26.6 C
Jakarta

Penulis Adalah Pembaca yang Menyamar, Kok Bisa?

Artikel Trending

KhazanahLiterasiPenulis Adalah Pembaca yang Menyamar, Kok Bisa?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Seorang penulis sebenarnya adalah seorang pembaca juga, mengapa bisa demikian? Karena ketika seseorang tengah menulis maka dia terlebih dulu harus memiliki tabungan atau perbendaharaan bacaan yang banyak, agar ia bisa membagikan hasil bacaannya menjadi sebuah tulisan yang utuh, kokoh, berisi, dan bagus.

Coba mari kita bayangkan sebuah teko, sebuah teko yang kosong dengan teko yang berisi penuh dengan air tentu saja berbeda bukan? Ketika kita haus teko mana yang kita pilih? Tentu saja teko yang berisi air. Nah begitu juga seorang penulis, seorang penulis itu ibarat teko, dan air adalah bahan bakar dia sebagai seorang penulis, air itu diibaratkan sebagai ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang penulis.

Dan ketika teko itu dituang ke dalam cangkir-cangkir kecil maka teko itu sedang memberikan manfaa, membagikan air itu kepada orang-orang yang kehausan. Dari analogi ini bisa kita simpulkan bahwa teko yang berisi air lalu dituangkan adalah seorang penulis yang sedang membagikan gagasannnya kepada khalayak ramai, kepada para pembaca.

Dan seorang pembaca adalah orang-orang yang kehausan itu, orang-orang yang meminum air di cangkir itu, orang yang haus akan ilmu pengetahuan itu.

Maka dapat dipastikan bahwa seorang penulis sebenarnya adalah seorang pembaca juga, karena menurutku seorang penulis adalah evolusi selanjutnya dari seseorang yang gemar membaca. Karena seorang penulis dulunya pasti adalah seorang pembaca yang tekun, karena seorang penulis sebelum menulis tentu saja ia mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang akan ia olah terlebih dahulu.

Ia harus membaca beberapa literatur terlebih dahulu, agar tulisan yang ia hasilkan nantinya selain enak dibaca juga berkualitas, jadi tulisan yang baik adalah tulisan yang menghibur sekaligus bermanfaat. Maka tidak berlebihan jika penulis sebenarnya juga adalah seorang pembaca yang sedang menyamar bukan?

Lalu pertanyaan selanjutnya bagaimana jika seorang penulis tanpa membaca? Maka apa yang dihasilkannya dapat dipastikan adalah tulisan yang kering kerontang, tak memiliki daya dobrak, dan mungkin malah tak memiliki manfaat, kecuali sebuah racauan saja, atau minimal tulisan klise.

Karena penulis tadi tidak membaca atau kurang dalam membaca, sehingga tulisan yang dihasilkannya kering dan tak memotivasi atau menginspirasi orang lain, atau minim kreativitas.

BACA JUGA  Dinamika Penulisan Puisi di Media Siber

Siapa yang Lebih Penting? Penulis atau Pembaca?

Penulis dan pembaca sama-sama memiliki tempat yang penting dalam dunia literasi, setiap penulis pasti membutuhkan pembaca untuk membaca tulisan-tulisannya, dan setiap pembaca sudah barang tentu membutuhkan tulisan-tulisan baru untuk ia baca guna menambah wawasannya. Maka keberhasilan seorang penulis adalah ketika ia bisa mendapatkan pembaca dan pembacaan.

Ketika sebuah tulisan tidak memiliki pembaca, lalu apa guna dari tulisan itu, dan ketika seorang pembaca tidak meningkatkan proses membacanya ke tahap pembacaan, maka pembaca tadi hanya akan mandek menjadi seorang pembaca, tanpa mau meningkatkan ke level pembacaan.

Apa itu level pembacaan? Level pembacaan adalah ketika seorang pembaca tidak hanya berhenti pada tahapan membaca saja, tapi ia bisa menghasilkan sebuah gagasan baru dari apa-apa yang ia baca, syukur-syukur gagasan itu bisa diaplikasikan ke dalam hidupnya.

Dengan kata lain seorang pembaca yang sudah menjadi penulis adalah pembaca yang sudah meningkatkan kapasitasnya, tidak hanya berhenti pada proses membaca saja tapi lebih lanjut ke tahap pembacaan tadi. Sehingga setiap pembaca yang sudah meningkat ke tahap pembacaan juga pada akhirnya akan memproduksi gagasannya sendiri, menuangkan ide-idenya sendiri, dengan cara menuliskannya.

Maka di sini peran pembaca dan penulis menjadi sama-sama penting, saling mendukung, saling terkait, dan saling menunjang satu dengan yang lain.

Penulis tanpa pembaca sama saja dengan seorang musisi tanpa pendengar, seorang pemain teater tanpa penonton. Dan seorang pembaca tanpa penulis seperti orang buta tanpa penuntun. Jadi keduanya sama-sama saling terkait dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Menulis tanpa membaca hanya menghasilkan kekeringan, kekosongan, dan kehampaan, dan membaca tanpa menulis seperti pohon yang berbuah untuk dirinya sendiri.

Tapi lagi-lagi memang hidup adalah sebuah pilihan, menulis dan membaca pun adalah sebuah pilihan (kalau bagiku adalah sebuah kebutuhan), dan ketika membaca dan menulis itu menjadi sebuah pilihan, aku rasa tidak ada yang salah dengan pilihan itu, malah bukankah itu adalah pilihan yang tepat dan sangat bermanfaat, jadi tunggu apalagi ayo membaca dan lekas menulis.

Juli Prasetya
Juli Prasetya
Penulis muda asal Banyumas. Tinggal di Desa Purbadana, Kec. Kembaran, Banyumas. Pegiat Bengkel Idiotlogis asuhan Cepung.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru