31.2 C
Jakarta

Smackdown Aktivis dan Smackdown Radikalis

Artikel Trending

Milenial IslamSmackdown Aktivis dan Smackdown Radikalis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Di media, khususnya Twitter viral hasteg #biadab. Ketika mencoba ditelusuri, tampak potongan video-video bertebaran. Video itu mempertontonkan polisi sedang membubarkan aksi demo mahasiswa di depan Kantor Bupati Tangerang dengan cara kekerasan.

Kata biadab, tampak menunjukkan pada video ketika polisi mensmackdown seorang aktivis ke lantai. Dengan kekuatan penuhnya, polisi terlihat mensmackdown sampai aktivis-aktivis itu kejang-kejang. Jika kita lihat secara utuh dan berurang, memang banyak aktivis yang dipukul. Tapi yang terlihat secara jelas, satu sampai tiga orang di video.

Atas kejadian itu, banyak orang mengutuk keputusan polisi bertindak keras terhadap aktivis. Sebagai pengaman negara, sebisa mungkin meredam diri untuk bertindak anarkis. Ketika polisi sering mempertontonkan smackdownisme, banyak orang tidak simpati kepadanya. bahkan tidak percaya.

Kita bisa sebut banyak contoh, tapi dalam satu Minggu ini, dua contoh sungguh sangat mencolok: enggannya polisi mengurus kasus pelecehan seksual dan perilaku smackdown ke para aktivis. Polisi tak tampak menjadi mitra warga Indonesia yang melayani, tapi merepresi. Polisi yang bermisi tegas humanis, justru terlihat bringas nan bengis.

Maka itu, banyak masyarakat menganggap polisi tidak lagi menjadi pengaman negara dan bangsa yang mengayomi. Terkesan tidak ngemong kepada rakyat sama sekali. Bahkan terkesan sering melakukan kekerasan yang tidak terkontrol, menghilangkan SOP. Karena itu pula, satu tahun ini, banyak polisi yang dicopot secara tidak hormat karena kasus besar yang oknum polisi lakukan.

Sebenarnya, sangat sayang jika aparat melakukan kekerasan. Karena doktrin dan tugasnya hanyalah melayani dan mengayomi negara dan bangsa. Semua itu menjadi terpental karena masyarakat sering melihat oknum polisi yang tidak menyusaikan diri dengan kondisi dan realitas: tidak dalam mengayomi bangsa Indonesia. Terlihat kejam dan biadab, kata bahasa Twitternya.

Sebetulnya, jika polisi kebanyakan tenaga masih bisa dilimpahkan ke hal-hal pokok untuk kebaikan bangsa-negara. Seperti mensmackdown paham radikalis dan tindakan radikal, baik di tubuh polisi sendiri dan ormas keagamaan. Banyak analis melihat bahwa polisi juga terdoktrin pemikiran radikal sehingga dalam beberapa hal mereka diam-diam tampak dekat dengan orang-ormas radikal.

BACA JUGA  Strategi Baru “Perjuangan Islam” JI, Potensi Masih Berbahaya?

Smackdown Radikalis

Smackdown radikalisme penting polisi dan kita lakukan. Memang ini bukan pekerjaan polisi. Tapi jika mengaku mencintai membela bangsa dan negara, segala hal yang berpotensi merusak negara, sudah harus kita secara suka rela menolong-mengantisipasinya secara bersama-sama.

Tak harus muluk apa yang wajib kita lakukan sebagai bangsa. Setidaknya kita tak menyakiti, apalagi jika bisa menolong sesama. Namun pada hal-hal yang berpotensi merusak, seperti ekspansi ideologi transnasional dan penanaman sikap ekstremisme, radikalisme dan ajaran intoleransi sudah wajib kita redam.

Kita hanya perlu saling menjaga antarsesama. Menjaga titipan Tuhan dan para pendiri bangsa untuk keutuhan dan kenyamanan bagi sesama. Kotor tangan dengan cara biadab dan smackdownisme di sini sungguh sangat tidak diperbolehkan. Karena sangat mencederai kemanusiaan dan hak asasi manusia seutuhnya. Apalagi smackdownisme pada mereka yang bertarung di medan dalam menyuarakan hak-hak sipil yang nista-sangsara.

Hidup hanya meminjam pada generasi setelahnya. Kita bisa melakukan sesuatu hal yang membikin sentosa. Maka itu, smackdownisme pada aktivis harus terjauhkan bagi penegak negara. Dan smackdownisme pada paham-paham ekstrem yang wajib dekat dan dilakukan tuntas. Karena paham itu yang mengancam sentosanya ekosistem kehidupan bangsa-negara. Bukan aktivitas aktivis. Mungkin ini terlalu berlebihan. Tapi itulah yang kini perlukan.

Cara-cara keras wajib ditinggalkan. Karena tidak sesuai dengan Pancasila. Kebiadaban tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan keadilan. Perilaku polisi keras pada aktivis tidak sesuai Pancasila. Dan anarkisme, main hukum sendiri aktivis juga bukan sikap santun yang jauh dari norma-norma keindonesiaan. Kita wajib berdiri tegak membela yang hak dan batil. Tapi membela negara dan bangsa tidak harus dengan jalan kekerasan dan anarkisme.Tinggal kita pilih, lebih memilih perilaku smackdown para aktivis dan smackdown paham radikalis.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru