Harakatuna.com. Terorisme menjadi musuh kita bersama. Aksi-aksi kejahatan ini jelas berseberangan dengan ideologi negara di Indonesia yang menganut paham moderat. Moderasi di sini maksudnya adalah paham yang terbuka terhadap perbedaan dan menolak aksi-aksi kejahatan berwajah terorisme.
Banyak warga negara di Indonesia yang terpapar paham radikal dan akhirnya terjerumus dalam aksi-aksi kejahatan terorisme. Satu di antaranya adalah Ali Imron, Haris Amir Falah, (cerita mengenai dua orang ini sudah pernah saya bahas pada tulisan sebelumya), dan masih banyak yang lainnya.
Selain kedua eks teroris ini yang menarik dibahas pada tulisan ini adalah Mukhtar Khairi alias Abu Hafsah (berikut cukup disebut Khairi). Dia hampir saja direkrut oleh Islamic State Iraq and Syria (ISIS), saat menjadi narapidana teroris (napiter) di Lapas Cipinang pada 2014.
Khairi diciduk oleh Densus 88 anti teror saat menjalani pelatihan militer di Aceh pada 2010 silam. Dia juga merupakan anggota dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sebuah ormas yang didirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir. Di dalam penjara tahun 2014 dia bertemu dengan teman-teman ISIS, salah satunya Aman Abdurahman.
Khairi sering mendengarkan ceramah dari salah satu pentolan ISIS, Aman Abdurrahman selama di penjara. Di penjara khairi mengaku diindoktrinasi tentang ideologi ISIS dan terminologi jihad. Dia juga diajari cara membuat bom, merakit senjata. Bahkan, dia diproyeksikan oleh Aman Abdurrahman sebagai tokoh di ISIS.
Namun, setahun menjelang kebebasannya dari penjara pada 2016, Khairi menilai ada kejanggalan dari ISIS. Dari cerita yang disampaikan oleh Aman Abdurahman bahwa kelompok ISIS suka membunuh orang. Melihat kejanggalan itu, Khairi diam-diam ikut pengajian dari ustadz lain selain Aman Abdurrahman sehingga di situ dia mulai perlahan meninggalkan ISIS.
Hal lain yang mendorong Khairi akhirnya sadar akan kekejaman ISIS yakni dengan mendengar cerita dari para korban bom yang waktu itu disampaikan oleh lembaga nirlaba Aliansi Indonesia Damai (AIDA) jelang kebebasannya.
Setelah keluar Khairi juga diajak bertemu dengan korban-korban. Salah satunya Pak Soejarwo. Beliau merupakan korban Bom Thamrin pada 2004 lalu.
Khairi mengimbau kepada masyarakat luas agar hal serupa yang dia alami tak terjadi kepada yang lain. Agar warga menjauhi ajakan teman maupun lingkungan sekitar untuk mengikuti pengajian tertutup. Sebab, dia mulai terpapar radikalisme berawal dari ajakan kakak kandungnya yang ikut pengajian tertutup. Dari situ Khairi mulai hobi banget jika ada hal-hal yang menyangkut peperangan.
Khairi bebas dari penjara pada 2017. Sekarang dia mengabdikan diri sebagai guru agama di sebuah yayasan di Jakarta dan juga bergabung bersama AIDA. Ini merupakan salah satu upaya dia untuk menebus kesalahannya di masa lalu.[] Shallallahu ala Muhammad.
*Tulisan ini disadur dari cerita eks napiter Mukhtar Khairi alias Abu Hafsah yang dimuat di media online Ngopibareng.id