27.8 C
Jakarta

Rasa Malas Bisa Jadi Penyebab Orang Terpapar Radikalisme

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanRasa Malas Bisa Jadi Penyebab Orang Terpapar Radikalisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Hari ini saya mulai kembali ke aktivitas semula, yaitu kerja di Jakarta. Saya menyadari bahwa saya termasuk perantau yang kembali terlambat di ibu kota. Begitu kembali menginjakkan kaki di ibu kota metropolitan ini ada yang berbeda dibandingkan kemarin selama sebulan lebih mudik di kampung halaman.

Kesan yang saya rasakan adalah spirit bekerja dan bekerja. Kalau di kampung alam bawah sadar seakan-akan didorong untuk selalu istirahat. Tapi, ketika di Jakarta semangat kerja kembali tumbuh dan merekah. Saya kira ini momen yang baik di rantau. Agar semangat kerja terus dijaga dan dipacu. Guna menghindari sifat malam yang dilarang agama.

Ada sebuah doa yang cukup populer yang menyinggung soal buruknya sifat malas. Bunyinya begini, “Allahumma inni a’udzu bika minal ajzi wal kasli wal harami wal bukhli”. Artinya, ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir.

Jelas dari doa tersebut bahwa rasa malas merupakan sifat yang tidak baik sehingga umat Islam disarankan untuk menjauhinya. Bahkan, pada awal surah al-Muzzammil, Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk bangkit dari selimutnya. Maksudnya, beliau diperintahkan untuk menyingkirkan rasa malas.

Ada beberapa tips agar umat Islam ini terhindar dari rasa malas. Pertama, bangun niat atau motivasi dari diri mereka masing-masing. Mereka harus sadar bahwa malas bukan sifat yang baik, sehingga harus menghindarinya. Bangun niat untuk menafkahi diri dan keluarga (jika sudah nikah) agar semangat untuk bekerja dan bekerja. Tanamkan pada diri bahwa satu-satunya cara untuk menjadi sukses adalah semangat, bukan bermalas-malasan.

BACA JUGA  Ada Beberapa Hal Kenapa Zakat Fitrah Perlu Dikeluarkan, Apa Itu?

Kedua, berbaur dengan lingkungan yang baik. Lingkungan ini sangat mensupport pentingnya bekerja, bukan meminta-minta. Saya kira, Jakarta adalah kota para pekerja yang siapapun tinggal di sana akan merasa malu jika diam atau tidak bekerja. Sehingga, dengan rasa malu ini mereka tergerak untuk bangkit, mencari pekerjaan, dan bekerja (jika sudah punya pekerjaan).

Lingkungan ini adalah bagian terpenting yang dapat membentuk kepribadian seseorang. Mereka akan dididik menjadi pribadi yang mandiri. Saya kira, perantau yang tinggal di Jakarta dan memilih untuk menjauhi rasa malas di kampung adalah bagian dari jihad yang sesungguhnya. Karena, mereka berhasil memerangi hawa nafsu yang mengajak kepada rasa malas.

Lalu, dampak dari semangat bekerja adalah terhindar dari bisikan setan yang mengajak kepada keburukan. Disadari atau tidak, hampir semua orang yang terjebak radikalisme adalah mereka yang kelamaan diam dan tidak bekerja. Karena, kesibukan akan memalingkan seseorang dari melakukan aksi-aksi radikal semisal terorisme.

Buktinya, banyak eks napi teroris yang hijrah dan memilih fokus bekerja. Merasa baru menyadari bahwa bekerja merupakan sesuatu yang disenangi keluarga. Sebab, keluarga terpenuhi nafkahnya. Menafkahi keluarga adalah jihad fardu ain, harus ditunaikan bagi semua insan.

Sebagai penutup, saya bersyukur bisa bekerja di Jakarta. Selain diapresiasi dengan gaji, saya juga banyak belajar bahwa rasa malas adalah sesuatu yang harus dihindari. Rasa malas termasuk sifat tercela.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru