Harakatuna.com- Pemilu akan berlangsung kurang dari satu minggu yang akan datang. Para petugas Pemilu sudah sibuk mempersiapkan pagelaran 5 tahunan untuk menentukan nasib bangsa. Meski sudah banyak euforia masyarakat dalam mempersiapkan Pemilu, tudingan bahwa pemilu adalah syirik akbar, terus berdatangan dari kelompok esktremis. Mereka adalah kelompok yang mengajak masyarakat untuk golput (red; tidak memilih datang ke TPS).
Ajakan untuk golput melalui narasi kemusyrikan dengan landasan bahwa, Pemilu bukan bagian dari ajaran Islam, akan mempengaruhi kualitas demokrasi. Menjelang Pemilu, akan ada banyak ajakan serupa atas nama agama. Narasi tersebut kontradiktif dengan ajaran Islam yang selama ini kita gaungkan untuk menciptakan perdamaian dalam Pemilu. Artinya, kelompok ekstrem yang mengajak golput dengan landasan kemusyrikan adalah kelompok pemerkosa demokrasi yang selama ini bergerak untuk menegakkan khilafah di Indonesia.
Menjelang Pemilu, mereka terus bergerak memungut suara rakyat agar tidak berpartisipasi dalam Pemilu. Padahal, menggunakan hak pilih sebagai warga negara Indonesia, bagi saya adalah kewajiban untuk memenuhinya sebagai warga negara. Jika kita golput, maka kita tidak bisa memberikan kritik, masukan terhadap kebijakan pemimpin yang akan diambil pada masa akan datang dengan alasan bukan kita yang memilih pemimpin tersebut. Berpartisipasi dalam menggunakan hak pilih bukti bahwa kita tidak abai, dan memiliki bayangan terhadap sebuah negara di masa yang akan datang.
Para pemimpin yang terpilih mungkin tidak mewakili keinginan dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan atau bahkan bukan seseorang yang sedang kita dukung. Namun, dengan menggunakan hak pilih, kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Maka dari itu, betapa pentingnya kita menggunakan hak suara dalam Pemilu untuk keberlangsungan demokrasi itu sendiri.
Selain itu, menciptakan perdamaian pada Pemilu yang akan datang, tidak akan bisa diupayakan apabila kita memilih untuk tidak mencoblos atau golput. Keterwakilan kita sebagai bangsa Indonesia, dalam memilih dan menggunakan hak pilih, adalah bagian dari cara rakyat untuk membuat perubahan.
Mari Gunakan Hak Pilih dengan Baik
Eep Syaifullah Fatah, seorang konsultan politik, dalam sebuah podcast menyatakan bahwa, detik-detik mencoblos pada saat di Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah penentuan segalanya. Boleh jadi, seseorang menerima setiap uang yang diberikan oleh masing-masing calon dan mengikuti setiap rangkaian kampanye yang diadakan oleh setiap pendukung. Namun, hati nurani ketika mencoblos di TPS, tidak dibohongi. Pada fase inilah waktu yang tepat untuk membuat perubahan. Maka sebagai pemilih sudah selayaknya untuk menggunakan hak pilih dan hati nuraninya untuk memilih pemimpin 5 tahun yang akan datang.
Tentu, dalam tulisan ini kita tidak sedang berdebat dan berandai-andai, bagaimana jika sudah memilih dengan hati nurani tapi ternyata ada kecurangan pada TPS? Ini persoalan lain yang tidak perlu dibahas. Namun, yang sangat penting adalah suara kita sebagai bangsa Indonesia, menggunakan hak pilih untuk menentukan pemimpin di masa yang akan datang. Mari gunakan hak pilih itu untuk merebut perubahan yang sedang kita bayangkan.
Anti golput adalah upaya besar yang bisa dilakukan sebagai warga negara. Kita tidak boleh netral lalu memilih golput. Setiap diri kita, harus punya pilihan terhadap salah satu calon pemimpin, apapun alasannya. Sebab dengan memberikan suara pada Pemilu, kita sudah turut serta dalam menentukan masa depan bangsa, meningkatkan kualitas demokrasi, menghormati hak suara dan mempengaruhi kebijakan publik. Oleh karena itu, jangan pernah percaya pada kelompok yang mengajak golput dengan alasan bahwa pemilu adalah kesyirikan massal. Mereka tidak lebih dari kelompok pemerkosa demokrasi yang berusaha untuk membuat kekacauan terhadap bangsa Indonesia. Wallahu A’lam.