32.1 C
Jakarta

Ramadhan Sebagai Ekspresi Kegembiraan Umat Islam

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanRamadhan Sebagai Ekspresi Kegembiraan Umat Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bulan ke 9 (sembilan) dalam kalender hijriah, merupakan momentum yang kerap ditunggu oleh masyarakat global. Bulan tersebut adalah bentuk rahmat Tuhan kepada setiap makhluk, tanpa mengenal batas keyakinan. Euforia dalam menghidupkan romansa ramadhan berhasil meninggalkan jejak kerinduan. Umat muslim meyakini betul, ramadhan adalah bulan suci dan bulan kemanusiaan. Maka dengan itu perlu dipahami secara saksama, momentum ramadhan juga sebagai refleksi atas kejadian-kejadian yang pernah terlampaui pada bulan-bulan sebelumnya.

Helaian nafas sepanjang bulan ramadhan disesaki udara ke-Islam-an, terlebih bagi bangsa Indonesia sebagai representasi umat muslim dunia, dengan predikat pengikut terbesar. Sehingga berupaya menjadi figur teladan bagi pelaksanaan ramadhan muslim dunia. Setelah edaran protokol pemerintah membredel aktivitas kebudayaan masyarakat, yang bersifat kolektif tatap muka. Kini pancaran media televisi nasional, yang sanggup memvisualkan kegirangan agenda kemenangan umat Islam. Wajah stasiun televisi sedang berupaya mementaskan ajaran ke-Islaman. Tepat selama satu bulan penuh, wajah program media berubah menjadi hamparan religi. Fenomena tersebut bukan hal baru, namun telah terlaksana sepanjang praktik ramadhan, dan tidak ada satupun negasi ataupun pergesekan dari umat agama lain. Hal itu menunjukan betapa romantisnya umat beragama yang ada di Indonesia.

Keagungan bulan ramadhan adalah bahan pertobatan besar bagi masyarakat muslim. Suasana tersebut sedang termaktub pada wajah media nasional, yang semula bebas berekspresi kini menutup diri (berjilbab) dan berlomba-lomba saling menasehati. Hal itu sejalan dengan tujuan ramadhan sebagai bulan maghfiroh (ampunan). Dari akar tersebut, muncul praktik-praktik syar’i (ajaran islam) yang begitu menggembirakan hati. Dewasa ini umat Islam patut berterima kasih kepada segenap juragan media, yang bersedia menuangkan ajaran Islam pada mimbar nasional. Bahkan tidak pandang spektator dari kalangan non-muslim, demi tercapainya hajat pada bulan ramadhan.

Sempatkah terpikir lantas kemana arah gerak umat non-muslim, ditengah giat media menyodorkan unsur ke-Islam-an sepanjang bulan ramadhan. Dari sekian lama umat muslim digemarkan perdebatan toleransi. Lebih lagi isu toleransi dikorek begitu intens, hingga saat ini digaungkan dalam perjalanan umat Islam nusantara. Tanpa disadari justru umat non-muslim yang telah bertegar hati, dan mangaplikasikan ajaran toleransi sepanjang tahun. Terlebih saat umat muslim saling berdalih tentang kemaslahatan umat, untuk berlomba-lomba berkuasa disetiap ruang masyarakat. Ironisnya segala kedudukan tersebut seakan belum mencapai titik kepuasan, dan tetap kukuh berebut takhta di berbagai kursi politik, baik secara struktural pemerintah ataupun kultural masyarakat.

Dengan segala kewenangan diatas, pantaskah kita untuk kembali merebut hak setunggal warga negara, yang konon penuh egalitarian ini. Miris, saat melihat sekelompok masyarakat menjerit tentang pergantian sistem negara. Apakah segala kebebasan yang telah dicapai salama ini, belum sanggup untuk menggambarkan sebagai seorang muslim. Lalu apakah iya, dengan cara mengganti sistem negara, yang akan mampu menjadikan jati diri muslim sholeh lagi sholihah. Tuhan jawabkanlah! segala dilema tersebut, ditengah praktik kebebasan umat muslim Indonesia selama ini.

BACA JUGA  Satu Hal yang Sering Terlupakan Saat Memasuki Bulan Ramadhan

Ditambah gemuruh masjid ataupun surau minimal 5 (lima) kali sehari berdengung, dengan segala kebisingannya yang wajib didengar oleh tetangga sekitar, ataupun kegiatan keagamaan membanjiri ruas jalan seakan hak milik swasta umat Islam. Mungkin segala faktor tersebut, belum mampu mengekspresikan jati diri seorang muslim, apabila tidak berjihad mengganti sistem negara. Teringat atas refleksi Muhammad Abduh, yang mungkin sedang berlaku di Indonesia. Ketika beliau menunjukan realitas yang begitu mencabik umat Islam. Beliau melihat hakikat Islam, ditengah-tengah masyarakat barat yang notabene bukan seiman. Tetapi berbalik hampa, pada realitas praktik umat Islam itu sendiri.

Dewasa ini truth claim tidak lagi populer dilayangkan, menatap begitu ketertinggalan umat muslim. Ketika peradaban barat mengacu pedal mendermakan kemanfaatan bagi dunia, seperti yang terpantul jelas meliputi teknologi dan sains. Sementara umat muslim nyaman berputar pada porosnya, bergelut dalam bidang internal satu sama lain. Bilamana barat keluarkan rumusan produk baru, umat muslim berlarian terengah-engah dan hanya fokus mencocokan dengan segala modernisasi, yang telah bersanding lama disekelilingnya.

Jika dikupas dalam ajaran Islam, tentang konsep rahmatan lil alamin. Sewajarnya umat muslimlah yang mampu berpentas memprakarsai peradaban dunia, seperti yang pernah dicukil oleh para mendiangnya. Karena sistem kaderisasi Islam adalah kemanfaatan untuk semesta. Bukan saling menjinjing identitas antar kelompok, sedangkan tujuan utamanya hanya perebutan pesta politik. Jika faktor tersebut dihindarkan, niscaya umat Islam Indonesia mampu memelopori dalam menabar kemanfaatan dunia. Serta tidak lagi terperangkap dalam keheningan, atas segala kekuasaan yang dicapai. Tetapi berjibaku atas segala realitas perkembangan zaman. Sehingga Indonesia sebagai penduduk Islam terbesar dunia, dapat menjadi figur teladan. Karena sanggup bersatu padu dalam mengungkit sebuah peradaban.

Momentum Ramadhan 1441 H merupakan komitmen bersama, dalam melenyapkan setiap peristiwa keruh perjalanan Islam. Sehingga kita kembali pada nuansa fitrah perilaku dan pemikiran. Agar perdamaian umat manusia bukan hanya imajinasi diatas negara dengan beragam potensial. Serta bangsa Indonesia berani mengemuka sebab dorongan tiap-tiap elemen, dan cakap merespon pola perkembangan zaman. Biarpun pagebluk Covid-19 sedang berpentas dipelataran dunia, tetapi antusiasme dalam menggapai berkah ramadhan tetap bergerak sesuai protokol yang ditetapkan pemerintah.

Lubab Rofiul Ula, kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah. Tinggal di Yogyakarta

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru