26 C
Jakarta

Pancasila dan Perjuangan Buruh: Meretas Jalan Menuju Persatuan dan Kesejahteraan Sosial

Artikel Trending

KhazanahPerspektifPancasila dan Perjuangan Buruh: Meretas Jalan Menuju Persatuan dan Kesejahteraan Sosial
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dalam hierarki kekuasaan yang begitu kompleks, di sektor urusan kerja khususnya, buruh sering kali berada dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan majikan atau pemerintah, terutama dalam negosiasi terkait upah, kondisi kerja, dan hak-hak lainnya. Ketidaksetaraan kekuatan ini dapat mempersulit perjuangan mereka untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan yang layak.

Padahal, keadilan dan kesejahteraan adalah hak utama seluruh masyarakat untuk ongkos dari tujuan persatuan sekaligus kedamaian suatu bangsa. Karena itu, sejak di Taman Kanak-Kanak, kita semua selalu diajari bahwa cita-cita terbaik sebagai warga adalah kemauan untuk membela bangsa dan negara, terutama sekali dalam rangka untuk memerangi berbagai macam bentuk ketidakadilan.

Tatkala kita beranjak dewasa, kita kemudian akan selalu menyadari bahwa tugas mulia kita sebagai warga negara adalah ikut serta untuk senantiasa memberikan sumbangsih baik dalam bentuk tenaga maupun pikiran untuk berjuang menyejahterakan rakyat, membela negara, membahagiakan masyarakat, dan menciptakan ketenteraman sosial.

Demo buruh misalnya, seperti yang diberitakan oleh CNBC Indonesia, sekitar 48.000 sampai 50.000 buruh hendak mengadakan demo di sekitaran Istana Negara dan Gelora Bung Karno. Ada dua tuntutan penting yang hendak diserukan. Pertama, tentang pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Kedua, outsourcing dengan upah murah (HOSTUM), dengan sembilan alasan mengapa buruh menolak aturan tersebut. Itu dilakukan adalah dalam rangka untuk mencari jalan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan sosial.

Tidak mudah memang menjadi buruh, apa pun jenis buruhnya. Wajah yang kuyu, sinar mata yang layu meskipun seperti terlihat penuh semangat, dengan pakaian yang tentu saja tidak tren. Jelas saja, sebagai mohon maaf, pekerja rendahan, tentulah mereka tak punya kapasitas ekonomi untuk ikut-ikutan mengejar mode-mode apa pun jenisnya baik dalam hal pakaian, makanan, juga gaya hidup, yang larinya (masyaallah) lebih cepat dibanding langkah gaji mereka.

Padahal, mereka adalah pejuang tidak hanya bagi hidupnya sendiri dan keluarga, tapi juga bagi bangsa dan negara. Serikat-serikat buruh yang ada tentu saja (dan seharusnya) bergerak dan berhak mengklaim dirinya sebagai kelompok perburuhan Pancasila. Sebagai ideologi bangsa, Pancasila adalah juragan kita sehingga sudah semestinya kita mengabdi lahir-batin pada falsafah nilai-nilainya.

May Day dan Perjuangan Keadilan Sosial Kaum Buruh di Indonesia

May Day, atau Hari Buruh Internasional, diperingati pada tanggal 1 Mei setiap tahunnya sebagai hari peringatan perjuangan buruh di seluruh dunia. Alasan utama May Day dipilih sebagai Hari Buruh berasal dari peristiwa yang terjadi di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886. Pada tanggal 1 Mei 1886, terjadi demonstrasi besar-besaran oleh buruh yang menuntut hak-hak misalnya seperti jam kerja delapan jam sehari.

Demonstrasi ini mencapai puncaknya pada tragedi Haymarket Square, di mana ledakan bom dan bentrokan dengan polisi menyebabkan kematian dan luka-luka. Peristiwa ini memicu gerakan solidaritas buruh di seluruh dunia dan membantu memperjuangkan hak-hak pekerja.

Sejak saat itu, tanggal 1 Mei diakui sebagai Hari Buruh Internasional, di mana buruh di seluruh dunia memperingati perjuangan mereka untuk hak-hak dan kesejahteraan. Tradisi peringatan May Day telah berkembang menjadi momen untuk memperkuat solidaritas buruh, menyuarakan isu-isu ketenagakerjaan, dan memperjuangkan keadilan sosial. Oleh karena itu, May Day dipandang sebagai simbol perjuangan dan solidaritas global bagi kaum buruh.

Dalam konteks Indonesia, perjuangan kaum buruh dalam rangka untuk meraih keadilan dan kesejahteran adalah representasi dari upaya mereka mewujudkan cita-cita Ideologi Pancasila untuk terciptanya persatuan dan kedamaian hidup bangsa. Sejalan dengan semangat Pancasila, perjuangan buruh dapat dilihat sebagai upaya untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap butir sila Pancasila. Jika ada ketidakadilan atau ketidakseimbangan dalam pemerintahan yang mengakibatkan pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila, maka perjuangan buruh dapat dianggap sebagai bagian dari upaya untuk mengoreksi dan memperbaiki situasi tersebut.

BACA JUGA  Nasionalisme di Lapangan Hijau: Peran Timnas Indonesia U-23 dalam Membangun Kesatuan Bangsa

Misalnya, jika terdapat ketidakadilan dalam pembagian hasil ekonomi atau perlakuan yang tidak adil terhadap buruh, perjuangan mereka untuk mendapatkan hak-hak yang lebih baik dapat dilihat sebagai langkah untuk mewujudkan butir pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan cara memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan untuk hidup dengan martabat dan keadilan.

Selain itu, perjuangan buruh untuk persatuan, kesetaraan, dan keadilan sosial juga mencerminkan nilai-nilai Pancasila, seperti butir kedua (Kemanusiaan yang adil dan beradab), ketiga (Persatuan Indonesia), dan keempat (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan).

Sila ke-5 Pancasila, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan perjuangan buruh. Keadilan sosial mencakup berbagai aspek, termasuk pemerataan kesempatan, distribusi kekayaan, akses terhadap layanan publik, dan perlindungan hak-hak sosial ekonomi.

Perjuangan buruh seringkali bertujuan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperjuangkan hak-hak mereka, seperti upah yang layak, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang aman. Dengan memastikan bahwa buruh mendapatkan perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama dalam mengakses sumber daya ekonomi dan sosial, perjuangan mereka secara langsung mendukung terwujudnya Sila ke-5 Pancasila.

Selain itu, perjuangan buruh juga sering kali melibatkan upaya untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, mereka berkontribusi pada terwujudnya visi keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan nilai yang terkandung dalam sila ke-5 Pancasila.

Dengan demikian, sangat bisa dikatakan bahwa perjuangan buruh adalah bagian integral dari upaya untuk mewujudkan visi dan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan seluruh masyarakat Indonesia.

Perburuhan Pancasila: Sebuah Komitmen Keadilan Bersama

Kita semua, rakyat Indonesia apa pun latar belakangnya, adalah buruh Pancasila, dan sudah seharusnya mengabdi pada Pancasila. Bahkan, pihak asing yang berbisnis, membuka ladang-ladang industri di Indonesia juga sudah semestinya menaati prinsip-prinsip dasar nilai Pancasila, tidak bisa tidak. Pemerintah harus tegas untuk itu demi kemajuan, persatuan, keadilan, dan kesejahteraan bangsa.

Perburuhan Pancasila, seperti yang pernah ditulis Cak Nun dalam bukunya Gelandang di Kampung Sendiri (2015), adalah suatu komitmen kesejahteraan kolektif pada semua lembaga yang terlibat dalam urusan ekonomi. Pancasila dalam hal ini dijadikan sebagai norma etik dan akhlak yang harus memperhatikan kepentingan bersama. Tidak boleh ada yang menghisap dan yang dihisap, tidak boleh ada yang mengeksploitasi dan dieksploitasi.

Memang tidak harus dan tidak mungkin terjadi suatu “jenis perilaku” berdiri sama tinggi duduk sama rendah dalam urusan hierarki pekerjaan, lebih-lebih dalam suatu perusahan. Sebab kedudukan direktur dengan cleaning service pasti berbeda dalam struktur pembagian kerjanya. Tetapi paling tidak terjadi “jenis perilaku” berat sama dipikul ringan sama dijinjing.

Toh, kontribusi para buruh kasar juga sangat penting dalam pembangunan negara. Mereka adalah tulang punggung dalam menjaga roda perekonomian berputar. Baik dalam sektor swasta maupun publik, buruh bekerja keras untuk menciptakan nilai tambah bagi negara.

Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, di mana kerja keras dan keberagaman dihargai sebagai bagian dari pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Selain itu, tak kalah pentingnya, buruh yang bekerja di luar negeri juga memberikan kontribusi signifikan melalui remitansi, yang memperkuat perekonomian domestik.

Jadi, bisa dikatakan bahwa perjuangan buruh sangat kongruen dengan semangat Pancasila untuk mencapai kesejahteraan bersama dan persatuan dalam keragaman perjuangan dan bentuk bela bangsa dan negara. Sehingga, kaum buruh sesungguhnya adalah juga pejuang untuk terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam nilai-nilai Pancasila, terkhusus sila ke-5. []

Ahmad Miftahudin Thohari
Ahmad Miftahudin Thohari
Peminat kajian filsafat, kebudayaan dan sosiologi. Aktif di komunitas Dianoia.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru