28.8 C
Jakarta

Tahun 2024: Masihkah Ada Harapan Baik Bagi Bangsa Indonesia?

Artikel Trending

Milenial IslamTahun 2024: Masihkah Ada Harapan Baik Bagi Bangsa Indonesia?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Awal tahun 2024 ini, banyak masalah yang muncul di Indonesia. Ada banyak saudara kita yang sedang dirundung bencana. Palestina tidak henti mengalami upaya genosida. Negara Indonesia tercerabut dari akarnya; demokrasi menjadi negara dinasti.

Sepanjang Januari 2024 ini kehidupan bangsa Indonesia terasa terus diwarnai kesedihan. Kezaliman demi kezaliman terus terjadi di depan mata, pengkhianatan terhadap negara dan warga dilakukan dengan suka-suka, dan ormas keagamaan yang seharusnya menjaga marwah malah ikut-ikutan memperburuk nasib bangsa.

Ada Harapan Baik?

Masihkah ada secarik harapan baik bagi bangsa Indonesia ke depan? Melihat konstelasi politik Indonesia akhir-akhir rasanya terlalu kelam. Rakyat dipertontonkan dengan rupa-rupa contoh yang buruk. Kepala negara yang seharusnya menjadi contoh teladan, kini bermain buruk di depan kamera dan bahkan sengaja dipertontonkan.

Dia rela memasang badan untuk pilihan pragmatis. Di wajahnya memang terlihat panik. Tapi untuk kepanikan yang dia korbankan seluruh bangsa Indonesia. Tujuannya bukan untuk Indonesia, tetapi untuk kelompok dan keluarganya semata. Bahkan terlihat dia sibuk menyandra lawan politiknya dengan kasus, agar lawan politiknya takluk dan mendukung segala macam hajatnya.

Para politisi sibuk mengonsolidasi sumber daya demi memenangkan paslonnya, mereka sibuk berbohong atas nama rakyat, dan dia rela memproduksi narasi-narasi tercela untuk sekadar propaganda demi kemenangan.

Contoh Keculasan

Yang paling kentara, uang rakyat malah dibuat kampanye. Bansos yang sejatinya milik negara dan milik rakyat, diklaim atas nama personal. Layanan publik pun dibisniskan; jika rakyat mau kecipratan memakainya, haruslah bertransaksi dulu untuk memilih salah satu paslon. Inilah keculasan para politisi kita dengan tetap menjaga kemiskinan etika, kalau memang punya etika.

BACA JUGA  Idul Fitri, Memperkuat Kohesi Sosial dan Penyucian Diri

Ingat, rakyat tidak akan kaya jika hanya diberikan raskin atau bansos. Mereka akan tambah miskin karena kemiskinan itu dipelihara oleh negara. Kenapa? Kemiskinan yang dibuat dan dikapitalisasi akan melanggengkan kemiskinan dan masyarakat tambah terpuruk dalam hidupnya. Sementara penguasa dan politisi secara leluasa memainkan kemiskinan itu menjadi jerat. Jawaban dari kemiskinan bagi politisi itu adalah bansos.

Tangan yang selalu dibuat di bawah oleh negara, artinya negara gagal dalam mensejahterakan masyarakat. Ketika rencana masa depan masyarakat tidak diberikan ruang, maka negara secara sengaja menjerumuskan mereka dalam kondisi hegemoni ekonomi negara, dan kalau begitu, negara sengaja menginvestasi kemelaratan rakyat untuk diwariskan dari zaman ke zaman.

Tidak Mengurusi Umat

Negara memang tidak benar-benar mengurusi umat. Mereka hanya senang bila berurusan dengan kekuasaan oligarki. Karena itulah, negara lebih memilih bersimpati kepada oligarki dengan cara membuat UU Cipta Kerja dan membuang UU yang menjaga masyarakat.

Faktanya telah mengakibatkan penderitaan rakyat banyak, tidak terkecuali anak-anak dan perempuan. Ada masyarakat yang merobek perutnya sendiri karena kelaparan. Ada masyarakat yang bunuh diri dengan menjerat lehernya sendiri karena terlilit hutang. Ada yang terusir dari tanahnya sendiri karena sebuah alasan proyek pembangunan.

Atas kekejaman itu, kita kembali dipertontonkan dengan pejabat yang rakus kekuasaan. Badannya kecil dan rempeng. Tetapi nafsunya begitu besar dan melampaui orang gemuk sekalipun di negeri ini. Ini menunjukkan, bahwa individu-individu orang Indonesia sudah kehilangan etikanya. Sudah kehilangan mental keindonesiaannya. Peradaban yang dangkal. Miris!

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru