31.5 C
Jakarta

Mungkinkah Skill Menulis Seseorang Menghilang?

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMungkinkah Skill Menulis Seseorang Menghilang?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Menulis merupakan suatu bakat yang dimiliki oleh seseorang. Terkadang bakat menulis dianggap sepele oleh sebagian orang, namun juga dapat dianggap sangat istimewa bagi sebagian orang pula.

Saya pernah membaca suatu bacaan yang bunyinya: “Seseorang yang dianugerahkan memiliki bakat linguistik yang tinggi akan dapat dengan mudahnya menyusun kata-kata”. Itulah bakat menulis alami yang sebenarnya. Tanpa disadari orang tersebut, ia memiliki bakat yang sangat istimewa dan sangat diidam-idamkan oleh sebagian orang yang tertarik untuk mengabdikan dirinya melalui tulisan.

Menulis merupakan suatu hal yang paling asyik bagi seseorang yang menyukainya. Seseorang yang telah jatuh cinta dengan sebuah tulisan, ia akan menuliskan setiap ide-ide baru yang muncul dari kepalanya entah itu berupa cerita, puisi, atau gagasan-gagasan pendek yang terbesit dalam benaknya. Ia juga tidak lepas dari kertas dan bolpoin, juga hp dan laptop sebagai sarana untuk menulis.

Menulis adalah suatu pekerjaan yang mulia. Bahkan seorang penulis terkemuka, Joko Pinurbo pernah membuat publik terkesima dengan salah satu kalimat dalam cerpennya, “menunaikan ibadah puisi”. Apakah menulis puisi merupakan suatu ibadah bagi Jokpin? Namun, hal yang dapat kita petik dari kalimat tersebut yaitu menulis merupakan suatu pekerjaan yang dapat menjadi nilai ibadah bagi seseorang yang tulisannya bermanfaat bagi masyarakat.

Kembali lagi ke pembahasan utama. Apakah bakat menulis seseorang bisa menghilang? Sejauh yang saya alami, hal tersebut nyata terjadi apabila sudah bertahun-tahun tidak menulis. Misalnya saya dulu suka menulis puisi dan kata-kata tersebut mengalir saja dari pikiran saya, ketika saya tunjukkan kepada teman saya, menurut teman saya itu bagus.

Setelah bertahun-tahun tidak menulis puisi, saya menjadi sulit untuk menulis puisi kembali. Apa yang saya inginkan berbeda dengan apa yang saya hasilkan. Pikiran saya menjadi buntu. Begitupun dengan cerpen, saya dulu sangat menyukai cerpen dan menuliskannya.

Akan tetapi karena sudah lama tidak menulis cerpen, saya menjadi lupa bagaimana seharusnya cerpen itu dibuat, alur yang pas untuk cerpen saya bagaimana, dan saya juga menemukan jalan buntu bagi cerpen saya. Akhirnya karya-karya saya yang berupa puisi dan cerpen tersebut tidak selesai saya kerjakan. Tulisan saya menjadi stag dan tidak berkembang.

Namun bakat tersebut sebenarnya tidak menghilang begitu saja. Sebenarnya bukan hanya karena bertahun-tahun tidak menulis itu saja yang menjadi faktor mengapa bakat menulis saya bisa hilang. Namun, kemalasan untuk membaca itu juga yang menyebabkan pemikiran jadi kurang berkembang. Akhirnya hal tersebut dapat menyumbat ide-ide saya.

BACA JUGA  Dinamika Penulisan Puisi di Media Siber

Ketertarikan saya untuk menulis prosa dan puisi semenjak saat itu menghilang, tergantikan oleh tugas-tugas kuliah yang berbahasa ilmiah. Namun sebenarnya bakat menulis saya bukan menghilang, hanya saja yang dulunya menulis tulisan sastra, sekarang berubah menjadi tulisan ilmiah meskipun itu dalam bentuk makalah, artikel populer dan ilmiah yang diberikan oleh dosen. Hanya saja saya merasakan bahwa pemicu kemalasan menulis berawal dari malas membaca. Setelah saya telusuri, ternyata hal itu benar, saya juga merasakannya.

Hal yang harus dilakukan untuk memunculkan kembali bakat menulis yaitu dengan membaca. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia malas membaca buku, seperti halnya saya sendiri. Mengapa seseorang menjadi malas membaca? Bacaan yang tulisannya padat sering kali membuat seseorang malas membacanya.

Bukan karena apa-apa, melainkan mata menjadi cepat lelah akibat membaca tulisan tersebut. Akibatnya, setelah membaca tulisan kecil-kecil, itu membuat mata menjadi mengantuk, akhirnya tidak bisa membaca bacaan tersebut hingga selesai. Namun, hal itu tidak akan terjadi apabila seseorang beranggapan bahwa membaca adalah hobinya, tulisan kecil pun tidak menjadi masalah baginya untuk tetap membaca.

Saya mulai menulis kembali karena dorongan dari pacar saya yang seorang penulis. Ia tak bosan-bosan mengingatkan saya untuk membaca meski saya sering kali tidak menghiraukannya. Akhirnya ia mendorong saya untuk menulis esai ini sebagai tulisan pertama saya untuk memicu bangkitnya hobi menulis saya kembali. Dan ya, itu berhasil membuat saya kembali terpikat dengan tulisan.

Setiap orang dapat menulis. Hanya saja anggapan mereka bahwa dirinya tidak mampu untuk menulis itulah yang menyebabkan otak mereka tidak mampu memproduksi kata-kata, kalimat per kalimat yang seharusnya dapat dimuat dalam tulisan. Seorang penulis harus berani mengemukakan idenya melalui tulisan, itulah modal kecil bagi seseorang untuk mulai menulis. Seseorang harus yakin bahwa dia mampu melakukan suatu hal supaya ia benar-benar mampu melakukan hal tersebut.

Kemampuan menulis yang hilang sebenarnya tidak benar-benar hilang. Seseorang harus membaca untuk menulis. Dengan itulah kemampuan menulis seseorang dapat bangkit kembali meskipun ia bertahun-tahun tidak menulis. Kita dapat memulainya dengan sesuatu yang sederhana seperti halnya tulisan ini. Yakinlah bahwa kita bisa. Tanamkan dalam hatimu dengan kalimat “Aku bisa menulis!”.

Nur Auliya’ul Qodria
Nur Auliya’ul Qodria
Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya. Penulis novel "Kaulah Takdirku (2022), juga beberapa cerpen dan puisi di majalah lokal.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru