istilah ini bisa ditarik dalam ranah yang lebih luas, khususnya mengartikan istilah ghosting sebagai “jeda” yang dilakukan oleh seseorang dalam melakukan sesuatu. Bisa saja orang tersebut muncul dengan kondisi lebih daripada sebelumnya dengan menyiapkan berbagai amunisi untuk kembali melakukan aksi yang sama. Jika ditarik dengan aksi yang dilakukan berbagai kelompok pericuh NKRI misalnya kelompok teroris, FPI dkk, istilah ghosting ini justru sering dilakukan oleh mereka.

Catatan Kelam Para Teroris

Catatan sebanyak 22 orang diduga teroris ditangkap di Jawa Timur menambah ingatan kita dimana kelompok tersebut memberi jeda untuk melakukan berbagai upaya yang bisa dilakukan secara lebih daripada sebelumnya.

Jika melihat dari tapak sejarah kelam para teroris, ingatan kita kembali kepada kejamnya para teroris yang sama sekali tidak manusiawi. Dimulai dari serangan kasus bom Bali (2001), J.W Marriot Hotel (2003), pengeboman kedutaan besar Australia (2004), Bom Bali II (2005), pengeboman Hotel Simultan di J.W Marriot Hotel dan Rotz Carlton Hotel (2009). Perjalanan kelam ini tidakmluput dari kacamata ingatan kita betapa kejamnya para teroris dalam melakukan aksi yang tidak manusiawi.

Sayangnya, mereka terus berupaya mencari pembenaran atas perbuatan keji yang dilakukan dengan dalih agama, bahkan secara jelas mengutip nash Al-Quran yang menjadi pedoman hidup umat Islam. Hingga kejadian tersebut dilakukan, maka semenjak itu anggapan agama Islam sebagai agama kejam, keji, dan menghalalkan darah sesama manusia terus menggema, kemudian mengakibatkan Islamofobia bagi kalangan non-muslim dengan melihat wajah Islam yang demikian.

BACA JUGA  Ilmu dan Akhlak: Dua Hal yang Harus Dipahami oleh Umat Muslim!

Meski demikian, aksi-aksi yang dilakukan oleh para teroris ini tidak secara massif dilakukan terus menerus, mereka berupaya mencari ruang yang bisa ditempati dan tepat waktu ketika melakukan upaya keji tersebut. waktu dalam mempersiapkan amunisi tersebut dimaknai sebagai “ghosting” dalam upaya balik lagi dengan amunisi yang besar dan persiapan yang lebih matang.

Ghosting yang dilakukan para teroris

Ghosting, diartikan sebagai “jeda”. Jeda untuk tidak melakukan sesuatu seperti biasanya, jeda untuk tidak terlihat dari public.. Waktu dalam “jeda” yang ada tersebut dimanfaatkan untuk mempersiapkan banyak hal. Apalagi kerjaannya jika bukan menjual “agama”. Mengatasnamakan jihad untuk aksis teror yang sudah dan akan dilakukan dalam beberapa waktu yang akan datang. Ini memang benar-benar terjadi dilakukan, persiapan yang matang dengan berbagai strategi terus digencarkan sebelum tampil ke publik.

Mereka nyata adanya, misal dalam kasus Jamaah Islamiyah. Para calon anggota teroris diberi pelatihan. Mereka adalah siswa terbaik di pondok pesantren yang terafiliasi dengan Karso. Dan mereka berangkat ke Syuriah selama 6 bulan. Mereka tidak langsung dicecoki dengan melakukan pengeboman. Akan tetapi, pelatihan fisik seperti pencak silat, doktrin-doktrin terhadap “jihad” menjadi tambahan utama dalam proses pelatihan berlangsung. Nantinya, para anggota teroris ini siap dengan berbagai hal, mulai dari kesiapan fisik, mental, pengetahuan agama yang mumpuni sebagai alat dalam aksi yang dilakukan dll (tirto.id).

Beberapa kasus tersebut mengingatkan pada kita bahwa, dalam setiap langkah yang mereka lakukan tidak lain adalah hasil dari usaha, strategi, taktik yang panjang dengan persiapan yang amat matang. Tidak kaget rasanya ketika kita selalu mendengar penangkapan para teroris oleh densus 88 diberbagai daerah yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Mereka akan terus melakukan “Ghosting” kepada khalayak publik, menimbulkan kegaduhan. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru