29.2 C
Jakarta

Spirit Literasi: Aku Menulis Maka Aku Ada

Artikel Trending

KhazanahLiterasiSpirit Literasi: Aku Menulis Maka Aku Ada
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Siapa pun manusia yang ada di dunia ini, tentu ia ingin kehadirannya di dunia dapat dianggap ada, dan dikenang oleh manusia selainnya. Manusia hidupya akan berarti dan dianggap ada ketika ia bisa menghasilkan sebuah karya yang dapat dikenang oleh masyarakat. Salah satu caranya adalah lewat sebuah tulisan. Menjadi penulis yang bisa menghasilkan berbagai macam jenis karya tulisan yang bermanfaat bagi kehidupan. 

Sebagaimana penulis-penulis hebat di dunia, salah satunya yaitu Ibnu Sina. Seorang filsuf sekaligus dokter yang dikenal memiliki banyak karya tulisan di bidang filsafat dan ilmu kedokteran. Bahkan menurut para peneliti, Ibnu Sina telah menghasilkan tulisan sekitar 450 judul. Karya tulisannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine. Hingga sekarang karya tulisannya tersebut masih digunakan menjadi rujukkan dalam ilmu kedokteran, meski telah ratusan tahun berselang.

Menjadi penulis yang dapat dikenang lewat tulisannya tentu bukanlah perkara yang mudah. Alasannya bukan karena tidak dapat membuat tulisan, namun mengingat begitu banyaknya godaan yang menjadi penghambat dan dapat membuat penulis bisa berhenti untuk menulis. 

Penghambat seorang penulis biasanya bisa dari kebiasaan tidak disiplin dalam menulis. Waktu yang harusnya diagendakan untuk menulis, justru digunakan untuk kegiatan selainnya. Entah itu digunakan untuk melakukan urusan perkerjaan atau justru digunakan ke hal-hal yang kontra produktif. Seperti scrolling medsos berjam-jam. Padahal awalnya tujuan buka media sosial ingin mencari ide untuk membuat tulisan. Namun malah sebaliknya, justru terjebak dalam kegiatan kontra produktif. 

Selain itu, godaan yang dapat membuat penulis berhenti menulis karena kurangnya pengetahuan. Biasanya disebabkan penulis tersebut malas membaca buku. Akibatnya penulis tidak memiliki ide dalam menghasilkan sebuah tulisan. Bahkan ketika sudah memiliki ide, namun kurangnya pengetahuan. Dia akan mengalami kesulitan ketika mulai tahap proses penulisan.

Pengalaman gagal ketika ingin menerbitkan tulisan ke redaksi juga bisa menjadi penghambat bagi penulis. Apalagi pengalaman gagal tersebut telah ia rasakan berkali-kali. Semua tulisan yang sudah ia kirim ke radaksi tidak ada yang terbit satu pun. Tentu jika perasaan saat itu lebih kuat dari rasionalitasnya, maka ia akan berlarut-larut dalam perasaan sedihnya. Hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti menulis.

Begitu juga dengan pengalaman sukses bagi penulis awal. Ketika penulis telah berhasil menerbitkan tulisan, apalagi tulisan tersebut banyak dibaca, ia merasa bangga dengan karya tulisannya, hingga merasa dirinya sudah cukup untuk menulis. Dia tidak mau menghasilkan tulisan-tulisan baru, dan merasa puas dengan percapaiannya.

BACA JUGA  Menulis, Menyembuhkan Dunia Melalui Kata-Kata

Hambatan, dan godaan tersebut akhirnya membuat kita tidak mau menulis, dan lebih memilih untuk berhenti menulis. Jika hal ini dibiarkan, tentu hidup kita selama di dunia tidak dapat dikenang lama. Ketika kematian datang, nama kita hanya dikenang beberapa hari dan setelah itu dilupakan.

Semestinya ketika kita ingin menjadi penulis yang dikenang kehadirannya, sudah seharusnya kita menulis saat ini juga. Sebab adanya tulisan menandakan sebuah arti bahwa penulis tersebut pernah ada. Maka dari itu, lantas bagaimanakah cara agar kita dapat menjadi manusia yang selalu diingat lewat tulisan.

Tentunya seorang penulis bisa mempublikasikan tulisannya baik itu ke media cetak ataupun daring. Media ini dapat membuat tulisan penulis dibaca oleh banyak orang. Bahkan meskipun penulisnya sudah tiada, namun hasil dari pemikiran penulis masih bisa dibaca oleh lintas generasi selanjutnya. Bisa saja hasil tulisan yang dibuat saat itu, justru memberikan inspirasi, dan manfaat bagi generasi yang akan datang.

Namun, terkadang ada beberapa penulis merasa ragu, dan tidak memiliki keyakinan dalam mempublikasikan tulisannya. Akhirnya tulisan itu hanya disimpan. Menjadi catatan pribadi, dan akhirnya dilupakan. Sungguh sangat disayangkan bukan? Padahal tulisan yang ditulis bisa saja memberikan manfaat kepada orang lain yang menjadi pembacanya. 

Ketidakyakinan dalam mempublikasikan tulisan juga disebabkan faktor tulisan takut dinilai jelek oleh orang lain. Paradigma ini tentu salah. Sebab dia menulis karena penilaian manusia. Jika orang mengatakan tulisannya baik, maka ia akan menulis. Ketika orang lain mengatakan tulisannya jelek, maka ia berhenti menulis.

Setiap manusia yang ada di dunia ini tentu memiliki berbagai macam penilaian tentang kita sebagai penulis. Namun bukan penilaian itu yang menjadi tujuan. Jika hal itu dijadikan sebuah tujuan, maka sampai kapan pun kita tidak akan pernah mau menghasilkan sebuah tulisan. Sebab kita akan menulis ketika tidak ada satu pun orang di dunia ini yang menilai tulisan tersebut jelek.

Agar penulis bisa dikenang, dan dianggap ada kehadirannya di dunia ini, maka seorang penulis harus rutin membuat tulisan. Tidak cukup hanya membuat satu tulisan saja, namun buatlah ratusan karya tulisan yang dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi kehidupan manusia.

Muhammad Farhan
Muhammad Farhan
Mahasiswa komunikasi penyiaran Islam yang hobi nulis dan menggeluti ilmu kepenulisan. Saat ini kegiatan sehari-hari menjadi penulis.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru