31.1 C
Jakarta

Strategi Baru “Perjuangan Islam” JI, Potensi Masih Berbahaya?

Artikel Trending

Milenial IslamStrategi Baru “Perjuangan Islam” JI, Potensi Masih Berbahaya?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Delapan teroris dari kelompok Jemaah Islamiyah (JI) ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 di Sulawesi Tengah, pada Selasa (16/04). Kepolisian mengatakan mereka bukan hanya pengurus kelompok JI, tapi juga aktif mengikuti pelatihan paramiliter.

Para tersangka ini menjabat pada beberapa bidang dalam struktur organisasi teroris JI, mulai bidang doktrin dakwah, bendahara keuangan, lembaga pendidikan, hingga rekrutmen.

Mereka juga terlibat aktif mengikuti pelatihan fisik paramiliter. Bahkan satu tersangka tersebut juga diduga terlibat dalam aksi pengumpulan dana untuk aksi teror melalui Syam Organizer (SO). Syam Organizer merupakan yayasan amal kelompok JI yang bergerak dalam penggalangan dana.

JI Masih Eksis dan Berbahaya

Jadi dilihat dari penangkapan demi penangkapan, salah betul jika ada orang yang mengatakan bahwa JI sudah mati. Yang terjadi sebenarnya adalah JI masih ada dan terus eksis. Menurut aparat, JI masih memiliki orang-orang yang handal dalam memetakan aksinya. Mereka masih memiliki personel yang menduduki jabatan struktural di organisasi Jemaah Islamiyah.

Hal di atas juga disebutkan oleh Siswo Mulyartono, peneliti isu terorisme di Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC). Dia menyebut merasa kesulitan saat membongkar siapa saja yang duduk di kepengurusan JI. “Informasi itu sangat terbatas dan rahasia, bahkan anggota JI yang tidak duduk di kepengurusan pun tidak tahu,” kata Siswo kepada polisi.

Artinya, hingga saat ini polisi dan para pakar masih belum bisa memetakan orang-orang yang memegang kendali kelompok JI ini. Ini karena, JI sudah mengubah taktik dan koordiasi dari sebelum mereka pada ditangkap.

Tapi yang pasti, JI masih hidup dan eksis. Meski mereka hari ini berjalan sendiri, dan membuat kelompok atau faksi-faksi baru di JI.

Strategi Baru: Perjuangan Islam

Kini mereka kehilangan sosok Hasanudin dan Para Wijayanto. Kita tahu, Wijayanto adalah amir atau pimpinan tertinggi JI. Sementara Hasanudin adalah orang yang mengetahui antropologi dan kekuatan organisasi JI ini. Dulu, setelah Wijayanto dipenjara pada Juli 2020, koordinasi JI dipimpin Hasanudin untuk mengatasi persoalan keanggotaan di tingkat provinsi.

Dan benar, dalam kepemimpinan Hasanudin pelatihan militer untuk anggota baru JI di Poso kembali diaktifkan. Bahkan pada tahun 2023, JI ini telah menambah anggota baru dan mencapai target. Data dari IPAC, bahkan pada tahun 2019, JI merekrut 40 anggota baru dari Poso dan 20 orang dari Palu.

BACA JUGA  Nasib Buram Anak Indonesia Karena Khilafah?

Merujuk pada dokumen IPAC, mereka pernah mengantongi berbagai macam senjata untuk pelatihan militer. Senjata tersebut mereka dapatkan dari hasil pinjaman anggota JI di Sulawesi Selatan yang pernah mengikuti pelatihan militer di Mindanao, Filipina Selatan. Yang meminjamkan senjata itu bernama Nur Sahid dan Heri Purnomo, yang berlatih militer di Mindanao pada periode 2002 hingga 2005.

Dalam kurun waktu 10 tahunan, IPAC mencatat bagaimana sejumlah anggota senior JI datang ke Poso untuk melakukan doktrinasi kepada anggota JI. Para senior ini datang ke Poso untuk memulai perubahan strategi di tubuh JI, yang mereka sebut sebagai “perjuangan Islam”.

Strategi baru atau perjuangan Islam ini dijalankan di masjid-masjid kecil di Poso. Pertama, mereka melakukan program indoktrinasi. Kedua melakukan rekrutmen. Dan ketiga, mereka melakukan langkah-langkah taktis sebagaimana yang tertera dalam misi dan vis baru JI. Dan langkah-langkah ini mereka lakukan di masjid dengan peserta terbatas dan tertutup.

Akan Terus Berbahaya

Meski peran Hasanudin dalam peta koordinasi dan langkah JI sudah meredup karena sudah makan enak dari uang negara, kendati telah menjadi “muka baru” pada program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tapi eksistensi JI harus terus kita waspada. Sebab, JI berbeda dengan kelompok ISIS yang bermain tanpa taktik.

Anggota JI ini adalah orang-orang terlatih, berumur masih muda-muda, dan memiliki tekad yang tinggi. Mereka ini hidup di usia yang berbeda dari Hasanudin. Mereka tidak mudah disogok untuk mengorbankan organisasi dan temannya.

Mereka kini mudah meniru apa saja yang dilihat di media sosial, baik peperangan yang terjadi di Timur Tengah, perang Iran-Israel, kekacauan negara Indonesia, dan ajaran ekstrem di media sosial, termasuk dalam melakukan aksi teror. Bagi saya, potensi aksi kelompok JI akan terus ada. Karena itu, JI akan terus berbahaya.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru