29.3 C
Jakarta

Tidak Selamanya Salah yang Menghina Nabi

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanTidak Selamanya Salah yang Menghina Nabi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menjelang bulan Rabi’ul Awal, umat Islam sedang merayakan acara Maulid Nabi Muhammad Saw. Acara ini menjadi aktifitas rutin setiap tahun guna menyambut gembira kelahiran baginda Nabi Saw.

Di tengah kegembiraan perayaan maulid Nabi, umat Islam dihadapkan dengan sebuah peristiwa yang menghentakkan hati mereka. Peristiwa ini adalah visualisasi Nabi Muhammad yang dilakukan oleh presiden Prancis, Emmanuel Macron. Hal ini memancing geram seluruh umat Islam.

Saya bertanya, apakah kesalahan Macron murni berangkat dari persoalan dalam dirinya sendiri? Atau itu persoalan yang sebenarnya diakibatkan oleh perilaku orang Muslim sendiri yang kurang menghormati orang-orang di luar Islam?

Pada beberapa hari yang lalu, ada beberapa tokoh yang menghina atau merendahkan keyakinan orang di luar Islam. Sebut saja, Ustadz Abdul Somad yang menghina salib sebagai lambang agama orang Kristen. Penghinaan semacam ini tentunya tidak dibenarkan di dalam ajaran Islam. Karena, Islam mengajarkan sikap toleransi antar umat beragama.

Larangan menghina sesembahan atau keyakinan orang di luar Islam telah disinggung dalam al-Qur’an yang berbunyi, “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat Kembali mereka lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. al-An’am: 108).

Penghinaan yang dilakukan oleh presiden Prancis terhadap Nabi Muhammad Saw. bisa jadi disebabkan oleh perbuatan orang Islam sendiri yang menghina atau tidak menghormati Nabi orang di luar Islam. Persoalan ini menjadi penanda buat kita untuk menjadi pribadi Muslim yang baik. Muslim yang baik, menurut Nabi Muhammad Saw., adalah mereka yang menjaga tangan dan lisannya dari mengganggu orang lain.

Pesan Nabi Muhamad Saw. tersebut penting kita renungkan. Bahwasanya, menjadi Muslim itu tidak sepenuhnya dilihat dari seberapa banyak kita beribadah, apalagi seberapa Islami kita berpakaian seperti sorban, gamis, atau sarung. Islam tidak memandang kualitas penampilan seseorang, tetapi melihat kualitas ketakwaannya. Sedangkan, ketakwaan itu muaranya bukan fisik melainkan hati (batin).

BACA JUGA  Kenapa Kita Harus Pilih Anies Sebagai Presiden di Indonesia?

Penghinaan Macron terhadap Nabi hendaknya disikapi dengan pikiran yang terbuka. Kita tidak mudah menyalahkan orang lain sedangkan kita melupakan untuk mengevaluasi atau introspeksi diri. Penghina Nabi sesungguhnya bukan hanya dilakukan oleh orang-orang pada zaman mutakhir ini tetapi pada masa terutusnya Nabi pun banyak masyarakat kafir Quraisy yang merendahkan Nabinya sendiri. Akan tetapi, Nabi Muhammad menyikapinya dengan cara yang lemah lembut karena Islam itu sebaiknya disampaikan bukan dengan kekerasan (radikal) tetapi dengan cara santun (moderat).

Allah Swt. menyebutkan dalam al-Qur’an: “Dengan sebab Rahmat Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” (Q.S. ali Imron: 159).

Sikap lemah lembut yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. mampu menggugah hati orang yang memusuhinya, sehingga musuh-musuhnya berani mengambil sikap meninggalkan keyakinan nenek moyang mereka dan memeluk agama Islam dengan suka rela. Itulah yang menghadirkan Islam mencapai masa keemasan.

Sebagai penutup, tidak perlu kita menyalahkan kesalahan orang lain, menghina balik para penghina, bahkan mengkafirkan orang-orang kafir, karena kita sekalipun sudah Muslim belum tentu lebih mulia dibandingkan mereka. Bisa jadi, orang yang kita hina dan kita kafirkan lebih mulia dibandingkan kita sendiri. Jangan hakimi sebuah kebenaran berdasarkan pikiran kita yang sangat sempit karena hanya kebenaran yang absolut hanyalah milik Allah Swt semata. Pasrahkan perbuatan yang dilakukan oleh Macron kepada Allah Swt. Biarlah Allah yang menghakimi, karena hukum Allah lebih adil dibandingkan hukum manusia yang serba politik.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru