28 C
Jakarta

Serial Pengakuan Mantan Teroris (LI-IX): Sofyan Tsauri Sebut, ‘Anak IPA’ Lebih Gampang Dicuci Otak Ketimbang ‘Anak IPS’

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Mantan Teroris (LI-IX): Sofyan Tsauri Sebut, 'Anak IPA' Lebih Gampang...
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Bahaya terorisme itu masif, menyasar siapapun. Begitu kurang lebih pernyataan mantan narapidana terorisme Sofyan Tsauri. Bukankah banyak yang terpapar paham membahayakan ini berasal dari pelbagai lapisan, ada yang dari orang biasa dan ada pula dari pemerintah sendiri seperti kepolisian.

Orang yang cenderung terpapar terorisme, sebut Sofyan, biasanya anak eksakta atau yang berkaitan dengan ilmu konkret. Dia biasanya berasal dari anak IPA yang cara berpikirnya tidak menggunakan nalar yang kuat. Pikiran anak IPA sebatas satu tambah satu harus dua, hitam putih. DNA hitam putih inilah zero intolerance. Jadi dia tidak boleh ada selisih.

Hal ini berbeda dengan anak sosial (anak IPS). Sofyan melanjutkan, bahwa orang-orang sosial itu lebih punya daya imunitas dalam menangkal pemikiran radikalisme dan ekstrimisme. Karena orang sosial itu melihat sesuatu dari sudut pandang, meskipun dia tidak belajar ilmu fikih. Maksudnya, daya nalarnya cukup kuat. Baginya, keputusan tidak hanya satu namun beragam.

Karena mudahnya anak eksakta terpapar terorisme, tak sedikit mahasiswa fakultas teknik dan kedokteran tidak sadar akan bahaya paham tersebut. Mereka yang terpapar berebutan untuk menjadi pelaku bom bunuh diri. Mereka tidak perlu berpikir panjang dalam mengambil keputusan itu. Hanya butuh satu atau dua jam untuk mencuci otak mereka. Apalagi mereka punya masalah.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XLI): Eks Napiter Inisial MI Kembali ke NKRI dan Siap Bantu Pemerintah

Belajar dari peristiwa tersebut, penting digarisbawahi: Pertama, terorisme adalah paham yang dilarang (diharamkan) oleh semua agama, terlebih Islam. Semua agama mengajarkan perdamaian, bukan perpecahan, apalagi pembunuhan. Nyawa manusia jauh lebih berharga dibandingkan Ka’bah. Makanya, harus dijaga.

Kedua, pentingnya berpikir dengan nalar yang mendalam agar tidak mudah terpapar terorisme. Pikiran yang mendalam akan mengambil keputusan dengan pilihan yang beragam. Di situ ada banyak pilihan, mulai A sampai Z. Jadi, keputusan itu tidak ‘stuck’ di A saja.

Ketiga, belajarlah tentang ilmu agama yang mendalam. Pengetahuan yang luas itulah akan dapat menyelamatkan seseorang dari bujuk rayu terorisme. Perang terorisme itu adalah perang pikiran. Jadi, pertajam daya nalar Anda agar selamat.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini disadur dari cerita Sofyan Tsauri yang dimuat di media online Indozone.id

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru