27.5 C
Jakarta

Awas! Nihil Aksi Teror Tidak Berarti Terorisme Hilang

Artikel Trending

KhazanahPerspektifAwas! Nihil Aksi Teror Tidak Berarti Terorisme Hilang
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Iklim politik di Indonesia kian menghangat seiring semakin dekatnya jarak pemilu raya yang akan digelar beberapa pekan ke depan. Berbagai agenda penyelenggara pemilu pun ramai menghiasi layar televisi Indonesia, tak terkecuali debat calon presiden yang sukses merebut atensi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu calon presiden, sebut saja Ganjar Pranowo, memberikan pernyataan bahwa sepanjang tahun 2023 Indonesia nihil kasus terorisme.

Nampaknya, apa yang disampaikan Ganjar tersebut mendapat respons afirmatif dari Kepala BNPT, Komjen Pol Mohammed Rycko Amelza Dahniel. Dengan ucapan syukur, Dahniel mengklaim bahwa tidak adanya aksi terorisme merupakan suatu indikasi bahwa keamanan Indonesia kian membaik dari tahun ke tahun.

Tetapi, di samping pencapaian yang luar biasa tersebut, terdapat satu fakta yang tidak boleh luput dari pandangan semua pihak. Bahwa sepanjang tahun 2023, sedikitnya 146 teroris di Indonesia berhasil ditangkap. Artinya, tindakan terorisme itu mungkin saja terjadi jika para teroris ini tidak segera dibekuk polisi. Karena itu, persoalan ini bukan semata ada atau tidaknya tindakan terorisme semata, bukankah begitu?

Melihat fenomena ini, terdapat suatu ungkapan yang agaknya begitu familiar, “terkadang kita harus mundur ke belakang untuk dapat melompat jauh ke depan”. Entah siapa yang mencetuskan adagium ini, tetapi banyak sekali orang menggunakannya sebagai kutipan. Bahkan jangan-jangan, para teroris nan jauh di sana juga menggunakan peribahasa ini sebagai prinsip ‘jihadnya’. Semoga ini hanya sebatas kekhawatiran semata.

Agaknya terlalu naif jika kekhawatiran saya ini tanpa alasan. Mari telaah bersama. Sebagaimana dikutip oleh Databoks dari Polri dan BNPT, bahwa aksi terorisme pada tahun 2021 sebanyak 6 kasus dengan total tersangka lebih dari 300 orang. Sementara pada tahun 2022, aksi terorisme tercatat hanya 1 kasus dengan total tersangka lebih dari 200 orang. Apakah ini keberhasilan lembaga penanggulangan teroris atau strategi para teroris belaka?

Maksudnya, para teroris sedang membuat sejenis skenario ‘mundur untuk melompat’ agar para aparat lengah dan santai sebab dianggap tidak ada ancaman. Saat situasi dan kondisi dianggap pas, barulah mereka menebar teror dengan menggila. Ibarat dalam film, kalah terlebih dahulu, menang kemudian. Lagi-lagi, ini hanyalah kekhawatiran. Syukur-syukur, nihilnya aksi teror beberapa tahun belakangan ini karena prestasi lembaga pencegah terorisme semata.

BACA JUGA  Puasa: Momentum Menahan Diri dari Nafsu Ekstremisme-Terorisme

JI dan JAD Masih Mendominasi

Dalam data kepolisian, Jama’ah Islamiah (JI) dan Jama’ah Ansharud Daulah (JAD) masih mendominasi jaringan teroris di Indonesia pada tahun 2023. Sebenarnya, dominasi kedua jaringan teroris ini tidak  hanya terjadi pada tahun 2023 saja, melainkan juga pada tahun-tahun sebelumnya, khususnya JAD yang dianggap paling aktif dalam melancarkan aksi terornya.

Upaya-upaya preventif agaknya memang perlu ditingkatkan. Hal ini karena bibit-bibit terorisme sangat mudah menyebar di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda yang sangat erat dengan gadget dan internet. Mereka adalah kelompok rentan yang harus mendapatkan lebih banyak perhatian. Merangkul dan memberdayakan eks-napiter dalam melaksanakan upaya ini sangat perlu dilakukan.

Demikian karena mereka lebih memahami kondisi lapangan. Bahkan dalam titik tertentu, mereka persis mengetahui pihak-pihak yang sangat rentan dan berpotensi tergiur dengan janji martir sehingga pembekalan preventif itu akan sangat berguna bagi mereka. Polri dan BNPT secara tegas harus memposisikan mereka sebagai mitra.

Di sisi lain, penghargaan yang besar patut juga diberikan kepada eks-napiter yang terlibat dalam melakukan upaya yang dimaksud. Tentu bukan dalam konteks mitra sesaat, melainkan mitra abadi yang mengemban misi Indonesia tanpa terorisme.

Urgensi Kontra-Terorisme Berkelanjutan

Terorisme sama sekali tidak bisa dianggap remeh. Sebab, yang terdampak bukan hanya individu atau kelompok tertentu, melainkan masyarakat umum dan bangsa secara luas. Sementara di lain sisi, konstitusi telah mengamanatkan bahwa bangsa Indonesia berkomitmen penuh dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Ungkapan “ketertiban”, “kemerdekaan”, dan “perdamaian” adalah ungkapan harfiah yang secara gamblang dapat dipahami sesuai diksinya. Bagaimana ketertiban, kemerdekaan, dan perdamaian dapat terwujud apabila terorisme dan tindakan bejatnya masih tersebar mengotori sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara? Bukankah begitu?

Karenanya, membangun kontra-terorisme berkelanjutan sangat penting untuk dilakukan. Kesadaran untuk melakukan ini agaknya tidak hanya di kalangan lembaga anti-teror, media kontra-terorisme, dan para pemuka agama saja, melainkan juga pada level masyarakat di setiap pelosok negeri.

Bersamaan dengan itu, agaknya tidak berlebihan jika negara secara khusus menggelontorkan anggaran untuk ‘agenda penyelamatan’ ini dibanding tersebar dan menjamurnya paham teroris yang secara teknis hanya tinggal menunggu waktu saja. Negara harus selalu siaga!

Azis Arifin, M.A
Azis Arifin, M.A
Alumni SPs UIN Jakarta. Alumni Ponpes Asy-Syafe'iyah Purwakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru