32.5 C
Jakarta

Sinyal Menguatnya ISIS di Asia Tenggara: Bagaimana Pengaruh terhadap Indonesia?

Artikel Trending

KhazanahTelaahSinyal Menguatnya ISIS di Asia Tenggara: Bagaimana Pengaruh terhadap Indonesia?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Peristiwa bom Filipina, yang terjadi saat misa Katolik di sebuah gymnastium di Marawi, bisa menjadi pertanda menguatnya ISIS di Asia Tenggara. Kota Marawi merupakan salah satu basis ISIS di Filipina. Sejak dikuasai oleh kelompok Maute, yang dikenal sebagai Negara Islam Lanao, kelompok Islam radikal yang terdiri dari para mantan gerilyawan Front Pembebasan Islam Moro dan beberapa pejuang pada tahun 2017, tempat ini dikenal sebagai titik balik dari menguatnya ISIS di Asia Tenggara.

Mengutip VOA, militan ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom pada Minggu di Mindanao State University, tidak lama setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengatakan “teroris asing” bertanggung jawab atas serangan tersebut. Perlu diketahui juga bahwa, Marawi adalah daerah yang dikenal juga sebagai Bangsamoro, daerah terbelakang berpenduduk Muslim di Filipina yang mayoritas warganya penganut Katolik.

Dengan kondisi terdesaknya ISIS di wilayah Timur Tengah, akibat perpecahan yang diciptakan melalui narasi Islam yang dibawa, mengharuskan ISIS untuk mengubah strategi dengan menciptakan kantong-kantong baru di Asia Tenggara, tepatnya di Marawi, yang berbatasan langsung dengan wilayah provinsi Sulawesi Utara (Indonesia).

Wilayah yang perlu diwaspadai adalah Sulawesi Utara karena bisa menjadi tempat persembunyian para kelompok teroris, bahkan menjadi berkembang biaknya gerakan ekstremis di Indonesia. Dengan demikian, bom di Filipina bisa menjadi sinyal menguatnya gerakan ekstremis di Indonesia. Kesimpulan ini juga berdasarkan pada wilayah Mindanao, yang menjadi tempat pelatihan militer kelompok ekstremis. Ada beberapa kelompok ekstremis yang melakukan pelatihan militer di wilayah tersebut, di antaranya:

Pertama, Jamaah Anshorut Daulah Indonesia (JAD) dibawah pimpinan Zainal Anshori dengan daerah operasi di wilayah Indonesia dimana kelompok ini menjadi dalang dalam beberapa teror bom di Indonesia.

Kedua, Moro National Liberation Front (MNLF) dibawah pimpinan Prof. Dr. Nur Misuari dengan daerah operasi di wilayah Sulu, Mindanao dan Zamboanga. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut sekitar 17.700 orang.  Ketiga, Moro Islamic Liberation Front (MILF) dibawah pimpinan Al-Hadj Murad Ibrahim dengan daerah operasi di wilayah Darapanan, Sultan Kudarat, dan Maguindanao. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut sekitar 15.000 orang. Keempat, Bangsamoro Islamic Freedom Fighters (BIFF) dibawah pimpinan Ismael Abu Bakar dengan daerah operasi di wilayah Basilan dan Maguindanao. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut lebih dari 500 orang.

BACA JUGA  Mengapa Perempuan Terlibat dalam Kelompok Teroris? Pahami Faktor Penyebab Berikut Ini!

Kelima, Abu Sayyaf Group (ASG) dibawah pimpinan Radulan Sahiron, Isnilon Hapilon, dan Al-Habsy Misaya dengan daerah operasi di wilayah Sulu, Basilan, dan Tawi-Tawi. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut lebih dari 600 orang. Keenam, Communist Party of the Philippines/New People’s Army (CPPNPA) dibawah pimpinan Jose Maria Sison dengan daerah operasi di Southern Mindanao dan Far SouthMindanao. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut sekitar 3.200 orang.

Ketujuh, Maute Group dibawah pimpinan Omar Maute dan Abdullah Maute dengan daerah operasi di wilayah Lanao del Sur dan Lanao del Norte. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut lebih dari 500 orang. Delapan, Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) dibawah pimpinan Attaullah/ Abu Ammar Jununi dengan daerah operasi di wilayah Myanmar. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut lebih dari 600 orang. Sembilan, Royal Sulu Force (RSF) dibawah pimpinan Prof. Dr. Nur Misuari dengan daerah operasi di wilayah Sulu. Kelompok ini memiliki jumlah pengikut lebih dari 400 orang (Stella, 2020).

Kelompok di atas menjadi alasan mengapa Marawi menjadi basis teroris di Asia Tenggara. Pastinya, ketersinggungan satu kelompok ekstremis dengan kelompok yang lain menciptakan strategi kuat dari para kelompok tersebut yang tidak bisa dijangkau oleh kita, khususnya di daerah perbatasan. Maka dari itu, daerah perbatasan, khususnya Sulawesi Utara, adalah wilayah yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk meningkatkan kekuatan pertahanan.

Selain itu, dengan banyaknya pengikut dari masing-masing kelompok ekstremis, tugas berat yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia dalam rangka memberantas terorisme di Indonesia semakin panjang. Kekuatan pertahanan tidak hanya harus dijaga melalui darat. Wilayah laut, khususnya perbatasan, juga menjadi prioritas pemerintah untuk memberantas terorisme. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru