28.2 C
Jakarta

Dua Hal Penting Biar Kita Layak Jadi Warga Indonesia

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanDua Hal Penting Biar Kita Layak Jadi Warga Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Pada beberapa bulan yang lalu, saya pernah mengikuti seminar Prof. Komaruddin Hidayat. Dia bertitah, bahwa negara Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dua prinsip dasar, yaitu religiusitas dan pluralitas. Sebelum melangkah lebih jauh membahas dua prinsip ini, saya ingin mengetengahkan dua prinsip ini.

Religiusitas dapat dipahami dengan sikap kesalehan dalam beragama. Tentu, sikap ini berbeda dengan sikap ateis atau sikap yang tidak bertuhan. Sedang, pluralitas merupakan cara pandang kemajemukan dalam melihat perbedaan. Jadi, seseorang yang pluralis melihat perbedaan sebagai rahmat, bukan petaka.

Kembali ke pesan menggugah Prof. Komar tadi, penting diingat bahwa religiusitas dan pluralitas merupakan dua prinsip yang diperas dari butir-butir Pancasila. Pada sila pertama disebutkan bahwa seluruh warga negara tanpa terkecuali harus beragama dan bertuhan dengan dasar monoteisme. Sila pertama ini yang mendasari sikap religiusitas.

Kenapa harus beragama dan bertuhan? Indonesia bukan seperti negara di Eropa yang sekuler. Di sana mungkin diterima paham ateis. Karena, warga di sana tidak peduli dengan agama dibawa-bawa ke ranah publik. Agama, bagi orang Eropa, cukup dibahas di ranah tertutup atau privat. Maka, tidak heran jika ilmuwan Barat memisahkan agama dengan negara.

BACA JUGA  Mengatasi Kemiskinan dengan Memiskinkan Koruptor atau Menaikkan Gaji Pejabat?

Sikap ilmuwan Barat tentu berbeda dengan ulama-ulama di Indonesia yang melibatkan agama dalam ranah publik, termasuk persoalan negara. Maka, tidak bisa ditolak jika muncul adagium, ”Dinuna siyasatuna, siyasatuna dinuna”. Maksudnya, agama dan politik (negara) harus bersatupadu.

Agama dihadirkan dalam ranah negara agar dapat menjadi kendali yang mengatur langkah hidup manusia. Tanpanya, negara akan seperti pepatah, ”Anak ayam kehilangan induknya”. Sungguh sangat memprihatinkan! Begitu pula, agama tanpa negara akan susah dikenal, sebab agama tidak bergerak ke ranah publik. Lewat negara, pemerintah akan menghadirkan agama di tengah-tengah rakyatnya.

Kemudian, sila-sila berikutnya mencerminkan sikap pluralitas. Lihat saja, pada sila kedua disebutkan tentang nilai-nilai kemanusiaan, pada sila ketiga ditekankan tentang persatuan, pada sila keempat disebut tentang keterbukaan, dan pada sila kelima ditutup dengan keadilan.

Beberapa sila ini sudah jelas bahwa prinsip dasar menjadi warga negara Indonesia hendaknya tidak memegang erat prinsip religiusitas dan pluralitas. Tanpa keduanya, maka kita tidak bakal diakui sebagai warga negara yang sah. Karena, prinsip dasar ini bagaikan shalat yang dijadikan tiang agama. Tanpa shalat, agama akan roboh.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru