29.3 C
Jakarta

Penulis Tak Lahir dari Kelas Menulis

Artikel Trending

KhazanahLiterasiPenulis Tak Lahir dari Kelas Menulis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Belakangan ini terkadang ada yang mulai bertanya kepada penulis tentang kiat-kiat menulis yang baik dan dapat menembus beragam media massa entah cetak ataupun digital pada umumnya.

Sebenarnya saya tak terlalu memiliki teknik khusus dalam menulis beberapa karya tulis entah bersifat popular, sastra dan ilmiah. Penulis cenderung hanya menggunakan imajinasi dan emosi diri untuk menumpahkan segala kesuh kesah dalam tulisan penulis.

Penulispun jika boleh jujur, menulis hingga saat ini bagi penulis mejadi hobi bahkan bisa dibilang kecanduan yang luar biasa dan merasa ada yang kurang saja sesaat seorang yang telah terbiasa menulis, bahkan harusnya sebagai mahasiswa rajin menulis dalam menyikapi beragam fenomena yang terjadi.

Tetapi mungkin untuk memberikan jawaban ala penulis sendiri dalam konteks terhadap pernyataan calon penulis pemula lainnya. Maka, penulis akan membeberkan kiat-kiat berikut yang akan kita ulas bersama.

Bangun kemauan dan niat yang baik

Dalam hal apapun kemauan/keinginan dan niat yang baik haruslah dijadikan dasar bergerak, termasuk dalam seni tulis dan menulis. Artinya mental haruslah terbentuk sesaat akan mencoba dunia literasi yang salah satunya adalah menulis dan mengarsipakan “mempublikasikan”.

Kadang untuk penulis pemula merasa bahwasannya rasa tak sabar akan proses yang memang seharusnya dilalui menjadikan penulis pemula menjadi hilang semanagat dan patah arah. Memang hal biasa seperti habisnya kata-kata untuk menyusun kalimat, hilangnya inspirasi untuk mengembangkan isi tulisan dan ditolaknya tulisan oleh media massa menjadikan penulis pemula patah arah.

Saya sendiri juga bisa dikatakan masih tergolong kategori penulis pemula, dimana banyak tulisan saya yang berhenti ditengah jalan, hilangnya mood untuk menulis dan tak jarang tulisan saya ditolak mentah-mentah oleh media massa. Iya kalau dibalas lewat email ataupun dihubungi secara langsung. Lha kadang dibiarkan gitu saja.

Namun, dalam menyikapi hal tersebut, saya tak patah arah. Anggap saja ini bagian dari proses merangkai kata, memperjelas kalimat yang ciamik dan melatih kesabaran kepada tim redaktur media massa yang dituju.

Pahami Tujuanmu Menulis

Sebelum melanjutkan kiat yang satu ini, mungkin ini akan terkesan seperti saya ceramah. Tetapi tak mengapa, untuk memberikan pencerahan kepada segenap sahabat-sahabat dalam etika seorang penulis.

Tujuanmu menulis untuk apa? Untuk mencerdaskan pembaca atau untuk menggiring opini pembaca agar sama denganmu atau mungkin untuk mendapatkan fee  semata.

Rasanya pertanyaan diatas panjenengan jawab dahulu. Mungkin pula ada banyak fakor lain yang melatarbelakangi kalian menulis dan salah satu alasan diatas tak bisa disalahkan untuk dipilih, karena kesemuanya memiliki dampak yang positif untuk si penulis terkhususnya.

BACA JUGA  Spirit Literasi: Aku Menulis Maka Aku Ada

Jika tujuanmu hanya untuk mendapatkan fee lebih baik ditambah untuk memberikan gagasan baru untuk segenap pembaca, sehingga akan bermuara kepada asas kebermanfaatan antar sesama. Kalaupun takut tak menerima fee akan apa yang kita tulis, maka tak perlu takut karena saat kita konsisten akan apa yang kita kerjakan maka fee akan mengikuti.

Jadi kesimpulannya, pahamilah apa yang membuatmu tertarik pada salah satu unsur literasi ini. Menulis bukan hanya sebatas menggiring opini yang sudah ada dan ditimbun dengan opini terdahulu yang sudah dulu dipublikasikan. Namun, menyajikan opini yang segar dan terkesan baru di tulisan, pastilah akan menyempurnakan opini/gagasan yang sudah ada sebelumnya.

Penulis dan Kelas Menulis

Satu lagi untuk memantapkan keistiqomahan sahabat dalam seni menulis, yaitu penulis tak melulu lahir dari kelas menulis. Artinya penulis tak melulu harus ikut kelas menulis entah secara tatap muka semacam seminar dan workshop, atau dari kelas online seperti pelatihan online dan webinar.

Melainkan keuletan dalam belajar menyusun makna, memahami frasa dan membaca arus sosial sebuah fenonema/isu yang ingin ditulis. Maka, akan dengan bertahap penulis pemula akan menemukan alur kasunyatan dalam menulis.

Sayapun belajar otodidak dalam menulis beragam artikel, entah yang berisi keislaman, politik, budaya, dan sosial. Dimana, yang penting kita harus meyakinkan diri untuk selalu belajar dan belajar serta lebih bagusnya menilaikan tulisan yang telah dibuat oleh ahlinya agar mendapat kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki tulisan.

Agus Mulyadi salah satu penulis nasionalpun membeberkan bahwasannya penulis tak melulu hadir dari sebuah seminar kepenulisan ataupun kelas menulis lainnya. Melainkan satu quotesnya menjelaskan dengan sangat dalam “Menulis itu seperti belajar mengendarai sepeda, kamu mesti terjatuh berulang kali, bangun, dan mencobanya terus, sampai berhasil mengayuh sepeda dengan lancer.”

Perkataan dari Agus Mulyadi yang tanpa harus saya jelaskan panjang lebar dibuktikan dengan kemaunnya dimana beliau yang dulu hanya seorang penjaga warnet. Namun, disinilah dengan ketekunan dan menangkap peluang yang ada mengantarkan Agus menjadi penulis yang dikenal oleh khalayak ramai hingga dipercaya sebagai orang kepercayaan Puthut EA “pendiri Mojok.co” untuk ikut andil mengembangkan media massa anti mainstream tersebut.

Hilal Mulki Putra
Hilal Mulki Putra
Bernama Hilal Mulki Putra, lahir pada 10 Juni 2020, pernah nyantri di Pondok Pesantren Chasanah Tlogopucang (2013-2016) asuhan KH. Abdul Jalil kemudian melanjutkan nyantri kembali di Pondok Pesantren Sunan Plumbon Krajan, Tembarak Temanggung (2016-2019) asuhan KH. M. Abdul Hakim Cholil, S.Ag. Saat ini penulis merupakan seorang mahasiswa di Institut Agama Islam Nahdhatul Ulama (INISNU) Temanggung dan aktif sebagai tenaga wiyata kependidikan di MI Ma’arif 2 Tlogopucang. Di sela-sela kesibukan aktif menulis berbagai jenis artikel di beberapa media.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru