31.2 C
Jakarta

Naskah Akademik Pembaharuan Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme, Segitu Saja?

Artikel Trending

Milenial IslamNaskah Akademik Pembaharuan Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme, Segitu...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Terjadinya terorisme yang menyeruak di Indonesia mendapat tanggapan luas dari berbagai pihak dan kalangan. Salah satunya dari lembaga negara seperti pemerintahan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dua di antara lembaga itu menjadi pangkal pada gejala teroris di Indonesia.

Tak dapat ditampuk. Kegayutan teroris Indonesia memang sudah stadium empat dan karena itu harus didongkel habis-habisan. Mulai dari batangnya, hingga ke akar-akarnya. Paling tidak, tempat-tempat strategis seperti pemerintahan, institusi pendidikan, dan ormas-ormas keagamaan, termasuk lembaga seperti MUI.

BPET Majelis Ulama Indonesia

Di MUI sendiri mempunyai Badan Pananggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun meski punya badan BPET sendiri, bukan tidak mungkin tubuh MUI tidak tersusupi teroris. Fakta membuktikan, MUI ternyata tidak kebal teroris dan terbukti teroris bercokol di dalamnya. Karena itu, saya kira, MUI harus berbenah dan bersih-bersih dari kangkangan terorisme.

Melihat karakteristik dan motif teroris adalah untuk meneror dan dilakukan secara sistematis, MUI juga wajib melakukan kontra terorisme secara sistematis pula. Strategi hanya bisa dilawan oleh dan atas strategi.

Atau paling tidak, MUI bisa membuat semacam penyadaran terhadap masyarakat lewat fatwa halal-haramnya. Bahwa teroris meski memakai argumentasi khusus, yaitu agama, tapi melakukan teror bom atas nama agama adalah haram. Karena selain membunuh diri sendiri, ia juga membunuh manusia lain, hewan, tumbuhan, alam, dan unsur makhluk senyawa lainnya.

Atas itu, naskah akademik pembaharuan MUI nomor 3 tahun 2004 tentang terorisme menemukan momentumnya. Genealogis teroris perlu disingkap dengan jelas. Dan potensi-potensi yang menjadi ruang ternak dan berkecambahnya teroris melalui argumen agama perlu diputus.

Untuk memutus ideologi (berlandasan agama) dan jejaring teroris, jelas membutuhkan fatwa-fatwa dari MUI. Selain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, MUI sangat berpengaruh dalam suara masyarakat. Di bawah lembaga negara, MUI wajib memotong operadi tindak strategi teroris.

Fokus Terhadap Masalah

Untuk itu, BPET MUI harus fokus ke medan masalah. MUI tidak perlu sungkan untuk membeberkan secara terus terang bagaimana teroris itu bercokol lewat semaian ajaran agama. MUI harus membuka dari mana sumber-sumber pendanaan teroris dan segala bentuk mutif-mutif lainnya. Inilah kerjaan BPET MUI yang musti harus kontan terbayar.

BACA JUGA  Menguji Konsistensi Etika dan Toleransi Muslim Indonesia

Apabila MUI tidak bisa membuka kotak pandora tersebut, sungguh sangat disayangkan keberadaan MUI di tengah masyarakat. MUI yang diandaikan menjadi pengaman dari adanya fenomena keagamaan di Indonesia, sangat disayangkan dan menjadi prihatin.

Menjadi hal kemunduran jika Badan Penanggulan Terorisme MUI tidak membuat terobosan baru. Perlunya badan itu justru karena diinginkannya wacana dan solusi dari dari adanya fenomena terorisme yang sangat mendesak ketentraman hidup masyarakat.

Seolah-olah jika MUI hanya mengumpulkan rumusan masalah, dan literature mengenai asbab dan nusulnya terjadinya terorisme di Indonesia, seperti nomor 3 tahun 2004 tentang terorisme rasanya semuanya bisa. Dan itu mengartikan bahwa badan penanggulangan MUI, kurang sungguh-sungguh ingin memberantas terorisme dan pahan radikalisme di Indonesia.

Terorisme dan Fatwa MUI Segitu Saja?

Apabila tidak ditangani secara serius akan terjadi seperti MUI khawatirkan: “kehidupan sosial dan masyarakat menjadi tertekan, tidak aman dan selalu dihantui oleh rasa kuatir dalam melakukan aktivitas. Kondisi ini dapat mengakibatkan terlanggarnya hak-hak individu maupun kelompok dalam masyarakat.”

Jika itu terjadi, maka benar juga “kehidupan agama menjadi berada dalam bayang-bayang kekuasaan dan ketertindasan. Agama yang idealnya menjadi jalan pembebasan dari penindasan justru keberadaan terorisme yang bermotif agama menjadikan sebaliknya.”

Maka apabila tahu fenomena itu, tinjauan MUI di naskah akademik yang baru, seharusnya tidak mentok di situ-situ saja. Harusnya MUI lebih progresif lagi melihat fenomena terorisme yang ternyata ada di tubuhnya sendiri. Sebagaimana yang dituangkan dalam rekomendasi, saya merasakan masih kurang menggigit. Terlihat lemah dan seperti hanya formalitas.

Kalau hanya merekomendasikan mencari definisi dari kata radikalisme, pembuatan buku, modul dan artikel tentang kebangsaan; terminologi khilafah, thagot, idad, radikalisme, terorisme, hudud, syariat Islam, atau hanya membuat daftar kelompok terorisme di Indonesia apa masih kurang di Indonesia. Yang lebih urgent daripada itu adalah terobosan MUI bagaimana memberikan pemahaman yang komprehensif kepada umat Islam tentang adanya, bahayanya terorisme di Indonesia.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru