33.5 C
Jakarta

Negara Bangsa dan Nilai-nilai yang Diperjuangkan, Masih Kafirkah?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanNegara Bangsa dan Nilai-nilai yang Diperjuangkan, Masih Kafirkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Banyak orang yang gagal paham dalam mempertemukan agama dan negara. Sehingga, kegagalan ini menyebabkan mereka ada yang liberal (terlampau bebas dalam berpikir dan mungkin juga bertindak) dan ada yang eksklusif (tertutup dan cenderung fanatik terhadap satu agama).

Biasanya yang cenderung liberal sering menyampaikan argumen yang cukup kontroversial. Semisal, mengatakan Nabi Muhammad Saw. bukan nabi terakhir karena kata ”khatam” yang dilekatkan pada beliau bukan berarti ”penutup”, tapi berarti ”cincin”, jadi Nabi Muhammad adalah nabi yang dimuliakan layaknya cincin. Ada yang menyebutkan Al-Qur’an butuh catatan kaki (footnote) karena isinya banyak yang mirip dengan kandungan Bible. Dan seterusnya.

Sedangkan, orang yang cenderung eksklusif melihat perbedaan sebagai suatu kesesatan. Bahkan, mereka tidak segan-segan mengkafirkan orang lain, meski orang yang dituduh kafir adalah muslim sejati. Mereka melihat kebenaran sejauh yang mereka tahu dari gurunya dan bacaan-bacaannya.

Kelompok eksklusif ini jelas lebih berbahaya daripada kelompok liberal. Jika orang liberal banyak berkutat dalam ranah pemikiran saja dan mungkin sedikit yang sampai mengimplementasikan dalam bentuk perbuatan, maka orang yang eksklusif lebih terlihat dalam perbuatannya seperti ujaran kebencian dan aksi-aksi terorisme. Lebih bahaya, bukan?!

Agar terhindar dari kesalahpahaman itu, perlu dipahami dengan baik bahwa mempertemukan agama dengan negara hanyalah mempertemukan kesamaan nilai yang diperjuangkan. Islam (dan mungkin juga agama-agama yang lain) memperjuangkan nilai-nilai keadilan, persatuan, dan perdamaian, maka beberapa nilai ini juga terlihat pada nilai-nilai yang diperjuangkan suatu negara. Jika negara memperjuangkan nilai-nilai global ini, maka negara itu sudah benar.

BACA JUGA  Pesan Orang di Kampung Bagi Pemudik, Apa Itu?

Indonesia sebagai negara telah menampilkan nilai-nilai global yang dibawa oleh Islam dalam Pancasila sebagai dasar suatu negara. Dengan Pancasila Indonesia telah menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, persatuan, keadilan, dan kesejahterahan. Maka, tidak perlu menjadikan Indonesia sebagai negara agama (atau negara Islam). Sebab, Indonesia sudah dibangun di bawah nilai-nilai keislaman.

Suatu hal yang keliru jika masih ada orang yang mengklaim bahwa Indonesia adalah negara kafir sebab hukum-hukum yang ada di dalamnya bukan syariat Islam. Orang seperti ini jelas kurang piknik membaca sebab dia melihat persamaan secara fisik bukan secara substansial. Orang yang seperti ini cenderung tekstualis. Biasanya orang yang tekstualis dangkal berpikirnya.

Maka, pada penutup tulisan ini penting diperhatikan bahwa mempertemukan agama dengan negara hendaknya dilakukan melalui melihat kesamaan nilai yang diperjuangkan. Jangan melihat kesamaan dari fisiknya. Itu sebuah kekeliruan yang fatal. Islam tidak melihat praktiknya tapi substansinya.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru