33.5 C
Jakarta

Tahun 2024 Adalah Tahun Kebangkitan Terorisme, Kok Bisa?

Artikel Trending

Milenial IslamTahun 2024 Adalah Tahun Kebangkitan Terorisme, Kok Bisa?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.comAkhirnya 2024 sudah tiba. Dalam mengawali tahun baru ini, sorotan terarah pada potensi kebangkitan ancaman terorisme. Saya punya hipotesis bahwa tahun ini akan menjadi periode peningkatan risiko teror, dengan mempertimbangkan beberapa faktor kunci yang mendasarinya. Pemilu yang menciptakan celah aksi, pergantian presiden yang jadi tantangan, serta momentum satu abad runtuhnya khilafah adalah faktornya.

Pertama-tama, momentum Pemilu di tahun 2024 menjadi fokus perhatian. Bagaimana ketegangan politik dan persaingan di tengah proses demokrasi dapat menjadi kesempatan amaliah bagi kelompok teroris, karena pemerintah pasti tengah lengah dari pengawasan atas mereka. Dengan kata lain, dinamika politik saat Pemilu, berpotensi dieksploitasi teroris sebagai momentum aksi-aksi teror mereka.

Selain itu, pergantian presiden membuka lembaran baru dalam kebijakan keamanan, termasuk kontra-terorisme. Ketidakpastian yang muncul terkait pendekatan baru pemerintahan terhadap penanggulangan terorisme adalah sesuatu yang mesti dikhawatirkan. Karenanya, evaluasi kemungkinan kebijakan represif dan pencegahan yang dapat memengaruhi tingkat keamanan itu urgen dilakukan.

Namun, yang terpenting ialah faktor historis: 2024 adalah momentum satu abad khilafah. Kelompok teroris boleh jadi mencoba manfaatkan momen sejarah ini untuk merayakan narasi kebangkitan mereka melalui aksi teror. Atas dasar itu, tahun 2024 akan menjadi tahun kebangkitan terorisme. Ada kesempatan politik yang membuat teroris akan beraksi, sehingga upaya preventif menjadi keharusan yang tidak bisa ditawar.

Kesempatan Politis

Kelebihan para teroris dalam setiap strategi mereka ialah kepiawaiannya memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Celah sedikit apa pun akan dimanfaatkan, dan aksinya selalu ketika masyarakat dan pemerintah lengah: tidak fokus memperhatikan gerilya mereka. Segala hal, bagi mereka, adalah kesempatan politis, baik untuk indoktrinasi-radikalisasi maupun untuk i’dad-amaliah. Mereka, harus diakui, satu langkah lebih maju.

Situasai hari ini, sebagaimana sudah saya ulas sebelumnya, mengandung kesempatan politis yang potensial. Para politisi tengah sibuk dengan koalisi masing-masing, siasat masing-masing, menuju Pemilu 2024. Pemerintah juga demikian. Sementara itu, stakeholder seperti BNPT tengah merasa sesumbar karena indeks terorisme menurun. Bagi mereka, tahun 2023 cukup jadi bukti bahwa tahun 2024 teroris akan berhasil dituntaskan.

Kesempatan politis semacam itulah yang justru jadi kabar baik bagi para teroris. Dalam absennya monitoring, mereka akan dengan bebas lancarkan serangan kapan saja. Apalagi hari ini Januari 2024, seolah mereka mengirimkan pesan ketakutan di awal tahun. Cara mengantisipasinya ialah: Pemilu 2024 jangan sampai membuyarkan fokus atau menciptakan kelengahan kolektif. Kontra-terorisme harus selalu masif dan represif.

BACA JUGA  One Ummah: Doktrin Neo-HTI yang Menyalahi Al-Qur’an

Pada saat yang sama, upaya “mencerdaskan bangsa” mesti juga diprioritaskan. Sebab, tahun 2024 ini, para pendukung khilafah—yang para teroris juga termasuk di dalamnya—memiliki kesempatan politis yang berkaitan dengan keyakinan keagamaan. Mereka percaya, setiap tahun, Islam akan melahirkan pembaru. Maka 2024 menjadi momentum yang pas untuk tajdīd, dan bagi mereka terorisme merupakan bagian dari tajdīd itu sendiri.

Butuh Upaya Preventif

Indeks terorisme, sebagaimana diketahui bersama, memang melandai. Itu adalah keberhasilan kontra-terorisme yang mesti diapresiasi. Tetapi tolok ukur keberhasilan tersebut bukan hanya indeksasi belaka, melainkan kontinuitas penanganan terorisme itu sendiri. Dengan pertimbangan data dan analisis di atas, langkah preventif menjadi kunci mencegah kebangkitan terorisme pada 2024. Apa saja?

Pertama, penguatan keamanan selama gonjang-ganjing Pemilu berlangsung. Pada tanggal 1 Januari 2024 ini, Pemilu tersisa 45 hari lagi. Penguatan kerja sama antaraparat keamanan dan lembaga terkait harus dilakukan. Misalnya, dengan monitoring potensi rekrutmen teroris yang coba manfaatkan ketegangan politik. Kedua, pergantian presiden nanti mesti berjalan beriringan dengan kontinuitas kontra-terorisme.

Ketiga, edukasi masyarakat tentang bahaya propaganda terorisme, juga pengawasan konten radikal selama tahun politik ini. Langkah ini dapat disandingan dengan monitoring dan evaluasi rutin: mengidentifikasi dan menangani kelemahan kontra-terorisme secara berkala. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dan kemitraan yang kuat bersama aparat merupakan bagian dari edukasi itu sendiri.

Langkah-langkah tersebut bertujuan menciptakan lingkungan yang aman dan mengurangi risiko kebangkitan terorisme di tahun 2024. Intinya, pendekatan holistis dan kolaboratif menjadi kunci dalam menjawab dinamika ancaman teroris yang terus berkembang. Jika tidak, maka tahun ini akan mirip dengan tahun-tahun silam ketika terorisme bangkit di negeri ini. Maka sebelum terlambat, itu semua harus diatasi.

Tahun 2024 harus punya satu resolusi nasional: masyarakat sejahtera, rukun, dan damai antarsesama, tanpa dihantui bayang-bayang terorisme.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru